JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareksrim Polri membongkar kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan sedikitnya 33 kampus.
Kampus-kampus itu bekerja sama dengan sebuah perusahaan untuk mengirim mahasiswa mereka ke Jerman lewat modus program magang Kampus Merdeka.
Namun, setibanya di Jerman, para mahasiswa justru diminta untuk bekerja kasar yang tak sesuai dengan jurusan mereka.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan, sudah ada 1.047 mahasiswa yang sudah menjadi korban.
Baca juga: 1.047 Mahasiswa jadi Korban TPPO Modus Magang ke Jerman, 33 Kampus Diduga Terlibat
PT SHB selaku perekrut mengeklaim programnya bagian dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).
PT SHB ini juga menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi yang dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU).
"Dalam MoU tersebut terdapat pernyataan yang menyampaikan bahwa ferien job (kerja kasar di Jerman) masuk ke dalam program MBKM serta menjanjikan program magang tersebut dapat dikonversikan ke 20 SKS" kata Djuhandhani dalam keterangannya, Rabu (20/3/2024).
Menurut Djuhandhani, hasil pendalaman pihak KBRI di Jerman mengungkapkan bahwa program ini dijalankan oleh 33 universitas di Indonesia.
"Total mahasiswa yang diberangkatkan sebanyak 1.047 mahasiswa yang terbagi di tiga agen tenaga kerja di Jerman," ucap dia.
Setibanya di Jerman, ribuan mahasiswa itu justru dipekerjakan layaknya buruh kasar.
Para mahasiswa ini direkrut secara nonprosedural sehingga mengakibatkan tenaga mereka tereksploitasi.
"Yang kenyataannya dipekerjakan layaknya buruh di negara Jerman," kata Djuhandhani.
Baca juga: Perempuan Rentan Jadi Korban TPPO, Dirjen Imigrasi Minta Pembuatan Paspor Lebih Ketat
Djuhandhani juga menegaskan, program perusahan PT SHB ini tidak termasuk dalam program MBKM Kemendikbud Ristek.
Program PT SHB tersebut, kata Djuhandhani, memang pernah di ajukan ke Kemendikbud Ristek, namun ditolak mengingat ada perbedaan kalender akademik di Indonesia dan Jerman.
"Mekanisme program pemagangan dari luar negeri yaitu melalui usulan dari KBRI atau kedubes negara terkait, selanjutnya jika dinilai bermanfaat dan sesuai dengan kebijakan yang ada di lingkungan Kemendikbud Ristek, maka akan diterbitkan surat endorsement bagi program tersebut," tambah dia.