Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moh. Suaib Mappasila
Staf Ahli Komisi III DPR RI / Konsultan

Sekjen IKAFE (Ikatan Alumni Fak. Ekonomi dan Bisnis) Universitas Hasanuddin. Pemerhati masalah ekonomi, sosial dan hukum.

Memahami Anomali Debat Pamungkas Capres 2024

Kompas.com - 06/02/2024, 08:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MUNGKIN hampir semua sepakat bahwa jalannya Debat Kelima Capres 2024 yang berlangsung pada 4 Februari 2024, adalah anomali, atau sesuatu yang berada di luar ekspektasi banyak orang.

Debat kali ini justru berbanding terbalik dari debat-debat sebelumnya dan juga berlawanan dari kondisi objektif dinamika kontestasi akhir-akhir ini yang seharusnya melatarbelakangi debat tersebut.

Bila kita perhatikan, pada debat pertama (debat capres) – yang bertemakan Demokrasi, Hukum dan HAM – perdebatan berlangsung seru.

Capres no 2 Prabowo Subianto menjadi sasaran tembak kedua capres lain, yakni no 1 Anies Baswedan dan no 3 Ganjar Pranowo yang menyerang secara agresif masa lalu Prabowo, termasuk masalah Putusan MK No. 90.

Debat pertama ini mengubah sudut pandang publik yang awalnya apatis dengan debat capres, menjadi antusias.

Debat kedua, yang menghadirkan Cawapres masing-masing Paslon, justru lebih meningkatkan eskalasi ketertarikan publik.

Pada debat kedua ini, Cawapres no 2 Gibran Rakabuming yang sebelumnya dianggap “underdog”, justru membalikkan ekspektasi publik dengan tampil begitu agresif dan menguasai panggung debat. Meski banyak juga kritik kepadanya, karena menggunakan istilah-istilah menjebak yang dianggap tidak etis.

Namun terlepas dari itu, debat kedua ini menyajikan banyak bahan baku bagi para tim sukses untuk melakukan framing ke dalam kampanye mereka sepekan berikutnya.

Lebih dari sepekan, media sosial dan lapangan terus diwarnai cuplikan-cuplikan debat cawapres ini.

Debat ketiga, yang membawa isu Pertahanan, Keamanan, Hubungan Luar Negeri dan Geopolitik, bisa dikatakan sebagai babak paling panas.

Pada debat kali ini, terlihat sekali Prabowo yang ketika itu memimpin elektabilitas dihampir semua hasil survei nasional – justru babak belur dirajam oleh serangan-serangan agresif dari Anies dan Ganjar.

Bahkan di sini, publik seakan melihat bagaimana Anies dan Ganjar seperti kompak, gayung bersambut memberikan nilai pada kinerja Kementerian Pertahanan yang dipimpin oleh Prabowo.

Tak ayal, hasil debat ketiga ini, menjadi bahan baku kampanye yang terus digunakan oleh Prabowo selama lebih dari sepekan setelahnya.

Dalam safari kampanye Prabowo ke wilayah Sumatera, penilaian yang diberikan oleh Ganjar dan Anies dalam debat ketiga, menjadi frasa yang diulang-ulang tanpa henti.

Dan hal ini menunjukkan bagaimana panggung debat dan lapangan, memiliki relevansi yang berhubungan dalam kontestasi Pilpres 2024 ini.

Adapun debat keempat, yang merupakan debat Cawapres, mempertebal nuansa kontestasi ini. Gibran tampil makin agresif – bahkan menggunakan gimik – yang oleh sebagian publik dianggap sebagai perilaku tidak etis.

Lagi-lagi, jalannya debat keempat menjadi bahan baku yang memengaruhi narasi kampanye semua paslon di lapangan.

Menjelang debat kelima, narasi kampanye ketiga paslon terus bereskalasi di lapangan. Ditambah lagi, pascadebat keempat itu, kampanye paslon sudah memasuki masa rapat akbar, yang mengundang banyak simpatisan mereka.

Sudah barang tentu, narasi dalam debat terakhir memengaruhi juga narasi dalam kampanye di lapangan. Dan ini terus bereskalasi makin tinggi.

Bahkan tidak tanggung-tanggung, beberapa hari jelang berlangsungnya Debat kelima (atau debat terakhir ini), beberapa kampus juga sudah turun tangan memanaskan arena kontestasi pilpres 2024 dengan mengeluarkan petisi dan maklumat yang bukan hanya mempersoalkan pilpres, tapi juga kebijakan-kebijakan pemerintahan Jokowi.

Dengan latar belakang seperti ini, sudah sewajarnya bila publik menyangka bahwa debat Capres kelima akan berlangsung lebih panas dari debat-debat sebelumnya.

Karena begitu banyak narasi di luar yang bisa dijadikan bahan baku untuk saling menyerang dan mendistorsi elektabilitas kompetitornya. Belum lagi debat ini adalah debat terakhir, dan hanya tinggal 10 hari lagi menuju hari pencoblosan.

Narasi yang lahir pada debat kali ini, akan menjadi bahan baku efektif untuk meraih simpati pemilih di satu minggu terakhir kampanye di lapangan. Terutama undecided voters yang sampai saat ini masih belum menentukan pilihannya.

Namun ekspektasi publik itu ternyata jauh panggang dari api. Apa yang kita saksikan dalam debat kelima tak ubahnya seperti sarasehan para tokoh, yang saling mendukung dan menyetujui satu sama lain.

Memang ada sedikit sentuhan serangan di dalamnya, tapi itu masih jauh dari ekspektasi yang diharapkan publik bisa terjadi dalam debat kali ini.

Pertanyaaannya, mengapa anomali itu bisa terjadi?

Anomali adalah istilah umum yang merujuk kepada keadaan penyimpangan atau keanehan yang terjadi atau dengan kata lain tidak seperti biasanya.

Anomali juga sering di ebut sebagai suatu kejadian yang tidak bisa diperkirakan sehingga sesuatu yang terjadi akan berubah-ubah dari kejadian biasanya.

Dalam teori anomali, di mana ini adalah kerangka kerja yang menjelaskan mengapa fenomena tertentu menyimpang dari ekspektasi atau norma yang diterima, ada beberapa alasan yang bisa menjelaskan mengapa situasi itu berlangsung di luar pakem atau alur yang seharusnya terjadi.

Pertama, karena adanya kesalahan dalam pengukuran, pengamatan, atau analisis terhadap suatu fenomena, sehingga bisa terjadi anomali.

Terkait hal ini, rasa-rasanya tidak ada yang salah dengan pengamatan publik terkait apa yang terjadi dalam debat pertama sampai keempat, dan juga fakta meningkatnya eskalasi kontestasi pascaterjadinya debat tersebut.

Terlebih jelang debat kelima, hampir tidak ada orang yang membantah bahwa eskalasi kontestasi terus memanas, dan ini membingungkan bila tidak memengaruhi jalannya debat kelima.

Apalagi, menurut survei terakhir, elektabilitas Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud MD masih berjarak cukup jauh dari Prabowo-Gibran yang digadang-gadang bisa membuat Pilpres ini berlangsung hanya sekali putaran saja.

Dengan adanya fakta ini, seharusnya Anies dan Ganjar bersikap lebih agresif menyerang Prabowo dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan berbobot dan menjebak dalam debat kelima tersebut.

Ini belum lagi bila kita memasukan variable background ketika capres dengan tema debat kelima ini yang mengusung tema Pendidikan, kebudayaan, ketenagakerjaan, dan inklusi.

Di antara ketiga capres, latar belakang Prabowo adalah yang paling tidak relevan dengan tema ini. Dengan demikian, bisa diasumsikan Prabowo paling tidak menguasai tema ini.

Sedangkan Anies pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, dan juga pernah menjadi inisiator Gerakan Indonesia mengajar. Ini tentu background yang sangat relevan.

Belum lagi bila mengingat bahwa Muhaimin saat ini masih menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI bidang Kesra, yang diasumsikan bisa menggandakan pemahaman Anies tentang tema yang diusung.

Demikian juga dengan Ganjar yang cukup lama pernah menjabat sebagai gubernur dan pernah bersentuhan secara langsung tema-tema yang disediakan.

Seharusnya memiliki bahan baku yang cukup untuk merangkai pertanyaan menjebak dan cukup menyudutkan kedua paslon lainnya. Namun alih-alih, apa yang tergambar di atas meja, ternyata tidak terjadi dalam praktiknya.

Kedua, terjadinya anomali bisa disebabkan juga karena kompleksnya variable yang menyebabkan terjadinya satu fenomena, sehingga banyak variable katalis tidak terbaca.

Dalam hal ini, bisa jadi konsep ini yang dipertimbangkan oleh ketiga capres dalam debat kelima pada 4 Februari lalu.

Memang benar, Anies dan Ganjar secara latar belakang diasumsikan paling menguasi tema debat kali ini. Namun jangan lupa menguasaan seperti ini, bisa menjadi beban tersendiri yang bisa berujung blunder pada dirinya.

Hal ini terlihat jelas dalam hasil debat ketiga capres sebelumnya, di mana Prabowo yang dianggap paling menguasai tema, justru mengalami banyak blunder tidak perlu, yang membuatnya tersudut jauh.

Demikian juga dengan Prabowo sebagai sosok yang tidak dijagokan dalam debat kali ini, seharusnya bisa memanfaatkan momentum ini untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan krusial di seputar tema debat. Namun yang terjadi justru beliau meminta konfirmasi atas rencana program kerja yang dia miliki.

Bisa jadi Prabowo memilih posisi defensif sebagai bentuk antisipasi kalau-kalau terjadi serangan berulang seperti dalam debat sebelumnya.

Selain itu, program-program kerja yang dia tanyakan/konfirmasi kepada kedua paslon lain adalah isu-isu yang sebenarnya sudah sangat popular di tengah publik, dan sudah dibedah oleh para ahli dan juga tim suksesnya.

Sehingga tanggapan apapun yang diterimanya tidak akan menjadi blunder, karena tidak mungkin menyimpang jauh dari lingua franca publik selama ini.

Bisa jadi pertimbangan ini yang membuat pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh masing-masing capres tidak setajam dalam debat-debat sebelumnya.

Ketiga, terjadinya anomali bisa juga disebabkan munculnya faktor eksternal yang menjadi variable tak terduga, sehingga fenomena bisa berlangsung berbeda dengan ekspektasi atau harapan publik.

Untuk yang satu ini, kitapun sulit menduganya. Karena sejauh ini, kita tidak melihat adanya faktor eksternal yang dimaksud.

Terlepas dari anomali dalam debat capres terakhir ini, sebenarnya Pilpres 2024 sejak awal sudah sangat banyak melahirkan anomali; mulai dari dukungan Jokowi kepada Prabowo; berpasangannya Anies dengan Cak Imin; munculnya fenomena Gibran; dan bagaimana elektabilitas Ganjar yang selama beberapa tahun sebelumnya menempati posisi sangat tinggi, tiba-tiba merosot begitu jauh, bahkan sempat berada di bawah Anies.

Anomali yang terjadi dalam Pilpres 2024 sesungguhnya dapat memainkan peran penting dalam kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu Politik.

Ketika anomali tidak dapat dijelaskan oleh teori yang ada, hal ini seharusnya dapat mendorong para ilmuwan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dan mengembangkan teori baru yang lebih komprehensif, khususnya dalam menilai dinamika politik di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com