Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Suherman
Analis Data Ilmiah BRIN

Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat ASEAN, Peraih medali emas CONSAL Award

Demokrasi Tanpa Budaya Literasi

Kompas.com - 15/03/2024, 14:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Tidak ada demokrasi tanpa keinsafan politik dari masyarakat," kata Hatta dalam bukunya Demokrasi Kita.

Dalam buku yang sama, Hatta pun mengatakan, “demokrasi yang tidak kenal batas kemerdekaannya, lupa syarat hidupnya, dan melulu menjadi anarki lambat laun akan digatikan oleh diktator.”

Pendidikan politik pernah dilakukan pada zaman pra-kemerdekaan yang dilakukan oleh berbagai partai politik yang muncul pada waktu itu seperti PNI, Partindo, dan lain-lain sebagaimana dikisahkan oleh Ali Sastroamidjoyo dalam bukunya Tonggak-Tonggak di Perjalananku.

Pada waktu itu, partai politik berlomba menyadarkan masyarakat tentang pentingnya terlibat dalam bidang politik yang saat itu terfokus pada upaya meraih kemerdekaan Indonesia.

Jangan dikira pada waktu itu seluruh masyarakat sepakat tentang ide kemerdekaan Indonesia, malah terhadap kata “Indonesia” masih banyak masyarakat yang tidak mengerti, maka kewajiban partai politiklah untuk mendidik rakyat pada waktu itu.

Setelah Indonesia merdeka sampai saat ini pendidikan politik ditinggalkan oleh partai politik dan juga institusi politik lainnya.

Akibatnya adalah masyarakat jadi tuna kesadaran politik dan keadaan ini dimanfaatkan oleh para aktor untuk menjalankan politik praktis sebagai jalan pintas untuk meraih kekuasaan.

Praktik demokrasi yang berlangsung di Indonesia masih bersifat formalitas dan seremonial berupa penyelenggaran Pemilu secara reguler. Demokrasi yang sehat sejatinya bermakna penumbuhan kepercayaan masyarakat terhadap pejabat pemerintah yang mereka pilih.

Kenyataannya, modal politik itu masih sangat rendah, bila kita perhatikan goncangan politik yang masih kerap terjadi pascapemilu atau pilkada.

Rakyat merasa para elite pemerintahan lebih sibuk memperjuangkan kepentingan diri sendiri atau golongan daripada memedulikan kepentingan umum.

Suara rakyat hanya dihargai setiap lima tahun sekali, itupun dengan nilai yang sangat murah. Akibatnya mereka tak punya hak kontrol yang efektif dan daya tawar lemah.

Kondisi yang sama juga terlihat keterwakilan angota parlemen, karena kepentingan yang mereka teriakan dan perjungkan ternyata jauh dari kebutuhan masyarakat.

Pejabat eksekutif dan anggota legislatif seperti mengidap penyakit autis secara kolektif, dan politik dikendalikan oleh orang-rang yang mengidap psikopat.

Dalam tataran elite, maraknya fenomena koalisi politik yang labil menandai saling percaya yang rendah di antara kekuatan politik yang berpengaruh.

Koalisi dan kerja sama politik lebih dimaksudkan meraih posisi pribadi ketimbang mengembangkan sistem yang kokoh demi pelayanan prima terhadap masyarakat.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com