Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Nur Ramadhan
Peneliti

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)

Jangan Hentikan Sirekap!

Kompas.com - 19/02/2024, 13:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERJALANAN sistem informasi rekapitulasi pemilihan umum (Sirekap) terus menjadi sorotan dan memicu kontroversi di tengah masyarakat.

Dimulai dari keluhan terkait banyaknya data yang tidak sinkron, hingga dugaan manipulasi jumlah suara, Sirekap menghadapi berbagai tantangan yang mengguncang kepercayaan publik terhadap integritas pemilihan umum.

Sejatinya Sirekap diharapkan menjadi terobosan positif, membuka pintu partisipasi aktif pemilih dalam mengikuti proses penghitungan dan rekapitulasi suara pemilu secara transparan.

Namun, dalam beberapa waktu terakhir, muncul tuntutan dari beberapa pihak untuk menghentikan sementara Sirekap, yang secara signifikan menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat.

Mengapa ada desakan untuk menghentikan Sirekap? Apakah terdapat masalah serius yang merongrong integritas dan validitas hasil pemilihan umum?

Alasan penghentian tidak tepat

Keinginan untuk menghentikan Sirekap mencuat dengan beragam alasan, mulai dari ketidakpastian terkait keabsahan data hingga dugaan campur tangan yang merugikan dalam proses penghitungan suara.

Terdapat kekhawatiran bahwa hal tersebut dapat membahayakan legitimasi hasil pemilihan umum dan menggerus kepercayaan publik terhadap demokrasi.

Namun demikian, penghentian sementara Sirekap tidak tepat dan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap proses penghitungan dan rekapitulasi suara dalam pemilihan umum.

Langkah tersebut justru dapat membuat proses tersebut semakin tertutup dan minim transparansi.

Selain itu, penghentian sementara Sirekap juga berpotensi memberikan ruang bagi kecurangan yang berkaitan dengan suara pemilu.

Pemantauan yang seharusnya dapat dilakukan oleh masyarakat menjadi terbatas, mengakibatkan ketidakjelasan dan meningkatnya spekulasi terkait integritas hasil pemilu.

Selain itu, penghentian sementara Sirekap juga berpotensi menghambat akses pemilih terhadap form penghitungan suara, yang sebenarnya merupakan instrumen penting dalam proses pemilihan umum.

Ini dapat mengurangi partisipasi aktif pemilih dalam memastikan validitas dan keabsahan hasil suara.

Persoalan yang muncul dalam Sirekap sebagian besar disebabkan kesalahan pembacaan sistem terhadap formulir penghitungan suara.

Kesalahan ini mengakibatkan ketidaksesuaian jumlah suara dengan angka yang tertera pada formulir penghitungan suara.

Meskipun hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap akurasi dan integritas hasil pemilihan umum, seharusnya tidak perlu sampai menghentikan sementara seluruh proses Sirekap.

Lebih tepatnya, penanganan yang lebih esensial adalah memberikan penjelasan mendalam dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait permasalahan tersebut.

KPU dan Bawaslu memiliki peran yang sangat relevan dalam menanggapi dan mengatasi kendala yang terjadi dalam Sirekap.

Mereka perlu memberikan penjelasan transparan dan memadai terkait kesalahan pembacaan formulir penghitungan suara, serta menyampaikan langkah-langkah yang akan diambil untuk memperbaiki dan memastikan keakuratan proses penghitungan suara.

Keterbukaan dan tanggung jawab dari kedua lembaga ini dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap hasil pemilihan umum, sehingga tetap menjaga integritas dan legitimasi demokrasi.

Pentingnya penjelasan dari KPU dan Bawaslu juga dapat dilihat sebagai langkah preventif untuk mencegah terjadinya spekulasi dan keraguan yang lebih besar di kalangan masyarakat.

Dengan memberikan informasi yang jelas dan transparan, KPU dan Bawaslu dapat memastikan bahwa proses penghitungan dan rekapitulasi suara tetap terbuka dan dapat dipercaya, sehingga kepercayaan publik terhadap integritas pemilihan umum dapat dipertahankan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

Nasional
KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

Nasional
Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Nasional
Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Nasional
Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Nasional
Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com