Menurut Usman, sampai saat ini belum ada upaya serius dari negara melakukan penyelidikan independen buat mengusut tuntas pelanggaran HAM masa lalu, dan membawa pelakunya ke proses hukum yang adil.
Usman mengatakan, pelaku pelanggaran HAM berat seharusnya diinvestigasi dan diadili secara adil di pengadilan umum yang terbuka dan independen.
"Negara tidak boleh terus membiarkan praktik impunitas terus berjalan atau menormalkannya, apalagi sampai memberi penghargaan kepada terduga pelanggar HAM," katanya menegaskan.
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani turut mengomentari soal pemberian pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo oleh Jokowi.
Menurut dia, hal ini tidak ada urgensinya dan tidak ada pertimbangan soal dedikasi apa yang membuat Prabowo mendapatkan pangkat tersebut.
Julius bahkan menegaskan bahwa penyematan jenderal kehormatan terhadap Prabowo melanggar hukum.
"Jadi, pemberian penghargaan ya baik bernuansa militer ataupun bernuansa kepahlawanan terhadap Prabowo Subianto yang diberikan oleh Joko Widodo, pertama jelas itu melanggar hukum. Kenapa? Tidak ada proses yang terbuka di situ," ujar Julius.
"Apa dalil-dalil pemberian penghargaan itu? Baik dalam konteks kemiliteran ataupun kepahlawanan. Karena yang kita tahu, sampai detik ini ada fakta di mana Prabowo Subianto pernah diberhentikan melalui dinas kemiliteran berdasarkan pemeriksaan di Dewan Kehormatan Perwira (DKP), hal mana itu tidak terbantahkan hingga detik ini," katanya lagi.
Selain menjabat Menhan, Prabowo Subianto diketahui adalah calon presiden (capres) yang maju pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024 bersama putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.
Baca juga: Rencana Penyematan Jenderal Kehormatan Prabowo Dikhawatirkan Suburkan Impunitas
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.