Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

"Kuncian Politik" Jokowi di Balik Bintang Empat Prabowo

Kompas.com - 29/02/2024, 06:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JAUH hari sebelum pemilihan umum berlangsung, saya pernah membahas tentang bagaimana langkah-langkah strategis politik Prabowo Subianto dalam mengunci dukungan Jokowi.

Langkah tersebut mulai dari menyebar billboard bergambarkan Prabowo dan Jokowi secara masif di seluruh Indonesia, peningkatan intensitas kebersamaan Prabowo dan Jokowi, dukungan awal Partai Gerindra kepada PSI sebelum Kaesang diparkir sebagai Ketum PSI, sampai pada langkah Prabowo menggandeng Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.

Langkah-langkah tersebut melambungkan tingkat signifikansi Jokowi di mata Prabowo dan partai-partai politik yang mendukungnya, sampai akhirnya mengangkat status Jokowi di arena politik nasional dari status "presiden petugas partai" menjadi politisi handal setara dengan "King Maker" lainnya, seperti Megawati Soekarnoputri, Surya Paloh, dan Jusuf Kalla.

Hal tersebut tentu bisa terwujud karena strategi elektoral Prabowo yang secara prinsipil tentu perlu diapresiasi. Kekalahan dua kali dari Jokowi di pemilihan presiden tahun 2014 dan 2019 memang membuat Prabowo banyak belajar.

Sehingga saat Prabowo diajak bergabung ke dalam pemerintahan pascapemilihan 2019, Prabowo berjuang habis-habisan mengapitalisasi posisinya sebagai bawahan Jokowi di dalam pemerintahan di satu sisi dan mengapitalisasi besarnya pemilih Jokowi di luar Partai PDIP di sisi lain.

Beruntung bagi Prabowo, semua strategi elektoral yang ia ambil mendatangkan "rasa nyaman" tersendiri bagi Jokowi. Jokowi terlihat begitu menikmati posisinya yang sangat ditinggikan oleh Prabowo tersebut.

Sebagaimana yang telah kita saksikan selama masa pemanasan pemilu beberapa bulan lalu, posisi penting Jokowi di dalam lingkungan politik yang disediakan oleh Prabowo dibanding-bandingkan oleh publik dengan posisi subordinat dan perlakuan yang kurang etis dari PDIP terhadap Jokowi selama hampir sembilan tahun belakangan.

Karena narasi perbandingan tersebut, sangat banyak masyarakat yang menoleransi keputusan Jokowi dalam mendukung Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres Prabowo di satu sisi dan sikap Jokowi yang mengabaikan PDIP beserta capres Ganjar Pranowo di sisi lain.

Namun di dalam politik, "there is nothing such as a free lunch" alias tak ada yang benar-benar gratis, sekalipun Prabowo diperkenalkan dengan brand "ikhlas" sedari dulu.

Dalam politik, koalisi bisa terjadi jika ada irisan kepentingan yang disertai adanya resiprositas politik.

Segala upaya politik yang telah dilakukan oleh Prabowo dalam rangka meninggikan "harga diri politik" Jokowi tentu harus dibalas dan dibayar dengan perlakuan yang setimpal.

Jika tidak, maka akan melahirkan perceraian politik layaknya yang dialami oleh Muhaimin Iskandar atau Cak Imin saat hengkang dari kubu Prabowo karena tidak adanya resiprositas dari kubu Prabowo atas segala upaya politik Cak Imin untuk menjadi cawapres Prabowo.

Karena itu, Jokowi akhirnya menggunakan segala "resources" yang ia miliki, termasuk resource sebagai seorang Presiden Republik Indonesia, untuk memuluskan pencalonan Gibran Rakabuming Raka di satu sisi dan untuk memenangkan pasangan Prabowo - Gibran di sisi lain.

Paling mutakhir dilakukan Jokowi sebelum hari pencoblosan adalah politik gentong babi atau Pork Barrel Politics. Jokowi dan pemerintah secara tiba-tiba memutuskan untuk melanjutkan program BLT beras dan BLT uang di awal tahun, tanpa memikirkan tentang kondisi pasokan beras nasional yang sekarat.

Kebijakan tersebut dengan kentara terlihat ditujukan untuk daerah-daerah yang secara elektoral menjadi basis lawan politik Prabowo - Gibran, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bali.

Seketika setelah ketiga daerah tersebut tersasar oleh bansos secara maksimal, Jokowi mendadak menghentikan kedua jenis bansos tersebut beberapa hari sebelum pencoblosan.

Itulah mengapa langkah-langkah tersebut dinilai sebagai politik gentong babi. Karena secara legal menggunakan anggaran negara yang sangat besar, puluhan triliun rupiah, untuk secara spesifik menyasar basis politik lawan politik Prabowo - Gibran, yang tujuannya tentu untuk memengaruhi arah pilihan politik di daerah tersebut.

Lantas apa korelasi kronologi historis "asmara politik" Jokowi-Prabowo tersebut dengan pemberian gelar Jenderal kehormatan bintang empat yang disematkan Jokowi kepada Prabowo pada Rabu (28/2) kemarin?

Secara prinsipil, gelar Jenderal kehormatan bintang empat yang diterima oleh Prabowo adalah keberlanjutan dari cerita "take and give" politik antara Jokowi dan Prabowo selama ini.

Stimulus yang mendorong "bintang empat" lahir, menurut hemat saya, bukan saja karena aspirasi internal TNI sebagaimana disampaikan juru bicara Kemenhan, tapi juga perlakuan politik Prabowo kepada Jokowi pascapemilihan umum yang menempatkan pasangan Prabowo - Gibran sebagai peraih suara terbanyak sejauh ini versi Quick Count lembaga-lembaga survei dan Real Count Komisi Pemilihan Umum.

Setelah mendapat afirmasi kemenangan, Prabowo sama sekali tidak berubah terhadap Jokowi. Prabowo tetap memperlihatkan sikap yang meninggikan Jokowi. Prabowo menyatakan akan tetap melibatkan Jokowi dalam penyusunan kabinet pemerintahan baru.

Pernyataan tersebut memang tak bisa diartikan bahwa Prabowo sedang menegosiasikan "hak prerogatif" yang akan ia miliki nanti.

Artinya secara teknis adalah bahwa Prabowo akan meminta masukan dan pertimbangan dari Jokowi di saat membentuk kabinet di pemerintahan baru yang dipimpinnya nanti.

Kendati demikian, bagi Jokowi, meskipun hanya dalam bentuk permintaan pertimbangan dan masukan, pernyataan Prabowo tersebut menyiratkan bahwa Prabowo masih memegang komitmen politiknya layaknya sebelum pemilihan umum diselenggarakan.

Arti lainnya adalah bahwa sikap Prabowo tersebut di mata Jokowi mengandung pesan politik strategis yang menyatakan bahwa meskipun Prabowo menjadi presiden, Jokowi tidak perlu khawatir karena Jokowi akan tetap aman berada di dalam lingkaran kekuasaan.

Prabowo akan menjaga Jokowi layaknya Jokowi telah menjaga dan memenangkan pasangan Prabowo - Gibran.

Turunan lanjutan dari pesan tersebut adalah bahwa pertama, segala proyek strategis di masa Jokowi, termasuk proyek-proyek yang bersifat "legasi" akan berlanjut sebagaimana semestinya.

Kedua, segala kepentingan Jokowi terkait dengan pembangunan basis politik dalam rangka membesarkan karier anak-anak dan menantunya ke depan akan didukung sepenuhnya oleh Prabowo setelah menjadi presiden resmi nanti.

Lantas apa yang didapat oleh Prabowo dari simbol bintang empat tersebut? Pertama, dengan membukakan pintu atas keberlanjutan pangkat Prabowo di kemiliteran, secara simbolik terkandung arti bahwa Jokowi akan menutup buku tentang segala dugaan pelanggaran yang pernah disematkan kepada Prabowo.

Arti lainnya adalah bahwa secara simbolik Jokowi telah memulihkan nama Prabowo, terutama di mata pemerintahannya.

Kedua, Jokowi dengan sadar memperkecil peluang Prabowo untuk keluar dari komitmen politiknya atau berkhianat di tengah jalan nanti, setelah menjadi presiden, dengan cara menambah "utang budi" yang tidak mungkin terbayar oleh Prabowo sampai kapan pun.

Karena dalam dua puluh tahun lebih sejak Reformasi, tak pernah ada presiden yang mampu melakukan itu, kecuali Jokowi.

Jadi di balik sematan bintang empat di bahu Prabowo tersimpan utang budi yang sangat besar, yang semestinya akan selalu diingat oleh Prabowo di sisa masa hidupnya di satu sisi dan harus dibalas dengan cara tidak mengingkari segala komitmen politik yang telah mereka sepakati sejak beberapa waktu lalu di sisi lain, meskipun Jokowi sudah tidak berkuasa lagi nanti.

Kini kedua pihak sudah sama-sama saling kunci. Prabowo telah mengunci Jokowi dengan mendapuk Gibran Rakabuming Raka sebagai wapres, yang membuat Jokowi tidak mungkin lagi melarikan dukungan elektoralnya kepada capres lain, baik sebelum maupun sesudah pemilihan.

Dan Jokowi pun akhirnya berhasil mengunci Prabowo dengan "utang budi" yang tidak mungkin dibalas oleh Prabowo, kecuali dengan cara tetap menjaga komitmen politiknya setelah menjabat sebagai presiden kelak.

Lantas rakyat ada di mana? Mari kita tunggu saja, apakah merger politik kedua pihak ini akan semakin menjauhkan rakyat banyak dari kekuasaan atau justru sebaliknya. Mari kita tunggu!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Nasional
Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com