Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Diusulkan Nakhodai Golkar, Sejumlah DPD Tetap Inginkan Airlangga

Kompas.com - 18/03/2024, 10:24 WIB
Achmad Nasrudin Yahya

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo diusulkan menjadi Ketua Umum Partai Golkar periode 2024-2029 dengan menggantikan kepemimpinan Airlangga Hartarto.

Usulan ini disuarakan oleh sejumlah kader Golkar yang menganggap Jokowi telah menjadi bagian dari Golkar karena pernah memimpin asosiasi pengusaha di bawah partai beringin pada masa Orde Baru.

Namun demikian, mencuatnya usulan ini tak serta-merta mendapat sambutan positif dari sejumlah kader di daerah karena mereka berkeinginan supaya Airlangga kembali melanjutkan tampuk kepemimpinannya.

Jokowi memenuhi kriteria

Usulan menjadikan Jokowi sebagai Ketua Umum Golkar berikutnya, salah satunya disampaikan anggota Dewan Pakar Partai Golkar Ridwan Hisjam.

Ridwan menilai Jokowi memenuhi kriteria untuk memimpin Golkar karena rekam jejaknya telah merepresentasikan ideologi karya kekaryaan yang diterapkan Golkar.

Hal itu setidaknya terlihat dari penamaan Kabinet Kerja pada periode pertama kepemimpinan Jokowi. Terlebih, Jokowi juga menempatkan sejumlah kader Golkar sebagai menteri koordinator di periode kedua pemerintahannya.

Keduanya yakni Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang merupakan Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang tak lain Ketua Umum Partai Golkar.

Baca juga: Pemilu 2024, Golkar, Nasdem, dan Demokrat 3 Besar di Sulawesi Tengah

Tak hanya dua nama itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto juga disebut sebagai kader Golkar dari unsur ABRI di era Orde Baru.

Lalu ada Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy yang juga pernah menjadi pengurus Golkar Kota Malang pada masa Orde Baru.

"Saya mengusulkan Pak Jokowi menjadi calon ketua umum Partai Golkar. Apakah dia bersedia? Ya, kembali ke Pak Jokowi," ujar Ridwan, Minggu (17/3/2024), dikutip dari Kompas.id.

Ridwa menyadari bahwa usulan ini rentan bertentangan dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar.

Dalam aturannya, AD/ART Golkar mengatur syarat menjadi ketua umum di antaranya pernah menjadi pengurus Golkar tingkat pusat atau organisasi pendiri atau yang didirikan Golkar setidaknya satu periode dan didukung minimal 30 persen pemilik suara.

Meski demikian, Ridwan menilai AD/ART tak bisa dilihat secara tekstual semata, namun juga harus diintepretasikan sesuai dengan sejarah Golkar secara komprehensif.

Baca juga: Hasil Rekapitulasi, PDI-P Unggul di Maluku Utara, Disusul Golkar dan PKS

Golkar dianggap bukan sekadar partai politik yang dideklarasikan pada 1999, tetapi juga organisasi yang dideklarasikan pada 1971, dan sekretaris bersama yang dibentuk pada 1964.

Dengan begitu, orang-orang yang pernah menjadi bagian dari Golkar dalam setiap periode itu bisa dianggap sebagai kader Golkar.

Halaman:


Terkini Lainnya

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com