Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tim Hukum Ganjar-Mahfud: Tak Butuh Negarawan jika Hakim MK Hanya Urusi Jumlah Suara

Kompas.com - 27/03/2024, 14:59 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Hukum vapres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, mendesak agar Mahkamah Konstitusi (MK) tidak terjebak dalam paradigma kuantitatif dalam memutuskan sengketa Pilpres 2024.

"Kami meminta Mahkamah Konstitusi untuk keluar dari praktik penyelesaian sengketa/perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden secara sempit yang hanya memeriksa perolehan dan perbedaan suara para calon presiden dan wakil presiden," sebut Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, dalam sidang perdana sengketa Pilpres 2024, Rabu (27/3/2024).

Pernyataan ini bahkan sengaja disampaikan Todung di awal pembacaan pokok permohonannya. Hal itu ia lakukan sebab persoalan ini dianggap sangat mendesak.

Baca juga: Sidang MK, Kuasa Hukum Ganjar-Mahfud Singgung Paman yang Muluskan Gibran Jadi Cawapres

"Jika Mahkamah Konstitusi hanya sekadar bertindak sebagai 'Mahkamah Kalkulator', tidaklah perlu negarawan yang sekaligus begawan hukum yang melakukannya. Cukup berikan kesalahan perhitungan kepada auditor saja," kata kuasa hukum lain, Annisa Ismail, di muka sidang.

Annisa menegaskan, pemilu bukan hanya diatur dalam UU Pemilu, melainkan juga UUD 1945. Di dalamnya, diatur beberapa asas dalam pelaksanaan pemilihan umum, yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

"Asas-asas inilah yang harus dijaga oleh Mahkamah Konstitusi tatkala memeriksa sengketa/perselisihan hasil pemilihan umum," ucap dia.

Baca juga: Mahfud: Kami Tahu Sungguh Berat bagi MK Tangani Sengketa Hasil Pemilu

Ia melanjutkan, jika MK berkeras hanya berwenang memeriksa hasil penghitungan suara yang memengaruhi terpilihnya pasangan calon, sama saja Mahkamah melegitimasi kecurangan dalam proses pemilu.

"Pesan yang akan diberikan adalah 'berbuat curanglah, securang-curangnya sehingga selisih suaranya begitu besar, niscaya Anda akan memenangkan pemilihan umum'," kata Annisa.

Sementara itu, Todung menegaskan bahwa Pilpres 2024 bukan pilpres biasa, tetapi dipenuhi oleh pelbagai pelanggaran pemilu yang seharusnya dilakukan secara "langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil" seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 22E UUD 1945.

Dengan demikian, MK dianggap tak bisa hanya menggunakan langgam kebijakan mereka selama ini yang tidak melihat keseluruhan integritas pemilu pada tahap pra-pencoblosan, pencoblosan, dan pasca-pencoblosan dalam memutuskan sengketa pilpres.

Baca juga: Sidang Sengketa Pilpres 2024, Mahfud Dorong MK Buat Landmark Decision

"Kalau Mahkamah Konstitusi tetap memeriksa persoalan sengketa/perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden sebatas perolehan dan perbedaan suara semata, maka Mahkamah Konstitusi dapat dikatakan telah melanggar Pasal 24C ayat (1) UUD 1945," kata Todung.

"Desain konstitusional kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan persoalan perselisihan hasil pemilihan umum, termasuk pemilihan umum presiden dan wakil presiden, adalah desain yang luas dan menyeluruh dalam artian memeriksa semua pelanggaran yang terjadi pada semua tahapan," jelas dia.

Dalam gugatannya ke MK, Ganjar-Mahfud meminta agar pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, didiskualifikasi.

Gibran dianggap tak memenuhi syarat administrasi sebab KPU RI memproses pencalonan Gibran menggunakan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023.

Baca juga: Sidang Sengketa Pilpres 2024, Mahfud Dorong MK Buat Landmark Decision

Dalam PKPU itu, syarat usia minimum masih menggunakan aturan lama sebelum putusan MK, yakni 40 tahun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com