Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kematian Petugas Pemilu Tinggi, Pakar Desak Pemilu Serentak Direvisi

Kompas.com - 20/02/2024, 12:38 WIB
Vitorio Mantalean,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pemilu Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mendesak desain keserentakan pemilu diubah agar beban kerja petugas pemilu bisa lebih berkurang lagi.

Dengan begitu, resiko petugas kelelahan hingga jatuh sakit atau meninggal dunia bisa ditekan seminim mungkin.

Berdasarkan data KPU dan Bawaslu hingga 18 Februari 2024, sedikitnya sudah 84 petugas pemilu tutup usia sejak hari pemungutan.

Ribuan lainnya sakit, termasuk menjalani rawat jalan dan inap.

Baca juga: Kematian Hampir 100 Orang, Beban Kerja Petugas Pemilu Dianggap Terlalu Berat

Jumlah ini memang turun drastis dibandingkan kematian 894 petugas pemilu pada 2019.

Namun, masih tingginya jumlah kematian petugas pemilu dianggap membuktikan bahwa terobosan KPU dan pemerintah belum sepenuhnya menekan beban kerja petugas pemilu.

Titi yang merupakan anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengungkapkan, sejak lama pihaknya mengusulkan agar pemilu serentak dibagi menjadi pemilu serentak nasional dan lokal.

Dengan model itu, pemilu legislatif (pileg) DPRD provinsi dan kabupaten/kota tak perlu berbarengan dengan pilpres, pileg DPR RI dan DPD RI, karena akan dilangsungkan bersamaan dengan jadwal pilkada.

Sehingga, petugas KPPS pada pemilu serentak nasional hanya akan menghitung surat suara pilpres, pileg DPR RI, dan DPD RI.

Baca juga: 84 Petugas Pemilu 2024 Meninggal Dunia, Paling Banyak di Jawa Barat

Hal ini dianggap lebih rasional, karena penghitungan suara harus beres maksimum 23 jam usai pemungutan suara dengan segala kendala teknis yang mungkin terjadi di lapangan.

"Kami menilai desain keserentakan seperti itu lebih cocok untuk Indonesia dengan jeda 2 tahun mempertimbangkan waktu seleksi penyelenggara pemilu," sebut Titi kepada Kompas.com, Selasa (20/2/2024).

"Selama model keserentakan pemilunya masih seperti sekarang dengan kombinasi sistem pemilu proporsional terbuka untuk pemilu DPR dan DPRD, saya yakin kelelahan petugas yang berisiko sakit dan meninggal akan terus terjadi," tegasnya.

Kendala-kendala seperti rusaknya mesin pengganda/fotokopi, kurang atau terlambatnya surat suara, hingga ketidakcocokan data merupakan tantangan yang sangat menguras energi dalam waktu yang memburu seperti itu.

Bukan hanya waktu kerja di TPS yang sangat padat, para petugas KPPS juga harus menghadapi maraton proses rekapitulasi perolehan suara secara manual berjenjang di kecamatan.

Baca juga: Gugurnya Puluhan Petugas Pemilu, Kerja Berat Para Pejuang Demokrasi

Hal yang sama berlaku bagi petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS) di tingkat kelurahan dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).

Semakin banyak jenis pemilu yang harus dihitung, maka beban kerja semakin banyak, potensi kendala teknis semakin sering terjadi, sedangkan waktu yang ada begitu terbatas.

"Bayangkan, jumlah TPS dalam suatu kecamatan kan tidak sedikit," kata Titi.

Pada akhirnya, petugas pemilu banyak mengorbankan waktu tidur dan bekerja jauh di atas ambang normal sembari menghadapi tekanan waktu dan stres.

"Ditambah lagi asupan makan dan minum yang tidak maksimal berkelindan memicu kelelahan yang berdampak pada kambuhnya sakit bawaan atau malah mengakibatkan sakit," ujar Titi.

Titi mengonfirmasi bahwa perubahan desain keserentakan pemilu ini membutuhkan revisi terhadap UU Pemilu dan UU Pilkada. Namun, hal ini bukan tidak mungkin.

"Secara model, tawaran keserentakan nasional dan daerah tidak bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019. Bahkan pilihan itu masuk model keempat dari 6 model (pemilu serentak) yang ditawarkan MK," ungkap Titi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

Nasional
Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Nasional
Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Nasional
Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Nasional
Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Nasional
WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com