Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Suherman
Analis Data Ilmiah BRIN

Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat ASEAN, Peraih medali emas CONSAL Award

Demokrasi Tanpa Budaya Literasi

Kompas.com - 15/03/2024, 14:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA Pemilu 2024, saya mengamati langsung ritual “pesta demokrasi” untuk memilih anggota legislatif dan presiden.

Sungguh sangat memilukan, yang pada mulanya demokrasi bercita-cita memuliakan kedaulatan rakyat, ternyata malah menjadi ajang pembantaian kedaulatan rakyat.

Rakyat bagaikan kawanan ternak yang digiring, dengan diiming-iming uang dan sembako, menuju bilik suara yang tidak lain tempat penjagalan kedaulatan mereka.

Kesan ketidakmengertian, ketidakpedulian, dan keputusasaan terbersit dari wajah-wajah para pemilih. Mungkin saking seringnya dibohongi oleh para kandidat melalui rekayasa pencitraan, maka kepercayaan dan simpati sudah tidak berbekas lagi dalam diri pemilih.

Sikap pragmatis atau politik transaksional merupakan pilihan terakhir bagi masyarakat.

Menjelang hari “H” pencoblosan, media massa ramai memberitakan bahwa banyak bank yang kehabisan uang receh karena ditukar oleh para kandidat untuk melakukan “serangan fajar”.

Para pakar menyebut demokrasi di Indonesia dengan beberapa sebutan, di antaranya “demokrasi simbolis”, “demokrasi prosedural”, “demokrasi fashion”. Rizal Ramli bahkan menyebutnya dengan “demokrasi kriminal” karena menggunakan demokrasi untuk tujuan mencuri atau korupsi.

Demokrasi hanya dipakai menipu masyarakat demi melanggengkan nafsu serakah berkuasa atau mengeruk keuntungan sebesar-besarnya untuk kepentingan pribadi atau golongan.

Dalam sejarah awal demokrasi di Indonesia, Mohammad Hatta menyebut demokrasi yang diterapkan di Indonesia dengan istilah “demokrasi-demokrasian” alias demokrasi palsu, hanya sebagai topeng belaka.

Keraguan akan berhasilnya penerapan demokrasi di Indonesia sejak jauh hari dikemukakan oleh pihak kolonial Belanda.

Mereka tak pernah membayangkan lembaga legislatif (Volksraad) yang berisi mayoritas orang Indonesia akan menjadi lembaga efektif oleh kalangan politisi di Belanda.

Mereka mengatakan “kadar otonomi sebesar itu dianggap terlalu dini, dengan mempertimbangkan berbagai hal dan yang paling penting adalah dengan melihat kenyataan bahwa pada waktu itu 97 persen penduduk masih buta huruf”. (Ricklefs, 2012).

Untuk itu tidak heran apabla R.E. Elson dalam bukunya "The Idea of Indonesia" menyimpulkan bahwa sejak awal gagasan penerapan demokrasi di Indonesia mempunyai akar yang lemah, dangkal, dan kacau yang bersumber pada rendahnya pendidikan masyarakat pada waktu itu.

Sampai hari ini demokrasi di Indonesia masih berada pada taraf wacana dan retorika, belum menjadi falsafah dan pendekatan dalam pembangunan politik.

Syarat utama berjalannya demokrasi adalah partisipasi masyarakat yang akan terjadi manakala masyarakat telah mendapatkan pengetahuan memadai.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com