Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TPN Ganjar-Mahfud Nilai Pencalonan Gibran Bisa Dibatalkan, Sebut Ada 2 Putusan Pelanggaran Etik

Kompas.com - 05/02/2024, 20:01 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD menilai pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) di pemilihan presiden (Pilpres) 2024 bisa dibatalkan menyusul putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kepada komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

Deputi Bidang Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis berpendapat bahwa pencalonan pasangan calon (paslon) nomor urut 2, Prabowo-Gibran telah memenuhi syarat untuk dibatalkan.

Sebab, sudah ada dua putusan pelanggaran etik yang menyangkut pencalonan paslon nomor urut 2 tersebut.

Diketahui, putusan DKPP yang menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari, karena melanggar kode etik terkait proses pendaftaran capres-cawapres setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan perubahan syarat batas usia peserta Pilpres.

Baca juga: Pakar Sarankan Gibran Mundur Usai DKPP Putuskan KPU Langgar Etik

Sebelum putusan DKPP, ada putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menyatakan Ketua MK saat itu Anwar Usman melanggar etik berat terkait putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 soal syarat usia calon presiden (capres) dan cawapres dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pada pertengahan Oktober 2023.

Padahal, diketahui bahwa putusan MK itu memuluskan langkah Gibran mengikuti kontestasi Pilpres 2024.

"Dengan dua putusan yang melanggar kode etik ini ada alasan yang cukup kuat untuk mengatakan bahwa harusnya putusan pendaftaran Prabowo dan Gibran itu dinyatakan dapat dibatalkan, (bukan) tidak batal demi hukum," kata Todung di Media Center Ganjar-Mahfud, Jalan Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (5/2/2024).

"Dalam hukum itu ada yang disebut batal demi hukum, atau dapat dibatalkan. Dan menurut saya dapat dibatalkan pendaftaran ini," ujarnya lagi menjelaskan.

Baca juga: Dinyatakan Langgar Etik Terkait Pencalonan Gibran, Ketua KPU: Saya Tidak Akan Komentari Putusan DKPP

Todung mengatakan, putusan-putusan tersebut adalah milestone dan peringatan (warning) bahwa Indonesia berada dalam bahaya konstitusional saat ini.

Dia pun menilai bahwa Prabowo-Gibran seharusnya mengundurkan diri secara sukarela karena adanya dua putusan terkait pelanggaran etik tersebut.

"Yang bersangkutan yang tahu mereka sudah melalui proses yang penuh dengan pelanggaran etika, secara sukarela mengundurkan diri sebagai capres dan cawapres," kata Todung.

Sebelumnya diberitakan, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari karena melanggar kode etik terkait proses pendaftaran capres-cawapres.

Hasyim disebut memproses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden, tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Baca juga: DKPP Beri Sanksi Peringatan Keras ke Ketua KPU, Pakar: Harusnya Dipecat...

"Hasyim Asy'ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu," kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan sidang di Jakarta, Senin (5/2/2024).

"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari selaku teradu 1," ujarnya lagi.

Halaman:


Terkini Lainnya

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com