Ini yang menyebabkan jumlah pengguna surat suara tetap berjumlah 187 meski Sukuk tiada.
Padahal, UU Pemilu melarang hal itu dan mengatur sanksi pidana berupa penjara maksimum 1,5 tahun dan denda Rp 18 juta bagi pelakunya.
Baca juga: Hasto PDI-P: Ada Kekuatan Besar di Belakang KPU yang Gunakan Sirekap
Namun, Herwyn juga menyebut bahwa siapa orang yang menggunakan hak pilih Sukuk tak terlacak.
Hasyim terus mencecar KPU Kalimantan Barat karena bagaimana pun, daftar pemilih dan daftar hadir adalah tanggung jawab KPU.
"Bagaimana pembuktiannya? Kalau ada orang tidak berhak kan kena pidana itu," ucapnya.
Perdebatan kemudian bergeser soal keabsahan pemungutan suara di TPS 002 Desa Nanga Tekungai itu, karena adanya pemilih ilegal.
Ada beberapa opsi yang seharusnya diambil ketika itu, salah satu yang paling masuk akal adalah menggelar pemungutan suara ulang (PSU) demi menjaga kemurnian suara di TPS itu.
Namun, Herwyn menjelaskan, opsi PSU terpaksa tak dapat dilakukan.
Pasalnya, laporan ke Bawaslu Sintang soal kasus ini melampaui tenggat PSU sesuai UU Pemilu (10 hari).
Sementara itu, laporan baru diterima Bawaslu Sintang 12 hari setelah pencoblosan, yaitu 26 Februari 2024, tepat ketika akta kematian Sukuk terbit.
Saksi PDI-P semakin kritis. Putu Bravo tak mengamini begitu saja klaim Bawaslu bahwa pemilih ilegal yang mengatasnamakan almarhum Sukuk tak terlacak.
Menurutnya, jajaran penyelenggara pemilu bertanggung jawab atas kejanggalan ini.
Pasalnya, dalam persidangan di Bawaslu Sintang, pihak KPPS mengaku memberikan undangan mencoblos (formulir model C.Pemberitahuan) ke alamat Sukuk dan diterima.
"Kan tinggal dilacak itu diterima oleh siapa," ucap Bravo.
Hasyim Asy'ari selaku Ketua KPU RI mengamini logika tersebut. Sebab, siapa pun yang datang ke TPS harus membawa kartu identitas dan undangan mencoblos agar dapat menggunakan hak pilihnya. Ia terus mencecar KPU Kalimantan Barat yang tak kunjung memberi jawaban tegas dan tampak ragu.
"KPU (Kalimantan Barat) gimana? Faktanya dalam persidangan, di dalam putusan itu, ini menurut kesaksian KPPS, ada orangnya atas nama itu (Sukuk), bawa KTP dan bawa surat pemberitahuan, tapi atas nama itu sesungguhnya sudah meninggal," bebernya.
"Kalau ragu kan berarti enggak tahu, nih," sentil Hasyim.
Semua pemilih coblos satu caleg Demokrat
Kejanggalan tak berhenti soal mendiang Sukuk. Ketika masuk penghitungan suara caleg DPR RI dapil Kalimantan Barat II, 187 pemilih di TPS 002 Desa Nanga Tekungai kembali dipersoalkan.
Saksi PDI-P Putu Bravo menemukan bahwa Partai Demokrat mendapatkan 187 suara, persis jumlah pemilih di dalam DPT dengan mendiang Sukuk di dalamnya.
"Di TPS yang ada satu orang meninggal ikut mencoblos, ada 187 pemilih, dan 187-187-nya mencoblos Demokrat," ujar dia.
Hasyim Asy'ari kemudian memerintahkan operator menampilkan formulir model D.Hasil rekapitulasi di tingkat Kecamatan Serawai. Ia dan seluruh saksi partai politik memelototi perolehan suara setiap partai politik.
Partai politik dari nomor urut 1 hingga 13 mencatat nol suara. Masuk ke Partai Demokrat di nomor urut 14, sesuai pernyataan Bravo, total ada 187 suara.