Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nonton Film Eksil, Mahfud Ingatkan Tragedi Kemanusiaan 65 Tak Boleh Terulang

Kompas.com - 14/03/2024, 19:16 WIB
Ardito Ramadhan,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud MD menyatakan, tragedi kemanusiaan seperti yang terjadi pada tahun 1965-1966 tidak boleh lagi terjadi karena menciptakan diskriminasi di antara masyarakat Indonesia.

Hal ini disampaikan Mahfud seusai menyaksikan Eksil, film dokumenter yang memotret kehidupan warga Indonesia yang terjebak di luar negeri dan tidak bisa pulang ke Tanah Air karena dituduh terafilisiasi Partai Komunis Indonesia (PKI).

"Era Reformasi telah membuka kepada kita demokratisasi. Oleh sebab itu, saya kira tugas kita ke depan sebagai bangsa, mari jangan sampai terjadi (persoalan) kemanusiaan seperti ini, ini residunya masih banyak sampai sekarang," kata Mahfud di Blok M Plaza, Jakarta, Kamis (14/3/2024).

Baca juga: TPN Ganjar-Mahfud Siapkan Saksi dan Ahli untuk Sidang Hasil Pilpres di MK, Termasuk Kapolda

Mahfud menuturkan, peristiwa Gerakan 30 September pada 1965 telah menciptakan praktik diskriminatif terhadap warga yang dianggap terafiliasi dengan PKI.

Ia mencontohkan, di dalam negeri, banyak orang yang dibuang ke Pulau Buru karena dituduh terafiliasi dengan PKI. Selain itu, banyak juga yang sulit bersekolah dan mendapatkan pekerjaan karena alasan yang sama.

"Jadi orang dulu dikaitkan dengan familinya PKI, bapaknya PKI, saudaranya PKI, mau sekolah enggak bisa, cari kerja selalu diisolasi, minta surat keterangan, itu selama 32 tahun Orde Baru," ujar Mahfud.

Baca juga: Respons Polri soal TPN Ganjar-Mahfud Akan Datangkan Kapolda di Sidang MK

Diskriminasi serupa juga dialami oleh warga Indonesia yang sedang mengenyam pendidikan di luar negeri dan dituduh terafiliasi dengan PKI.

Mahfud menyebutkan, paspor mereka tiba-tiba diambil dan mereka juga diharuskan membuat pernyataan mengutuk Presiden Sukarno, jika tidak mereka bakal dilarang untuk kembali ke Indonesia.

Padahal, mereka yang bersekolah di luar negeri itu tidak tahu menahu dengan G30S di Indonesia yang disebut-sebut digerakkan oleh PKI.

Situasi tersebut mulai berubah ketika Orde Baru runtuh, pemerintah Indonesia pun pelan-pelan mulai menghapus kebijakan-kebijakan yang diskrminatif terhadap warganya sendiri itu.

Baca juga: Saksi Ganjar-Mahfud Tolak Tanda Tangani Rekapitulasi Se-Jatim, kecuali di Bangkalan

"Mulai Pak Habibie sudah dimulai penghapusan itu yaitu dengan, menghapus tim screening, kemudian sesudah itu di dalam negeri Mahkamah Konstitusi memutus tidak boleh ada diskriminasi terhadap mantan anggota PKI, apalagi keluarganya," kata mantan Menko Polhukam itu.

Oleh karena itu, mereka yang dahulu dituduh terafiliasi dengan PKI pun kini sudah memiliki hak-hak yang sama seperti warga negara lainnya, termasuk dapat mencalonkan diri sebagai anggota DPR dan menjadi direktur di perusahaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com