Salin Artikel

Utak-atik Politik ala Jokowi

Banyak yang terlipat. Sebagian besar ditekuk. Sebagian lagi ditaklukkan. Luar biasa hebatnya. Jokowi adalah grand master untuk pengaduk-adukan demi tahta kuasa.

Tatkala putranya, Gibran Rakabuming Raka belum memiliki kejelasan tentang kendaraan apa yang hendak digunakan untuk menjadi Cawapres, berhembus agenda pengambil-alihan Partai Golkar melalui mekanisme Munaslub, melengserkan Airlangga Hartarto.

Sejumlah nama orang terdekat Jokowi disebut-sebut bakal mengganti Airlangga.

Ketika itu, desain politik sangat jelas. Partai Golkar akan menjadi kendaraan Gibran memasuki gelanggang.

Niat dan keinginan ini kandas di tengah jalan. Para sesepuh Partai Golkar tidak setuju adanya Munaslub. Begitu juga para kader partai ini, menolak Munaslub.

Akibatnya, mimpi indah Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto untuk maju menjadi calon presiden atau wakil presiden, terpaksa diurungkan. Jokowi punya kehendak lain.

Gibran sudah berpasangan dengan Prabowo dan kemungkinan menang satu putaran dalam Pilpres 2024. Puaskah Jokowi dengan pencapaian yang maha spektakuler ini?

Kini, sebagaimana yang dilansir berbagai media, termasuk media elektronik, berhembus lagi berita bahwa Jokowi akan mengambil Partai Golkar sebelum ia lengser.

Aneksasi partai milik orang bisa dilakukan dengan pelbagai siasat, misalnya, Jokowi sendiri menjadi ketua umum, ataukah menaruh bonekanya yang sangat loyal pada dirinya.

Wakil Presiden RI ke 10 dan 12, yang juga mantan Ketua Umum Partai Golkar, M. Jusuf Kalla, ikut angkat bicara mengenai keinginan Jokowi tersebut.

Bila Jokowi mau mengambil-alih Partai Golkar, maka tentu saja Anggara Dasar/Anggaran Rumah Tangga partai harus diubah dulu sebelum agenda pemilihan ketua umum dilakukan.

Masalahnya, AD/ART partai ini mensyaratkan minimal lima tahun dulu menjadi pengurus, baru bisa ikut pemilihan ketua umum.

Persyaratan minimal inilah yang mengandaskan mimpi indah Moeldoko menjadi ketua umum Partai Golkar, beberapa tahun silam.

Lantas, apa motif Jokowi untuk mengambil atau menguasai Partai Golkar? Bukankah anaknya, Gibran Rakabuming Raka, sudah menikmati hasil dari tahta kuasa ayahnya?

Ini menyangkut kalkulasi ke depan. Jokowi amat sadar bahwa dunia politik, sebagai mana pengalaman empirik selama ini, adalah dunia yang padat dengan intrik dan intimidasi.

Sesak dengan akal-akalan. Berlimpah dengan pola sikut menyikut dan segala bentuk kecurangan lainnya. Tidak ada kepastian. Semuanya bisa jadi samar dan saru.

Jokowi tahu betul betapa rentan posisi diri dan keluarganya kelak, ketika ia tidak lagi jadi presiden. Putra dan dirinya tidak memiliki partai yang menopang. Ia dan putranya bisa saja dioleng dan dihempaskan secara politik.

Karena itu, Jokowi sangat membutuhkan partai yang menjadi benteng pertahanan diri dan dinastinya kelak. Malah, ia membutuhkan partai untuk jadi kendaraan mencapai tujuan-tujuan lain di masa depan.

Lalu, ada yang berpandangan bahwa Gibran hanya Wakil Presiden, cukup duduk manis saja, tak ada risiko. Toh Budiono dan Kiai Ma’ruf Amin menjadi Wapres tanpa partai.

Perbandingan ini cenderung sewenang-wenang. Kualitas individu Budiono dan Kiai Ma’ruf, tidak bisa dibandingkan dengan Gibran.

Budiono adalah seorang guru besar, pakar ekonomi yang mumpuni dan bertengger di pentas nasional cukup lama, sebelum jadi Wapres.

Reputasi dan posisi Pak Kiai Ma’ruf Amin dalam pentas nasional, juga sangat terhormat. Status keulamaannya tak pernah disoal, apalagi digugat.

Ia memiliki basis organisasi sosial keagamaan yang sangat mendukung, yakni Nahdlatul Ulama (NU). Ia pernah memimpin Majelis Ulama. Pak Kiai Ma’ruf Amin juga berlatar belakang sebagai orang partai.

Saya yakin, keinginan Jokowi untuk mengambil Partai Golkar sebelum dirinya lengser, dan sebelum pembentukan kabinet baru kelak, adalah ikhtiarnya untuk membangun otot sahwat kekuasaan agar ia memiliki leverage atau posisi bargain yang kuat guna melakukan transaksi dan barter kekuasaan kelak.

Lalu, kita pun diberi peluang untuk menebak-nebak, jangan-jangan kenaikan pangkat Prabowo Subianto menjadi jenderal penuh, adalah bagian dari perencanaan barter kuasa tersebut? Wallahu Alam Bissawab.

Bila skenario ini memang benar adanya di kemudian hari, maka dengan mudah kita membenarkan asumsi bahwa ada keterkaitan antara kenaikan perolehan suara Partai Golkar pada pemilu kali ini, dengan keinginan Jokowi mengambil partai tersebut.

Asumsi ini lahir dengan fakta statistik, bahwa partai-partai politik lain yang mapan, cenderung stagnan, malah ada yang menurun, seperti PDI-P.

Lalu, di saat yang sama, Partai Golkar mendulang kenaikan presentase perolehan suara yang sangat mengagetkan.

Masalahnya, prediksi banyak orang sebelum pemilu diselenggarakan, perolehan suara partai beringin ini, akan mengalami kemerosotan karena kepemimpinan Airlangga Hartarto dinilai kurang memperhatikan para kader dan pengurus di daerah-daerah.

Banyak yang menilai, gaya kepemimpinan Airlangga Hartarto selama ini, tidak mampu memberi motivasi kepada para kader dalam perjuangan memenangkan partai.

Dengan fakta tersebut, memang tidak mengherankan tentang kecurigaan bahwa peran Jokowi dalam mendongkrak perolehan suara Partai Golkar dalam pemilu lalu, sangat signifikan.

Di saat yang berbarengan, PDI-P, institusi politik yang membesarkan Jokowi, tergembosi secara sistematis di basis-basis tradisionalnya.

Keterpurukan suara PDI-P tersebut berbanding terbalik dengan perolehan suara pasangan Paslon 2, yang di dalamnya terdapat putra Jokowi.

Bagaimana dengan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI)?

Kini PSI memang masih belum masuk partai yang memenuhi ambang batas 4 persen untuk lolos ke Senayan. Namun, beberapa puluh jam belakangan ini, partai yang dipimpin oleh putra Jokowi, Kaesang Pangarep, secara mengejutkan mengumpul suara secara signifikan.

Jangan-jangan fenomena kenaikan suara Partai Golkar, berada dalam satu tarikan ikhtiar politik yang mengundang sejumlah tanya, dengan kenaikan suara PSI tersebut.

https://nasional.kompas.com/read/2024/03/03/10242911/utak-atik-politik-ala-jokowi

Terkini Lainnya

Tanggal 16 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 16 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pedangdut Nayunda Nabila Irit Bicara Usai Diperiksa Jadi Saksi TPPU SYL

Pedangdut Nayunda Nabila Irit Bicara Usai Diperiksa Jadi Saksi TPPU SYL

Nasional
KSP Ungkap 9 Nama Pansel Capim KPK Harus Sudah di Meja Setneg Akhir Mei, Juni Bekerja

KSP Ungkap 9 Nama Pansel Capim KPK Harus Sudah di Meja Setneg Akhir Mei, Juni Bekerja

Nasional
Uang Kuliah Mahal, Pengamat: Kebijakan Pemerintah Bikin Kampus Jadi Lahan Bisnis

Uang Kuliah Mahal, Pengamat: Kebijakan Pemerintah Bikin Kampus Jadi Lahan Bisnis

Nasional
Pansel Capim KPK Didominasi Unsur Pemerintah, KSP Beralasan Kejar Waktu

Pansel Capim KPK Didominasi Unsur Pemerintah, KSP Beralasan Kejar Waktu

Nasional
BNBP: Sumatera Barat Masih Berpotensi Diguyur Hujan Lebat hingga 20 Mei 2024

BNBP: Sumatera Barat Masih Berpotensi Diguyur Hujan Lebat hingga 20 Mei 2024

Nasional
Alexander Sarankan Capim KPK dari Polri dan Kejaksaan Sudah Pensiun

Alexander Sarankan Capim KPK dari Polri dan Kejaksaan Sudah Pensiun

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Nasional
Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Nasional
Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Nasional
Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
BNPB Minta Warga Sumbar Melapor Jika Anggota Keluarga Hilang 3 Hari Terakhir

BNPB Minta Warga Sumbar Melapor Jika Anggota Keluarga Hilang 3 Hari Terakhir

Nasional
Nurul Ghufron Akan Hadiri Sidang Etik di Dewas KPK Besok

Nurul Ghufron Akan Hadiri Sidang Etik di Dewas KPK Besok

Nasional
LHKPN Dinilai Tak Wajar, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Dicopot dari Jabatannya

LHKPN Dinilai Tak Wajar, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Dicopot dari Jabatannya

Nasional
Alexander Sebut Calon Pimpinan KPK Lebih Bagus Tidak Terafiliasi Pejabat Maupun Pengurus Parpol

Alexander Sebut Calon Pimpinan KPK Lebih Bagus Tidak Terafiliasi Pejabat Maupun Pengurus Parpol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke