Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hamid Awaludin

Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia.

Utak-atik Politik ala Jokowi

Kompas.com - 03/03/2024, 10:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JOKOWI memang luar biasa. Jago di atas para jagoan. Amat cerdik. Semua ini berkaitan dengan satu hal: melakukan utak atik politik untuk kekuasaan.

Banyak yang terlipat. Sebagian besar ditekuk. Sebagian lagi ditaklukkan. Luar biasa hebatnya. Jokowi adalah grand master untuk pengaduk-adukan demi tahta kuasa.

Tatkala putranya, Gibran Rakabuming Raka belum memiliki kejelasan tentang kendaraan apa yang hendak digunakan untuk menjadi Cawapres, berhembus agenda pengambil-alihan Partai Golkar melalui mekanisme Munaslub, melengserkan Airlangga Hartarto.

Sejumlah nama orang terdekat Jokowi disebut-sebut bakal mengganti Airlangga.

Ketika itu, desain politik sangat jelas. Partai Golkar akan menjadi kendaraan Gibran memasuki gelanggang.

Niat dan keinginan ini kandas di tengah jalan. Para sesepuh Partai Golkar tidak setuju adanya Munaslub. Begitu juga para kader partai ini, menolak Munaslub.

Akibatnya, mimpi indah Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto untuk maju menjadi calon presiden atau wakil presiden, terpaksa diurungkan. Jokowi punya kehendak lain.

Gibran sudah berpasangan dengan Prabowo dan kemungkinan menang satu putaran dalam Pilpres 2024. Puaskah Jokowi dengan pencapaian yang maha spektakuler ini?

Kini, sebagaimana yang dilansir berbagai media, termasuk media elektronik, berhembus lagi berita bahwa Jokowi akan mengambil Partai Golkar sebelum ia lengser.

Aneksasi partai milik orang bisa dilakukan dengan pelbagai siasat, misalnya, Jokowi sendiri menjadi ketua umum, ataukah menaruh bonekanya yang sangat loyal pada dirinya.

Wakil Presiden RI ke 10 dan 12, yang juga mantan Ketua Umum Partai Golkar, M. Jusuf Kalla, ikut angkat bicara mengenai keinginan Jokowi tersebut.

Bila Jokowi mau mengambil-alih Partai Golkar, maka tentu saja Anggara Dasar/Anggaran Rumah Tangga partai harus diubah dulu sebelum agenda pemilihan ketua umum dilakukan.

Masalahnya, AD/ART partai ini mensyaratkan minimal lima tahun dulu menjadi pengurus, baru bisa ikut pemilihan ketua umum.

Persyaratan minimal inilah yang mengandaskan mimpi indah Moeldoko menjadi ketua umum Partai Golkar, beberapa tahun silam.

Lantas, apa motif Jokowi untuk mengambil atau menguasai Partai Golkar? Bukankah anaknya, Gibran Rakabuming Raka, sudah menikmati hasil dari tahta kuasa ayahnya?

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra: Jangan Harap Kekuasaan Prabowo Jadi Bunker Buat Mereka yang Mau Berbuat Buruk

Gerindra: Jangan Harap Kekuasaan Prabowo Jadi Bunker Buat Mereka yang Mau Berbuat Buruk

Nasional
Ogah Jawab Wartawan Soal Kasus TPPU, Windy Idol: Nyanyi Saja Boleh Enggak?

Ogah Jawab Wartawan Soal Kasus TPPU, Windy Idol: Nyanyi Saja Boleh Enggak?

Nasional
Prabowo Janji Rekam Jejak di Militer Tak Jadi Hambatan saat Memerintah

Prabowo Janji Rekam Jejak di Militer Tak Jadi Hambatan saat Memerintah

Nasional
Laksma TNI Effendy Maruapey Dilantik Jadi Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung

Laksma TNI Effendy Maruapey Dilantik Jadi Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung

Nasional
Prabowo Klaim Bakal Tepati Janji Kampanye dan Tak Risau Dikritik

Prabowo Klaim Bakal Tepati Janji Kampanye dan Tak Risau Dikritik

Nasional
Pengacara Gus Muhdlor Sebut Akan Kembali Ajukan Gugatan Praperadilan Usai Mencabut

Pengacara Gus Muhdlor Sebut Akan Kembali Ajukan Gugatan Praperadilan Usai Mencabut

Nasional
Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Nasional
Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Nasional
BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

Nasional
Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Nasional
PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

Nasional
Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Nasional
Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Nasional
Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Nasional
Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com