PASANGAN calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka unggul dalam sejumlah quick count dan penghitungan sementara real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam Pemilu Presiden 2024.
Meski demikian, para pendukung pasangan ini, apalagi Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, diminta tak larut dalam euforia kemenangan. Situasi perekonomian global yang menantang, menjadi sebab. Hanya soal waktu bagi dampak situasi ini merembet ke Indonesia.
"Jangan euforia karena tantangan ekonomi sudah ada sinyal-sinyalnya," kata ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Dradjad H Wibowo, dalam perbincangan dengan Kompas.com, Sabtu (17/2/2024).
Dradjad menyebutkan, setidaknya lima negara perekonomian utama dunia kini menghadapi atau setidaknya berisiko mengalami resesi secara teknikal (technical recession). Kelima negara itu adalah Jepang, Inggris, China, Amerika Serikat, dan Jerman.
Baca juga: Menilik Dampak Resesi Jepang ke Kinerja Ekspor Indonesia
Resesi secara teknikal adalah istilah ekonomi untuk kondisi ketika pertumbuhan ekonomi suatu negara mengalami kontraksi alias penurunan dalam dua kuartal berturut-turut. Tecnical recession merupakan salah satu pertanda kuat atas risiko terjadinya resesi.
Jepang dan Inggris sudah mengalami technical recession pada saat tulisan ini dibuat. Adapun China, Amerika Serikat, dan Jerman, dalam situasi yang mewaspadai kondisi tersebut terjadi.
"Memang situasi global tidak cerah. Banyak mendung dan kelihatan bakal hujan deras. Kita harus waspada," ujar Ketua Pembina Sustainable Development Indonesia (SDI) ini memberikan analogi untuk situasi perekonomian global.
Baca juga: Anis Matta: Siapa Pun Pemenang Pemilu 2024 Akan Hadapi Situasi Sulit
Bagi Indonesia, lanjut Dradjad, dampak dari situasi global ini memang tidak seketika. Biasanya, kata Dradjad, dampak tersebut akan berjeda waktu satu hingga dua kuartal. Menurut dia, ancaman dampak tersebut nyata bagi Indonesia.
"Artinya, pelantikan presiden-wakil presiden (pada Oktober 2024) terjadi saat situasi ekonomi tidak menguntungkan Indonesia," tegas Dradjad yang juga adalah anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran.
Terkait situasi ini, kata Dradjad, pertanyaan yang kemudian sering muncul adalah soal strategi yang hendak dipakai oleh pasangan Prabowo-Gibran kelak.
"Orang akan bicara, kita akan pakai rem atau pakai gas?" ujar Dradjad, lagi-lagi memakai analogi.
Atas pertanyaan itu, Dradjad mengatakan strategi Prabowo-Gibran adalah menaikkan tekanan injakan pedal gas.
"Gas akan kita naikkan, pakai stimulus Keynesian," sebut Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional ini.
Catatannya, ungkap Dradjad, stimulus Keynesian yang sekarang dijalankan dibiayai dari utang. Ini, kata dia, efeknya tidak bagus bagi Indonesia.
"Karenanya, krusial bagi Indonesia untuk mencari sumber pendanaan baru dan sebaiknya itu dimulai dari sekarang," tegas Dradjad.
Baca juga: Data Teranyar, Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp 6.344 Triliun
Selain mencari sumber pendanaan baru agar strategi stimulus tak lagi bersumber dari utang, Dradjad berpendapat penyusunan RAPBN 2025 pun sebaiknya sudah melibatkan tim Prabowo-Gibran.
"(Pelibatan di penyusunan RAPBN 2025) supaya peta risiko, ancaman, dan solusinya sudah disiapkan bersama-sama (dengan tim dari rezim pemerintahan baru)," tutur Dradjad.
Secara politik, pelibatan tim dari rezim pemerintahan baru dalam pembahasan RAPBN 2025 ini sangat mudah dilakukan. Terlebih lagi calon presiden dan calon wakil presiden yang diproyeksikan menang adalah menteri di kabinet saat ini dan putra dari Presiden Joko Widodo.
Dradjad mengingatkan pula, imbas situasi global bagi Indonesia akan datang dari sektor pangan, energi, dan keuangan.
Khusus sektor keuangan, ini karena pembiayaan Indonesia sekarang banyak tergantung ke surat utang. Bila dampak ekonomi global merembet ke Indonesia, imbas di sektor keuangan akan berpengaruh hingga ke perbankan, yaitu di suku bunga dan alokasi kredit.
"Ujungnya akan berdampak pula ke investasi swasta," ujar Dradjad.
Sebagaimana dikutip dari Associated Press (AP), Inggris menyusul Jepang menghadapi situasi technical recession. Kedua negara menyatakan ekonomi mereka kembali mengalami perlambatan pada kuartal terakhir 2023, menyambung perlambatan di kuartal sebelumnya.
Adapun Amerika Serikat sejauh ini masih mampu menepis ancaman resesi sebagaimana prediksi banyak kalangan. Sebelumnya, suku bunga tinggi yang diterapkan Amerika Serikat diyakini akan memperlambat ekonomi negara itu karena inflasi tinggi.
Baca juga: Pahami Pengertian Resesi Ekonomi dan Dampaknya
Perlambatan terpantau juga di China, sekalipun angka pertumbuhan Negeri Tirai Bambu ini masih lebih tinggi dibanding Amerika Serikat.
Adapun Jerman, masih dalam situasi tekanan akibat konflik Rusia-Ukraina yang belum kunjung reda. Meskipun, perlambatan ekonomi Jepang telah mengerek posisi Jerman menjadi negara dengan ekonomi terbesar ketiga dunia.
Kelima negara di atas merupakan mitra dagang utama Indonesia. Pada 2023, hanya China yang masih mencatatkan surplus neraca dagang bagi Indonesia, berdasarkan data Kementerian Perdagangan.
Indonesia diyakini masih mencatatkan pertumbuhan pada 2024, tetapi tidak setinggi pada 2023. Bank Dunia, misalnya, masih memproyeksikan ekonomi Indonesia bisa tumbuh di kisaran 5 persen pada 2024.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.