Banyaknya pekerjaan itu membuat tak sedikit PPK dan PPS begadang guna menyelesaikan tugas.
"Mereka akhirnya kelelahan ditambah budaya makan minum sehat juga kurang menunjang," ucap Titi.
"Makanya, ada petugas yang langsung kambuh penyakit komorbidnya. Bisa jadi pemeriksaan kesehatan tidak mampu menjangkau keseluruhan kondisi kesehatan petugas sehingga risiko sakit tidak bisa terpantau sepenuhnya," tambahnya.
Titi menyinggung usul agar desain keserentakan pemilu diubah agar beban kerja petugas pemilu bisa lebih berkurang lagi, yakni dengan membaginya menjadi pemilu serentak nasional dan lokal.
Dengan model itu, pemilu legislatif (pileg) DPRD provinsi dan kabupaten/kota tak perlu berbarengan dengan pilpres, pileg DPR RI dan DPD RI, karena akan dilangsungkan bersamaan dengan jadwal pilkada.
Hal ini membutuhkan revisi terhadap UU Pemilu.
"Secara model, tawaran keserentakan nasional dan daerah tidak bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019. Bahkan pilihan itu masuk model keempat dari 6 model (pemilu serentak) yang ditawarkan MK," ungkap Titi.
Baca juga: Bendahara PPS Bawa Kabur Honor KPPS Rp 115 Juta, Habis Dipakai Judi
Jauh-jauh hari, pemerintah telah menempuh beberapa inovasi untuk menyiapkan layanan kesehatan yang lebih menunjang bagi para petugas pemilu, khususnya KPPS. Kepala daerah diminta menyiagakan petugas kesehatan dan layanan puskesmas pada hari pemungutan suara.
Sementara itu, KPU juga telah menempuh beberapa kebijakan baru untuk mengurangi beban kerja petugas pemilu, wabilkhusus petugas KPPS.
KPU, misalnya, memberi batasan usia petugas KPPS maksimum 55 tahun, berkaca pada Pilkada Serentak 2020.
KPU juga kini membolehkan formulir C.Hasil di TPS tak disalin manual, melainkan difotokopi untuk digandakan bagi saksi dan pengawas TPS.
Setiap KPPS juga diberi bimbingan teknis, tak lagi hanya 2 orang seperti Pemilu 2019 yang mengorbankan 894 petugas pemilu.
Sebelum mendaftar, petugas pemilu juga harus menyertakan surat keterangan sehat.
Namun, pada Pemilu 2024, dari hasil "screening" kesehatan terhadap 6,4 juta petugas pemilu, Kementerian Kesehatan mendapati sekitar 400.000 di antaranya memiliki riwayat penyakit berisiko tinggi.
Sayangnya, hal ini baru diketahui setelah mereka dinyatakan diterima pendaftarannya oleh KPU dan Bawaslu.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menyampaikan bahwa 34 persen petugas pemilu memiliki riwayat hipertensi, 26 persen jantung koroner, gagal ginjal kronis 8 persen, dan diabetes mellitus 3 persen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.