Salin Artikel

Jangan Hentikan Sirekap!

Dimulai dari keluhan terkait banyaknya data yang tidak sinkron, hingga dugaan manipulasi jumlah suara, Sirekap menghadapi berbagai tantangan yang mengguncang kepercayaan publik terhadap integritas pemilihan umum.

Sejatinya Sirekap diharapkan menjadi terobosan positif, membuka pintu partisipasi aktif pemilih dalam mengikuti proses penghitungan dan rekapitulasi suara pemilu secara transparan.

Namun, dalam beberapa waktu terakhir, muncul tuntutan dari beberapa pihak untuk menghentikan sementara Sirekap, yang secara signifikan menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat.

Mengapa ada desakan untuk menghentikan Sirekap? Apakah terdapat masalah serius yang merongrong integritas dan validitas hasil pemilihan umum?

Alasan penghentian tidak tepat

Keinginan untuk menghentikan Sirekap mencuat dengan beragam alasan, mulai dari ketidakpastian terkait keabsahan data hingga dugaan campur tangan yang merugikan dalam proses penghitungan suara.

Terdapat kekhawatiran bahwa hal tersebut dapat membahayakan legitimasi hasil pemilihan umum dan menggerus kepercayaan publik terhadap demokrasi.

Namun demikian, penghentian sementara Sirekap tidak tepat dan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap proses penghitungan dan rekapitulasi suara dalam pemilihan umum.

Langkah tersebut justru dapat membuat proses tersebut semakin tertutup dan minim transparansi.

Selain itu, penghentian sementara Sirekap juga berpotensi memberikan ruang bagi kecurangan yang berkaitan dengan suara pemilu.

Pemantauan yang seharusnya dapat dilakukan oleh masyarakat menjadi terbatas, mengakibatkan ketidakjelasan dan meningkatnya spekulasi terkait integritas hasil pemilu.

Selain itu, penghentian sementara Sirekap juga berpotensi menghambat akses pemilih terhadap form penghitungan suara, yang sebenarnya merupakan instrumen penting dalam proses pemilihan umum.

Ini dapat mengurangi partisipasi aktif pemilih dalam memastikan validitas dan keabsahan hasil suara.

Persoalan yang muncul dalam Sirekap sebagian besar disebabkan kesalahan pembacaan sistem terhadap formulir penghitungan suara.

Kesalahan ini mengakibatkan ketidaksesuaian jumlah suara dengan angka yang tertera pada formulir penghitungan suara.

Meskipun hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap akurasi dan integritas hasil pemilihan umum, seharusnya tidak perlu sampai menghentikan sementara seluruh proses Sirekap.

Lebih tepatnya, penanganan yang lebih esensial adalah memberikan penjelasan mendalam dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait permasalahan tersebut.

KPU dan Bawaslu memiliki peran yang sangat relevan dalam menanggapi dan mengatasi kendala yang terjadi dalam Sirekap.

Mereka perlu memberikan penjelasan transparan dan memadai terkait kesalahan pembacaan formulir penghitungan suara, serta menyampaikan langkah-langkah yang akan diambil untuk memperbaiki dan memastikan keakuratan proses penghitungan suara.

Keterbukaan dan tanggung jawab dari kedua lembaga ini dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap hasil pemilihan umum, sehingga tetap menjaga integritas dan legitimasi demokrasi.

Pentingnya penjelasan dari KPU dan Bawaslu juga dapat dilihat sebagai langkah preventif untuk mencegah terjadinya spekulasi dan keraguan yang lebih besar di kalangan masyarakat.

Dengan memberikan informasi yang jelas dan transparan, KPU dan Bawaslu dapat memastikan bahwa proses penghitungan dan rekapitulasi suara tetap terbuka dan dapat dipercaya, sehingga kepercayaan publik terhadap integritas pemilihan umum dapat dipertahankan.

https://nasional.kompas.com/read/2024/02/19/13215131/jangan-hentikan-sirekap

Terkini Lainnya

Kasus Simulator SIM, Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi

Kasus Simulator SIM, Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi

Nasional
Bobby Berpeluang Diusung Gerindra pada Pilkada Sumut Setelah Jadi Kader

Bobby Berpeluang Diusung Gerindra pada Pilkada Sumut Setelah Jadi Kader

Nasional
Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pramono Anung: Tanya ke DPP Sana...

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pramono Anung: Tanya ke DPP Sana...

Nasional
Pimpinan MPR Temui Jusuf Kalla untuk Bincang Kebangsaan

Pimpinan MPR Temui Jusuf Kalla untuk Bincang Kebangsaan

Nasional
Kemenkes: Subvarian yang Sebabkan Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Belum Ada di Indonesia

Kemenkes: Subvarian yang Sebabkan Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Belum Ada di Indonesia

Nasional
Sri Mulyani Cermati Dampak Kematian Presiden Iran terhadap Ekonomi RI

Sri Mulyani Cermati Dampak Kematian Presiden Iran terhadap Ekonomi RI

Nasional
Menteri ATR/Kepala BPN Serahkan 356 Sertifikat Tanah Elektronik untuk Pemda dan Warga Bali

Menteri ATR/Kepala BPN Serahkan 356 Sertifikat Tanah Elektronik untuk Pemda dan Warga Bali

Nasional
Pernah Dukung Anies pada Pilkada DKI 2017, Gerindra: Itu Sejarah, Ini Sejarah Baru

Pernah Dukung Anies pada Pilkada DKI 2017, Gerindra: Itu Sejarah, Ini Sejarah Baru

Nasional
Pemerintah Akan Evaluasi Subsidi Energi, Harga BBM Berpotensi Naik?

Pemerintah Akan Evaluasi Subsidi Energi, Harga BBM Berpotensi Naik?

Nasional
MK Tolak Gugatan Anggota DPR Fraksi PAN ke 'Crazy Rich Surabaya'

MK Tolak Gugatan Anggota DPR Fraksi PAN ke "Crazy Rich Surabaya"

Nasional
Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Nasional
Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Nasional
BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

Nasional
Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Nasional
Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para 'Sesepuh'

Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para "Sesepuh"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke