Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deputi KPK: Anggaran Bangun Jembatan Rp 2 M, Setengahnya Habis untuk Margin, Suap, dan PPN

Kompas.com - 06/03/2024, 21:30 WIB
Syakirun Ni'am,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Pelaksana Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Pahala Nainggolan menyebut pemerintah menggelontorkan anggaran Rp 2 miliar untuk membangun satu jembatan meskipun sebenarnya cukup Rp 1 miliar.

Pernyataan itu Pahala sampaikan ketika mencontohkan praktik korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah, khususnya konstruksi.

“Kalau sudah yang namanya kontraktor sudah hampir enggak ada yang enggak ngasih apa-apa (ke pemerintah terkait),” kata Pahala dalam Rapat Koordinasi Nasional dan Peluncuran aplikasi e Audit di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (6/3/2024).

Baca juga: KPK Sebut Bagi-bagi Fee Proyek Pemerintah 5-15 Persen Sudah Lazim

Deputi Pencegahan KPK ini mengaku pernah berdialog dengan asosiasi penyedia jasa konstruksi. Mereka menyatakan menetapkan margin (selisih antara biaya produksi dan jual) sebesar 15 persen dari nilai kontrak.

Kontraktor menyatakan margin tersebut tidak boleh kurang mengingat pertimbangan bisnis.

Di luar keuntungan pokok 15 persen itu, kata Pahala, ternyata para kontraktor juga kerap harus mengalokasikan nilai 15 persen untuk mengurus suap.

Jika mereka harus mengurus perencanaan dari awal dan mesti hilir mudik ke Jakarta maka mereka harus menetapkan nilai suap 20 persen dari kontrak.

“Jadilah 35 persen (nilai kontrak) sudah habis itu nilai buat hahohaho (suap)-nya,” ujar Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK itu sembari berkelakar.

Baca juga: Deputi Pencegahan KPK: Banyak Masyarakat Mengeluhkan Bea Cukai

Di luar itu, mereka juga mengalokasikan pajak atau PPN sebesar 10 persen. Kemudian, mereka juga harus mengalokasikan fee pencairan anggaran sebesar 5 persen.

Dengan demikian, dari nilai kontrak proyek konstruksi, sebanyak 50 persen di antaranya habis untuk keuntungan perusahaan, suap, dan PPN.

Pahala lantas mencontohkan biaya pembangunan yang sebenarnya hanya membutuhkan Rp 1 miliar membengkak menjadi Rp 2 miliar.

“Kalau negara ini benar di anggaran Rp 2 miliar jembatannya jadi dua, bukan jadi satu,” tutur Pahala.

“Tapi sekarang jadi satu, makanya lelet kita ngebangunnya karena untuk bikin apa saja dua kali lipat. Kecuali kue rapat karena harganya bisa dicek,” lanjutnya.

Baca juga: Kata Ganjar soal Dirinya Dilaporkan IPW ke KPK Terkait Gratifikasi

Meski demikian, kata Pahala, saat ini terdapat kabar baik dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Sebab, kementerian yang dipimpin Basuki Hadimuljono sedang membangun database harga konstruksi. Mereka tengah mengembangkan sistem bernama Si Pasti.

Nantinya, sistem digital itu akan menetapkan harga perhitungan sendiri (HPS) dalam pengadaan barang dan jasa di sektor konstruksi.

Jika terdapat pejabat pemerintah dan vendor yang menetapkan HPS di atas standar Kementerian PUPR akan terdeteksi di sistem audit digital tersebut.

Saat ini, sistem itu sedang diterapkan Kementerian PUPR di balai-balai mereka di tingkat provinsi.

“Memang harga pasir kalau dijual ke PUPR beda apa dengan dijual ke Pemda? Ya harus sama. Itu dasar pikirannya,” tutur Pahala.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com