JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memutus bahwa gugatan praperadilan yang diajukan Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) atas Jaksa Agung RI masih prematur dan tidak dapat diterima.
Diketahui, LP3HI menggugat Jaksa Agung RI ke PN Jakarta Selatan lantaran dinilai telah menghentikan penyidikan kasus atas nama Nistra Yohan. Perkara ini teregister nomor 15/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL.
Dalam putusannya, hakim tunggal Abdullah Mahrus menyatakan gugatan LP3HI tidak dapat diterima.
"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Abdullah dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Selasa (20/2/2024).
Hakim juga membebankan biaya perkara kepada LP3HI sejumlah nihil.
Baca juga: Kejagung Buka Peluang Usut Korporasi yang Diduga Terlibat Kasus Korupsi BTS 4G Kominfo
Dalam pertimbangannya, Abdullah menyampaikan bahwa pihak termohon atau Kejaksaan Agung (Kejagung) belum mengeluarkan surat perintah penyidikan terhadap Nistra Yohan dalam kasus dugaan korupsi dalam pengadaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) 2020-2022.
Kejagung juga disebut tidak pernah mengeluarkan surat penghentian penyidikan terhadap Nistra Yohan.
"Hal ini menjadikan produk yang akan dilakukan pengujian melalui proses praperadilan belum ada, yaitu tidak adanya surat perintah penghentian penyidikan," ujar Abdullah.
Selain itu, dia mengatakan, dasar acuan yang digunakan pemohon untuk menentukan keterlibatan Nistra Yohan dalam dugaan tindak pidana korupsi BTS 4G Bakti Kominfo 2020-2022 belum mempunyai kekuatan hukum tetap.
Baca juga: Johnny G Plate Heran Jokowi Resmikan Proyek BTS 4G, Padahal Disebut Rugikan Negara Rp 8 Triliun
Hakim juga menyebut, berdasarkan bukti yang ada, Kejagung sampai dengan 26 Januari 2024 masih memproses upaya penegakan hukum dalam kasus BTS 4G.
Abdullah pun berpendapat bahwa terhadap permohonan praperadilan yang diajukan oleh LP3HI masih prematur.
Sebab, gugatan ini haruslah disyaratkan adanya surat penghentian penyidikan yang dikeluarkan oleh Kejagung.
"Selanjutnya, penetapan DPO (Daftar Pencarian Orang) juga haruslah didasarkan pada pembuktian yang valid dan bukan pada pembuktian yang masih belum mempunyai kekuatan hukum tetap," ujar Abdullah.
"Sehingga Hakim berpendapat bahwa materi pokok permohonan praperadilan pemohon tersebut adalah prematur, belum saatnya diajukan," katanya lagi.
Baca juga: Saksi Mahkota BTS 4G Sebut Komisi I DPR Terima Aliran Rp 70 Miliar
Sebagai informasi, nama Nistra Yohan diungkap oleh mantan Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan dan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Saat itu, Windi dan Irwan menjadi saksi untuk terdakwa mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate; Direktur Utama (Dirut) Bakti Kominfo, Anang Achmad Latif; dan eks Tenaga Ahli Human Development (Hudev) Universitas Indonesia (UI) Yohan Suryanto.
Dalam sidang 26 September 2023 lalu, Windy dan Irwan mengaku telah memberikan uang kepada beberapa pihak untuk pengamanan perkara BTS 4G yang diselidiki Kejaksaan Agung. Di antaranya sebesar Rp 70 miliar kepada seseorang bernama Nistra Yohan.
Baca juga: Jaksa Agung Digugat karena Diduga Hentikan Penyidikan Perkara Nistra Yohan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.