Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heryadi Silvianto
Dosen FIKOM UMN

Pengajar di FIKOM Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dan praktisi kehumasan.

Sirekap KPU Bermasalah, Kepercayaan Publik Dipertaruhkan

Kompas.com - 19/02/2024, 10:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SISTEM rekapitulasi hasil pemilu merupakan salah satu aspek krusial dalam penyelenggaraan demokrasi di Indonesia.

Bagi Indonesia, penggunaan teknologi ini sudah dimulai sejak pemilu tahun 2014 dengan nama Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) Komisi Pemilihan Umum.

Secara prinsip e-rekapitulasi adalah teknologi yang digunakan khusus dalam proses rekapitulasi suara di seluruh TPS.

Prosedur pemungutan suara dan penghitungan suara mungkin dilakukan secara manual di tingkat TPS, namun hasilnya diproses secara digital mulai dari TPS hingga tingkat nasional pada saat proses rekapitulasi.

Berdasarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 66 tahun 2024, untuk pemilu saat ini menggunakan Sirekap, yakni perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi sebagai sarana publikasi hasil perhitungan suara dan proses rekapitulasi hasil perhitungan suara, serta alat bantu dalam melaksanakan hasil hitung suara pemilu.

KPU bertanggung jawab untuk merumuskan dan mengimplementasikan sistem ini. Tujuannya mulia, yaitu menciptakan pemilu transparan, cepat, dan efisien.

Namun, realitas di lapangan berbeda. Alih-alih transparan, cepat, dan efisien, sistem ini justru dianggap bermasalah dan menimbulkan keraguan publik.

Sejak awal proses rekapitulasi suara Pemilu 2024, publik dikejutkan dengan berbagai permasalahan yang muncul dalam sistem Sirekap KPU.

Ironisnya, KPU terkesan menganggap permasalahan ini hanya sebagai masalah teknis semata. Mengabaikan kompleksitas situasi dan krisis kepercayaan publik yang tengah melanda.

Baca juga: Minta Maaf, KPU Klaim Cuma 2.325 TPS yang Salah Konversi Suara ke Sirekap

Di tengah situasi kritis dan penuh ketegangan politik seperti saat ini, kredibilitas informasi dari penyelenggara pemilu menjadi sangat penting.

Kesalahan dan inkonsistensi data dalam Sirekap dapat memicu keraguan dan memicu persepsi negatif publik terhadap penyelenggaraan pemilu.

Kepercayaan publik Vs penyelenggara Pemilu

Kepercayaan publik terhadap KPU sebagai penyelenggara pemilu merupakan pilar fundamental dalam menjaga demokrasi. Kepercayaan ini dibangun atas dasar transparansi, akuntabilitas, dan integritas penyelenggara dalam menjalankan tugasnya.

Ketika publik dihadapkan pada permasalahan Sirekap yang terus berulang, sesungguhnya di sisi lain kepercayaan publik secara perlahan mulai terkikis.

Salah satu contoh permasalahan yang muncul adalah lambatnya proses rekapitulasi. Hal ini menimbulkan keraguan dan kecurigaan publik terhadap kredibilitas hasil pemilu.

Selain itu, terdapat pula inkonsistensi data di berbagai tingkatan rekapitulasi antara Sirekap dan formulir C-Hasil di berbagai daerah, yang semakin memperparah situasi dan memicu spekulasi tentang manipulasi hasil pemilu.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

Nasional
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Nasional
WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

Nasional
Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Nasional
Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, Lalu Dihitung Ulang

Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, Lalu Dihitung Ulang

Nasional
Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Nasional
Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Nasional
Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Nasional
Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Nasional
KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

Nasional
Ketua KPU Ditegur Hakim saat Sidang Sengketa Pileg di MK: Bapak Tidur, Ya?

Ketua KPU Ditegur Hakim saat Sidang Sengketa Pileg di MK: Bapak Tidur, Ya?

Nasional
Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis Disebut Diperlukan, Proyek Mercusuar Perlu Pengawasan

Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis Disebut Diperlukan, Proyek Mercusuar Perlu Pengawasan

Nasional
Kapolri Beri Penghargaan ke 11 Personel di Pegunungan Bintang, Papua

Kapolri Beri Penghargaan ke 11 Personel di Pegunungan Bintang, Papua

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com