Dalam pemaparannya, Annisa banyak berfokus pada kewenangan MK memutus sengketa Pilpres 2024 secara luas di luar urusan perolehan suara, sedangkan Ragahdo banyak bicara soal temuan-temuan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengenai masalah pemungutan suara.
Baca juga: Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres
Henry mengeklaim bahwa unjuk giginya putra-putri mereka bukan hasil nepotisme, meski tak menjelaskan gamblang mengapa 2 anak mereka yang terpilih untuk maju ke podium dari 23 pengacara yang membubuhkan tanda tangan di dokumen permohonan sengketa Ganjar-Mahfud.
"Anak-anak kan juga bukan anak kemarin juga. Artinya mereka punya kualifikasi," sebut Henry ditemui Kompas.com selepas sidang.
"Mereka (bergelar) LLM (lex legibus magister, master hukum), mereka doktor, mereka kami bimbing, jadi bukan anak-anak karbit," ia menambahkan.
"Yang laki-laki anak saya, yang perempuan anaknya Maqdir," Henry membenarkan.
Ia mengaku bahwa tim hukum sengaja menampilkan para advokat muda itu untuk membacakan permohonan yang pada intinya meminta Prabowo-Gibran didiskualifikasi.
Baca juga: Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU
Henry mengaku tak gentar dengan profil para pengacara Prabowo-Gibran dalam sengketa ini, termasuk Yusril dan Otto.
"Sengaja kita tampilkan yang anak muda lah. Masa kami yang sudah tua-tua ini," kata dia.
Firma hukum keluarga
Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, memandang aneh dan mengaku tidak paham strategi apa yang hendak ditampilkan oleh tim kuasa hukum pemohon ataupun pihak terkait dengan mengerahkan anak-anak mereka ke podium.
"Keputusan tersebut dapat berdampak pada penilaian publik bahwa perselisihan hasil pilpres hendak dijadikan panggung bagi para kerabat untuk mendapatkan pengenalan dan pengakuan publik," kata Titi kepada Kompas.com, Kamis.
"Apakah ingin memperlihatkan bahwa dinasti sesuatu yang bisa diterima sepanjang melalui kaderisasi dan rekrutmen berbasis sistem merit? Ataukah ingin menyakinkan publik bahwa hubungan kekerabatan dalam profesi atau suatu jabatan adalah suatu yang biasa?" imbuhnya.
Baca juga: Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tersebut menegaskan, hubungan keluarga di balik pengistimewaan dan karpet merah menuju forum terhormat itu tak bisa diabaikan begitu saja.
Menurutnya, seolah-olah, sidang ini bukan hanya hendak dijadikan lahan bersengketa soal hasil pemilu, tetapi juga untuk menampilkannya dimensi pertarungan trah keluarga di profesi hukum.
"Bagi saya adalah cukup aneh ketika para tim kuasa hukum pasangan calon dan pihak terkait seolah diwakili oleh firma hukum keluarga. Padahal isu besar yang jadi narasi keberatan salah satunya soal nepotisme," sebut Titi.
"Tapi justru strategi kuasa hukum malah mendorong anggota keluarga advokat senior untuk tampil ke muka mewakili pihak yang berperkara," ia menambahkan.
Baca juga: Isi Tuntutan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud pada Sidang Sengketa Pilpres 2024 di MK
Titi melihatnya sebagai upaya yang kontraproduktif, terlebih jika Ganjar-Mahfud ingin menggugat soal nepotisme Jokowi pada Pilpres 2024, atau Prabowo-Gibran mau membantah adanya nepotisme yang dilancarkan eks Wali Kota Solo itu untuk memenangkan Gibran.
"Malah membuat politik keluarga jadi sesuatu yang jamak dalam kehidupan hukum dan politik kita. Ada soal kepantasan dan etika yang secara strategi publik tidak tepat untuk dilakukan," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.