JAKARTA, KOMPAS.com - Permohonan sengketa Pilpres 2024 yang diajukan oleh kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD terus bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK).
Pada Kamis (28/3/2024) kemarin, kubu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka selaku pihak terkait telah menyampaikan pembelaannya.
Tim Pembela Prabowo-Gibran menegaskan, tuntutan Anies dan Ganjar untuk mendiskualifikasi Gibran dan menggelar pemilu ulang tidak relevan.
Mereka juga menegaskan, kliennya memenangkan Pilpres 2024 bukan karena intervensi Presiden Joko Widodo, sebagaimana yang dituduhkan kubu Anies dan Ganjar.
Maka dari itu, para kuasa hukum pasangan nomor urut 2 tersebut meminta hakim MK untuk menolak seluruh permohonan.
Pemilu ulang bisa bikin krisis
Kubu Prabowo-Gibran menilai, permintaan agar MK mendiskualifikasi Prabowo-Gibran dan memerintahkan pemilu ulang dapat menimbulkan krisis.
Hal ini disampaikan anggota Tim Pembela Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan, dalam sidang sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dengan agenda mendengarkan keterangan pihak terkait.
"Bilamana rangkaian pemilu ini tidak berkesudahan, misalnya dengan permintaan diskualifikasi, pemilihan ulang, sangat berpotensi menimbulkan persoalan-persoalan lain yang mengarah kepada krisis ketatanegaraan di Republik Indonesia yang kita cintai ini," kata Otto di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/3/2024).
Otto menilai tidak tepat apabila kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud membawa seluruh persoalan kecurangan pemilu kepada MK.
Ia menilai, persoalan tersebut semestinya ditangani sejumlah lembaga, salah satunya adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), bukan ke MK.
Menurut Otto, sengketa ke MK semestinya fokus pada mempersoalkan jumlah suara hasil pemilu yang ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Oleh karena itu, proses sengketa di MK pun dibatasi dan harus diputuskan dalam waktu 14 hari kerja.
"Undang-undang menentukan jatah waktu 14 hari kerja karena memang yang diadili itu terbatas pada jumlah suara hasil pemilihan umum yang ditetapkan oleh termohon yaitu KPU dan jumlah suara yang dianggap benar oleh pemohon," kata Otto.
Baca juga: Soal Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis, Kubu Ganjar-Mahfud: Alasan Mengada-ada
Permintaan Gibran didiskualifikasi tak relevan