Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Kompas.com - 29/03/2024, 05:46 WIB
Vitorio Mantalean,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

Dalam pemaparannya, Annisa banyak berfokus pada kewenangan MK memutus sengketa Pilpres 2024 secara luas di luar urusan perolehan suara, sedangkan Ragahdo banyak bicara soal temuan-temuan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengenai masalah pemungutan suara.

Baca juga: Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Henry mengeklaim bahwa unjuk giginya putra-putri mereka bukan hasil nepotisme, meski tak menjelaskan gamblang mengapa 2 anak mereka yang terpilih untuk maju ke podium dari 23 pengacara yang membubuhkan tanda tangan di dokumen permohonan sengketa Ganjar-Mahfud.

"Anak-anak kan juga bukan anak kemarin juga. Artinya mereka punya kualifikasi," sebut Henry ditemui Kompas.com selepas sidang.

"Mereka (bergelar) LLM (lex legibus magister, master hukum), mereka doktor, mereka kami bimbing, jadi bukan anak-anak karbit," ia menambahkan.

"Yang laki-laki anak saya, yang perempuan anaknya Maqdir," Henry membenarkan.

Ia mengaku bahwa tim hukum sengaja menampilkan para advokat muda itu untuk membacakan permohonan yang pada intinya meminta Prabowo-Gibran didiskualifikasi.

Baca juga: Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Henry mengaku tak gentar dengan profil para pengacara Prabowo-Gibran dalam sengketa ini, termasuk Yusril dan Otto.

"Sengaja kita tampilkan yang anak muda lah. Masa kami yang sudah tua-tua ini," kata dia.

Firma hukum keluarga

Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, memandang aneh dan mengaku tidak paham strategi apa yang hendak ditampilkan oleh tim kuasa hukum pemohon ataupun pihak terkait dengan mengerahkan anak-anak mereka ke podium.

"Keputusan tersebut dapat berdampak pada penilaian publik bahwa perselisihan hasil pilpres hendak dijadikan panggung bagi para kerabat untuk mendapatkan pengenalan dan pengakuan publik," kata Titi kepada Kompas.com, Kamis.

"Apakah ingin memperlihatkan bahwa dinasti sesuatu yang bisa diterima sepanjang melalui kaderisasi dan rekrutmen berbasis sistem merit? Ataukah ingin menyakinkan publik bahwa hubungan kekerabatan dalam profesi atau suatu jabatan adalah suatu yang biasa?" imbuhnya.

Baca juga: Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tersebut menegaskan, hubungan keluarga di balik pengistimewaan dan karpet merah menuju forum terhormat itu tak bisa diabaikan begitu saja.

Menurutnya, seolah-olah, sidang ini bukan hanya hendak dijadikan lahan bersengketa soal hasil pemilu, tetapi juga untuk menampilkannya dimensi pertarungan trah keluarga di profesi hukum.

"Bagi saya adalah cukup aneh ketika para tim kuasa hukum pasangan calon dan pihak terkait seolah diwakili oleh firma hukum keluarga. Padahal isu besar yang jadi narasi keberatan salah satunya soal nepotisme," sebut Titi.

"Tapi justru strategi kuasa hukum malah mendorong anggota keluarga advokat senior untuk tampil ke muka mewakili pihak yang berperkara," ia menambahkan.

Baca juga: Isi Tuntutan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud pada Sidang Sengketa Pilpres 2024 di MK

Titi melihatnya sebagai upaya yang kontraproduktif, terlebih jika Ganjar-Mahfud ingin menggugat soal nepotisme Jokowi pada Pilpres 2024, atau Prabowo-Gibran mau membantah adanya nepotisme yang dilancarkan eks Wali Kota Solo itu untuk memenangkan Gibran.

"Malah membuat politik keluarga jadi sesuatu yang jamak dalam kehidupan hukum dan politik kita. Ada soal kepantasan dan etika yang secara strategi publik tidak tepat untuk dilakukan," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com