Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muncul Desakan Gibran Mundur Usai DKPP Putuskan KPU Langgar Etik, Mungkinkah?

Kompas.com - 06/02/2024, 16:15 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Muncul desakan supaya calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, mundur dari pencalonannya di Pemilu 2024.

Desakan ini menyusul putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menjatuhkan sanksi etik kepada seluruh komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI lantaran memproses pendaftaran Gibran sebagai cawapres.

Pakar kebijakan publik Yanuar Nugroho mengatakan, putusan DKPP memang tidak serta-merta membatalkan pencalonan Gibran. Kendati begitu, menurutnya, keputusan mundur akan jauh lebih bijak di tengah polemik yang terjadi.

Apalagi, sebelum putusan DKPP, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) juga menjatuhkan sanksi etik ke hakim konstitusi Anwar Usman karena memutus Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menjadi pintu masuk buat Gibran maju sebagai cawapres.

"Ini calon wakil presiden lho, hukumnya enggak apa-apa menurut hukum. Tapi dua, MKMK dan DKPP mengatakan ini melanggar etik. Maka saya setuju, if I were (jika saya) Gibran, dengan kesatria saya mengatakan, saya mundur," kata Yanuar dalam acara diskusi di Media Center Ganjar Mahfud, Jalan Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (5/2/2023).

Baca juga: KPU Langgar Etik karena Loloskan Gibran, Masyarakat Diminta Rasional Memilih

Menurut Yanuar, Gibran akan lebih terhormat dan mendapat tempat yang baik di masyarakat jika memilih mundur dan kembali ambil bagian pada kontestasi Pilpres 2029.

Sebaliknya, kata dia, masalah etik akan terus dibawa jika Gibran tidak mundur, apalagi memenangkan Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.

"Saya melakukan pelanggaran etik, saya salah, saya mundur, (it's) not my time (ini bukan waktu saya). (Tahun) 2029 he will comeback much stronger (dia akan kembali dengan lebih kuat). Sekarang kalau dia menang, enggak ada legitimasi itu. Orang-orang yang bicara etik akan berat (menerima) menurut saya," ujar Yanuar.

Lantas, mungkinkah Gibran mundur dari pencalonannya sebagai wakil presiden?

Pelik

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur larangan mundur bagi capres atau cawapres yang sudah ditetapkan sebagai pasangan calon tetap.

Adapun Gibran telah resmi ditetapkan sebagai cawapres peserta Pemilu 2024 pada 13 November 2023, bersamaan dengan penetapan capres dan cawapres lainnya.

Baca juga: TKN: Pelanggaran Etik Ketua KPU Tak Berdampak ke Pencapresan Prabowo-Gibran

“Persoalan mundur ini cukup pelik. Sebab ada larangan mundur bagi calon yang sudah ditetapkan sebagai pasangan calon tetap,” kata Titi kepada Kompas.com, Selasa (6/2/2024).

Pasal 236 ayat (2) UU Pemilu berbunyi, “Salah seorang dari bakal pasangan calon atau bakal pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf f dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPU”.

Menurut UU Pemilu, capres atau cawapres yang mengundurkan diri bisa dikenai pidana maksimal lima tahun dan denda hingga Rp 50 miliar. Ketentuannya sebagai berikut:

Pasal 552 UU Nomor 7 Tahun 2017
(1) Setiap calon presiden atau wakil presiden yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah penetapan calon presiden dan wakil presiden sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

(2) Pimpinan partai politik atau gabungan pimpinan partai politik yang dengan sengaja menarik calonnya dan/atau pasangan calon yang telah ditetapkan oleh KPU sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

Putusan DKPP sendiri, kata Titi, menyangkut persoalan etika. DKPP tidak boleh melampaui masalah penegakan etika, apalagi mengubah keputusan administratif penyelenggara pemilu.

Oleh karenanya, meski memutuskan KPU RI melanggar etik, DKPP menyatakan bahwa langkah KPU meloloskan Gibran pada Pilpres 2024 telah sesuai dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai syarat minimal usia calon presiden dan calon wakil presiden.

Atas putusan ini, DKPP seolah hanya menekankan soal pelanggaran etika para komisioner KPU, tanpa menyentuh implementasi Putusan MK. DKPP seakan hendak menyatakan bahwa putusan mereka tidak berkaitan dengan pencalonan Gibran.

Kendati begitu, Titi mengatakan, ini tak mengesampingkan fakta bahwa pencalonan Gibran pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 memang bermasalah.

“Putusan DKPP tidak dapat digunakan untuk mendiskualifikasi Gibran, namun pelanggaran etika tersebut akan terus digunakan untuk mendelegitimasi pencalonannya yang memang problematik sejak awal,” ujarnya.

“Putusan DKPP ini menegaskan bahwa ada banyak masalah etika dalam proses pencalonan Gibran,” kata Titi.

Baca juga: TKN: Pelanggaran Etik Ketua KPU Tak Berdampak ke Pencapresan Prabowo-Gibran

Meski demikian, lanjut Titi, putusan DKPP ini dapat digunakan sebagai pertimbangan para pemilih untuk rasional dan kritis.

Pemilih diharapkan menggunakan hak pilih dengan menimbang segala aspek terkait capres-cawapres, sehingga pilihan bisa dijatuhkan secara benar, bijaksana, dan bertanggung jawab.

“Tidak mengabaikan dinamika yang terjadi, jusatru itu jadi referensi dalam menjatuhkan pilihan. Apalagi mengingat pilpres sudah dalam hitungan hari,” tutur pengajar Universitas Indonesia (UI) itu.

Putusan DKPP

Sebelumnya diberitakan, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, Senin (5/2/2024).

Hasyim dinilai melanggar kode etik karena memproses pendaftaran Gibran sebagai calon wakil presiden, tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Ajak Masyarakat Beri Sanksi Etik ke Prabowo-Gibran

Selain itu, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada 6 Komisioner KPU, yakni August Mellaz, Betty Epsilo Idroos, Mochamad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan Idham Holik.

Dalam pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, KPU seharusnya segera melakukan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah setelah Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 pada 16 Oktober 2023.

Ini diperlukan agar Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 selaku aturan teknis pilpres bisa segera direvisi akibat dampak putusan MK.

“Para teradu baru mengajukan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023, atau 7 hari setelah putusan MK diucapkan," kata Wiarsa.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Nasional
Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nasional
Saksi Kemenhub Sebut Pembatasan Kendaraan di Tol MBZ Tak Terkait Kualitas Konstruksi

Saksi Kemenhub Sebut Pembatasan Kendaraan di Tol MBZ Tak Terkait Kualitas Konstruksi

Nasional
Puan Maharani: Parlemen Dunia Dorong Pemerintah Ambil Langkah Konkret Atasi Krisis Air

Puan Maharani: Parlemen Dunia Dorong Pemerintah Ambil Langkah Konkret Atasi Krisis Air

Nasional
Hari ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Hari ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Nasional
Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Nasional
Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 Bersandar di Jakarta, Prajurit Marinir Berjaga

Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 Bersandar di Jakarta, Prajurit Marinir Berjaga

Nasional
Erupsi Gunung Ibu, BNPB Kirim 16 Juta Ton Bantuan Logistik untuk 1.554 Pengungsi

Erupsi Gunung Ibu, BNPB Kirim 16 Juta Ton Bantuan Logistik untuk 1.554 Pengungsi

Nasional
Pesawat Terlambat Bisa Pengaruhi Layanan Jemaah Haji di Makkah

Pesawat Terlambat Bisa Pengaruhi Layanan Jemaah Haji di Makkah

Nasional
Indonesia-Vietnam Kerja Sama Pencarian Buron hingga Perlindungan Warga Negara

Indonesia-Vietnam Kerja Sama Pencarian Buron hingga Perlindungan Warga Negara

Nasional
Survei IDEAS: Penghasilan 74 Persen Guru Honorer di Bawah Rp 2 Juta

Survei IDEAS: Penghasilan 74 Persen Guru Honorer di Bawah Rp 2 Juta

Nasional
Dewas KPK Tunda Putusan Sidang Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas KPK Tunda Putusan Sidang Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Jokowi Minta Relokasi Rumah Warga Terdampak Banjir di Sumbar Segera Dimulai

Jokowi Minta Relokasi Rumah Warga Terdampak Banjir di Sumbar Segera Dimulai

Nasional
JK Sampaikan Duka Cita Wafatnya Presiden Iran Ebrahim Raisi

JK Sampaikan Duka Cita Wafatnya Presiden Iran Ebrahim Raisi

Nasional
PKS: Kami Berharap Pak Anies Akan Dukung Kader PKS Sebagai Cagub DKJ

PKS: Kami Berharap Pak Anies Akan Dukung Kader PKS Sebagai Cagub DKJ

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com