Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

48 Organisasi Ajukan Somasi ke Jokowi Soal Dugaan Pelanggaran Pemilu 2024

Kompas.com - 07/03/2024, 16:09 WIB
Fika Nurul Ulya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 48 organisasi masyarakat sipil melayangkan somasi kepada Presiden Joko Widodo terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024.

Somasi itu dilayangkan langsung oleh Koordinator Kontras Dimas Bagus Arya di Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Jakarta Pusat, Kamis (7/3/2024). Ini menjadi somasi kedua usai Presiden Joko Widodo tidak menanggapi somasi pertama yang dilayangkan pada 9 Februari 2024.

"Somasi kedua ini intinya kami menggarisbawahi apakah presiden masih punya itikad dan punya etika dalam melangsungkan etika kepemimpinan, etika moral, bangsa, dan bernegara?" kata Dimas, Kamis.

Dimas menuturkan, ada tiga poin yang disampaikan 48 organisasi dalam somasi tersebut.

Baca juga: Masyarakat Sipil Somasi Jokowi, Desak Minta Maaf atas Tindakan Tak Beretika

Pertama, soal dugaan kecurangan proses pemilihan umum (Pemilu) yang ditemukan, mulai dari kecurangan pra Pemilu yang dinilai berisi cawe-cawe kepala negara, hingga pernyataan Jokowi yang menyebut bahwa presiden boleh memihak.

Pihaknya mengaku menemukan bukti kecurangan lain yang melibatkan para menteri.

"Kami menemukan kembali jajaran-jajaran menteri aktif itu juga turut terlibat dalam sejumlah agenda kampanye tanpa ada semacam informasi publik soal apakah yang bersangkutan cuti. Dan apakah yang bersangkutan menggunakan fasilitas negara atau tidak," ucap Dimas.

Kedua, soal peran Jokowi dalam mencegah pola kepemimpinan yang bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme. Mereka merujuk UU Nomor 28 Tahun 1999 yang berkaitan dengan pelaksanaan negara yang bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme.

Baca juga: Kubu Anies-Muhaimin Layangkan Somasi ke KPU karena Ada Pendukung Paslon Lain yang Mengumpat Anies

"Pelaksanaan pemerintah harus bebas dari segala macam urusan yang bersangkutan dengan keluarga maupun kepentingan-kepentingan yang berkaitan dengan relasi, kerabat, dan lain sebagainya. Nah ini kami lihat sebagai salah satu hal yang terjadi dan pada akhirnya menciptakan bentuk-bentuk keresahan di masyarakat," ujarnya.

Ketiga, pihaknya menyoroti perilaku Jokowi yang tidak mampu mengontrol penyelenggara Pemilu, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Kontras mencatat, setidaknya ada empat dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Ketua Komisioner KPU, Hasyim Asyari. Pelanggaran itu, kata Dimas, harusnya bisa direspon oleh pihak Istana.

"Terutama Pak Presiden melakukan pemberhentian terhadap yang bersangkutan, karena terbukti tidak kompeten dan tidak kapabel untuk melaksanakan tanggung jawab dan fungsinya," jelas Dimas.

Baca juga: Cak Imin Dukung Gerakan Somasi ke Bawaslu

Para aktivis memberikan Jokowi waktu tujuh hari untuk merespon somasi tersebut.

Tercatat, ada beberapa poin yang diminta aktivis untuk Jokowi lakukan, yaitu meminta maaf kepada publik; memanggil dan menegur para menteri aktif yang terlibat rangkaian kampanye; serta memberhentikan ketua Bawaslu dan KPU.

"Kami rasa somasi ini nantinya akan bermuara terhadap aspek hukum, atau perlawanan melalui jalur hukum," jelas Dimas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com