Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Zackir L Makmur
Wartawan

Gemar menulis, beberapa bukunya telah terbit. Suka catur dan humor, tertawanya nyaring

Memilih Pemimpin, Menolak Golput (Bagian I)

Kompas.com - 14/02/2024, 06:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA 14 Februari 2024 ini, bangsa Indonesia memperingati momen bersejarah yang ditandai pelaksanaan pesta demokrasi, yaitu pemilihan umum (pemilu) secara nasional.

Pesta demokrasi ini merupakan landasan bagi negara Indonesia dalam menjalankan sistem pemerintahan berdasarkan asas kedaulatan rakyat, yang diikuti 24 Partai Politik, di antaranya 18 partai nasional dan 6 partai lokal Aceh.

Selain itu, ada 9.919 calon legislatif DPR RI dan tiga pasang calon presiden-wakil presiden.

Perayaan pesta demokrasi ini merefleksikan pula pentingnya prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam demokrasi, setiap warga negara memiliki hak sama untuk bersuara dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang akan memengaruhi kehidupan mereka.

Setiap suara memiliki bobot sama, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau politik individu. Hal ini menjadi bukti bahwa Indonesia sebagai negara demokratis telah memperoleh kedewasaan dalam melaksanakan proses politik.

Meskipun tidak luput dari tantangan dan perbedaan pendapat, namun proses Pemilu berjalan lancar, damai, dan teratur –adalah harapan kita semua untuk menunjukkan kedewasaan politik, serta kematangan institusi dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi.

Pesta demokrasi juga menjadi sarana untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Meskipun masyarakat memiliki keberagaman dalam berbagai aspek, namun pada saat pemilihan umum, mereka bersatu dalam menyuarakan hak suara mereka demi kepentingan bersama.

Proses demokrasi ini juga memperkuat rasa kebangsaan dan solidaritas sosial di antara beragam lapisan masyarakat.

Dengan demikian, perayaan pesta demokrasi hari ini, menjadi momentum penting bagi bangsa Indonesia untuk mengukuhkan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi, kedaulatan rakyat, dan persatuan dalam keragaman.

Melalui proses ini, diharapkan Indonesia dapat terus berkembang sebagai negara demokratis kuat, stabil, dan sejahtera, yang didukung oleh partisipasi aktif dan bertanggung jawab dari seluruh warga negaranya.

Penolakan Golput

Pemilu 2024 tidak sekadar kesempatan untuk memilih pemimpin, namun juga panggilan untuk menghargai hak memilih dan menegaskan kewajiban kewarganegaraan kita.

Dalam konteks ini, penolakan terhadap golongan putih (golput) menjadi bagian integral dari tanggung jawab kita sebagai warga negara yang berdaulat.

Dalam konteks demokrasi, hak memilih adalah hak asasi setiap warga negara yang harus dijunjung tinggi. Dengan memberikan suara dalam Pemilu, kita turut berperan dalam menentukan masa depan negara.

Oleh karena itu, menyalurkan hak pilih kita dengan sungguh-sungguh, adalah bentuk penghargaan terhadap proses demokrasi.

Jadi jelaslah penolakan terhadap golput menjadi manifestasi dari kesadaran akan pentingnya partisipasi aktif dalam proses demokratis.

Golput tidak hanya mencerminkan sikap apatis terhadap perkembangan politik negara, tetapi juga dapat mengurangi legitimasi hasil pemilihan umum.

Sebagai warga negara yang memiliki suara, kita memiliki tanggung jawab moral untuk menggunakan hak pilih kita sebagai alat untuk menyuarakan keinginan dan aspirasi kita.

Penolakan terhadap golput juga merupakan langkah konkret dalam memperkuat kedewasaan politik dan kematangan demokrasi di Indonesia.

Dengan menunjukkan keaktifan dalam proses pemilihan umum, kita memberikan sinyal kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara yang matang secara politik dan mampu menjalankan sistem demokrasi dengan baik.

Hal ini akan memperkuat posisi Indonesia dalam kancah internasional, meningkatkan kepercayaan investor, dan memperkuat hubungan diplomatik dengan negara-negara lain.

Golput merupakan fenomena yang cukup umum di banyak negara. Meskipun alasan-alasan di balik golput bisa bervariasi, namun beberapa motif utama sering muncul, seperti ketidakpuasan terhadap sistem politik atau kandidat yang tersedia.

Namun, penting untuk memahami bahwa golput memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap stabilitas politik dan keberlanjutan demokrasi.

Salah satu alasan yang sering dikemukakan untuk golput adalah ketidakpuasan terhadap sistem politik atau kandidat yang tersedia.

Sejumlah pemilih mungkin merasa bahwa partai politik yang ada tidak mewakili kepentingan mereka, atau kandidat yang tersedia tidak memiliki integritas atau kompetensi yang memadai.

Selain itu, ketidakpuasan terhadap kebijakan atau kinerja pemerintah juga bisa menjadi pemicu golput bagi sebagian orang.

Namun, meskipun alasan-alasan ini dapat dimengerti, golput tetap memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap stabilitas politik dan keberlanjutan demokrasi.

Dengan tingkat partisipasi yang rendah, maka legitimasi pemerintahan dapat dipertanyakan, dan kepercayaan masyarakat terhadap proses demokratis dapat terkikis.

Selain itu, golput juga dapat memengaruhi hasil pemilihan dengan cara yang tidak diinginkan, karena pemilih yang absen cenderung memiliki kecenderungan politik yang berbeda-beda.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menyoroti bahwa ketidakpuasan terhadap pilihan yang tersedia bukanlah alasan yang valid untuk tidak memilih.

Sebaliknya, partisipasi politik aktif merupakan salah satu cara efektif untuk memengaruhi perubahan dalam sistem politik dan memilih pemimpin yang mewakili nilai-nilai dan kepentingan kita.

Dengan cara ini, kita dapat membangun masyarakat yang lebih demokratis dan berkelanjutan, di mana suara setiap warga negara dihargai dan diwakili dengan baik dalam proses pengambilan keputusan politik.

Catatan sejarah sistem Demokrasi

Dari sana ada baiknya kita tilik juga bahwa sejarah mencatat perjuangan panjang manusia dalam memperoleh hak memilih – perjalanan yang telah membentuk dasar dari sistem demokrasi yang kita kenal saat ini.

Dari zaman kuno hingga era modern, hak memilih telah menjadi tolok ukur kebebasan dan kesejahteraan masyarakat.

Dalam peradaban kuno seperti Athena klasik, konsep demokrasi telah dikenal dan diamalkan dalam bentuk pengambilan keputusan kolektif oleh warga kota.

Meskipun cakupannya terbatas, namun hal ini mencerminkan dorongan manusia untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka.

Pada masa Renaisans dan pencerahan Eropa, gagasan tentang kedaulatan rakyat dan partisipasi politik semakin ditekankan. Para pemikir seperti John Locke dan Jean-Jacques Rousseau memperjuangkan hak-hak individual dan peran rakyat dalam pemerintahan.

Gerakan-gerakan revolusioner seperti Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis menandai tonggak penting dalam perjuangan manusia, untuk memperoleh hak memilih dan menolak pemerintahan otoriter.

Sementara itu, pada abad ke-19 dan ke-20, gerakan hak pilih semakin menguat, terutama dalam konteks perjuangan hak-hak sipil dan gerakan feminis.

Di berbagai negara, perluasan hak memilih menjadi fokus utama bagi para aktivis dan reformis, yang berjuang untuk menciptakan sistem politik lebih inklusif dan demokratis.

Hal ini mendorong perkembangan sistem demokrasi di banyak negara, di mana partisipasi politik menjadi hak yang diakui dan dihormati.

Oleh karena itu, memilih pemimpin tidak hanya merupakan kewajiban, tetapi juga penghormatan atas perjuangan yang dilakukan oleh para pendahulu kita untuk mendapatkan hak tersebut.

Dalam konteks modern, di mana demokrasi menjadi sistem politik yang dominan di banyak negara, penting bagi kita untuk tidak melupakan sejarah panjang perjuangan untuk hak memilih yang kita nikmati saat ini.

Dengan menghargai dan memahami perjuangan tersebut, kita dapat lebih bersedia untuk mengambil bagian aktif dalam proses demokrasi, termasuk dalam pemilihan pemimpin yang akan memimpin dan mewakili kita.

Bersambung, baca artikel selanjutnya: Memilih Pemimpin, Menolak Golput (Bagian II - Habis)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com