Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mayjen TNI Rido Hermawan, M.Sc
Pengajar Lemhannas

Tenaga Ahli Pengajar Bidang Kewaspadaan Nasional di Lemhannas

Sesar Politik Kesadaran Berbangsa Indonesia

Kompas.com - 04/02/2024, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BELAKANGAN ini nampaknya mulai jamak terjadi di sekitaran kita, banyak orang takut dengan makanan haram, tapi tidak takut dengan penghasilan yang didapat dari cara haram.

Fenomena tersebut bisa kita cermati dari maraknya korupsi dan bahkan oligarki politik yang kian menggurita. Melahirkan sepuluh ribuan pejabat pemerintahan yang harus membeli jabatannya dengan biaya teramat mahal.

Setelah itu, bahkan terjadi fenomena yang tak kalah menggelisahkan, karena mereka juga masih harus bertarung dengan perasaan semu, yang seolah mewajibkannya untuk membayar upeti pada sang pemberi jabatan.

Indonesia, sebagai negara yang kaya keanekaragaman budaya dan suku bangsa, menghadapi sejumlah tantangan dalam merajut kesatuan politik.

Kesadaran politik, yang seharusnya menjadi kekuatan pengikat, terkadang malah menghadirkan sejumlah ancaman bagi persatuan. Beberapa yang paling kentara adalah, polarisasi politik yang semakin meningkat.

Perbedaan pandangan dan perdebatan kepentingan politik seringkali memecah belah masyarakat dan memperlemah solidaritas nasional.

Polarisasi ini tidak hanya terjadi di tingkat elite politik, tetapi juga merembet ke lapisan masyarakat akar rumput—menciptakan jurang antara kelompok yang berbeda.

Isu identitas yang kompleks turut menjadi penghalang dalam kesadaran berbangsa Indonesia. Meskipun keanekaragaman budaya dan etnis menjadi kekayaan, namun terkadang isu-isu identitas dapat dimanfaatkan oleh kelompok tertentu demi kepentingan politik mereka.

Hal ini dapat menciptakan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, serta mengaburkan visi bersama untuk membangun Indonesia yang gemah ripah.

Kemunculan kelompok-kelompok intoleran, juga perlu mendapat perhatian. Dalam suasana Pilpres seperti saat ini, mereka kerap kali mengekspresikan kebencian dan diskriminasi terhadap kelompok lain dan bahkan tindak kekerasan yang mengancam kerukunan dan kedamaian berbangsa dan bernegara.

Selain itu, ketidaksetaraan pembangunan antarwilayah di Indonesia, masih menjadi isu utama di republik ini.

Tidak semua daerah mendapatkan pembangunan dan perhatian yang sama, jelas dapat menciptakan rasa ketidakpuasan dan ketidakadilan di antara masyarakat. Hal ini menjadi tantangan serius dalam menciptakan kesadaran berbangsa yang kuat dan merata.

Hal yang tak bisa dinafikan begitu saja, yaitu pentingnya pendidikan dalam membentuk kesadaran berbangsa. Sementara itu, sistem pendidikan di Indonesia masih menghadapi tantangan, seperti ketidaksetaraan akses dan kualitas pendidikan.

Maka untuk itu, perlu adanya reformasi pendidikan yang menyeluruh guna memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan pendidikan yang merata dan berkualitas, dan dapat membentuk kesadaran berbangsa sejak dini.

Dalam mengatasi perkara tersebut, partisipasi aktif masyarakat tentu sangat diperlukan. Pembentukan forum-forum dialog yang inklusif dan merangkul seluruh lapisan masyarakat dapat menjadi langkah positif dalam mengatasi polarisasi politik.

Selain itu, perlunya peningkatan pemahaman tentang keanekaragaman budaya dan penghormatan terhadap hak-hak setiap individu dapat menjadi landasan kuat bagi kesadaran berbangsa yang berkemajuan—tentu dengan berbagai kegiatan positif untuk mengaplikasikannya.

Dengan langkah nyata, termasuk reformasi politik, pendidikan, dan partisipasi aktif masyarakat, kita dapat bersama-sama mengatasi tantangan ini dan membangun Indonesia yang kokoh dalam keragaman.

Kesadaran berbangsa bukanlah tujuan akhir, melainkan perjalanan panjang menuju persatuan yang semakin erat dan kokoh.

Ibu Pertiwi yang hamil tua

Kandungan Ibu Pertiwi kali ini, rupanya perlu mendapat penanganan khusus. Sebab di dalam rahimnya bersemayam seorang pemimpin berikutnya yang akan melanjutkan tongkat estafet kepresidenan yang ke delapan.

Namun sepertinya ada gelagat, seolah ia tak bisa melahirkan secara normal— dan harus ada upaya sesar.

Mengapa? Kalau tidak disesar, maka bayi yang suci dengan potensi baik tidak akan lahir dan akan mati bersama ibunya. Kalaulah iya, maka dokter sesarnya harus sang resi agung berhati bersih dengan budi pekerti yang luhur.

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia pada 2024, jadi Pemilu ke-13 bagi kita. Berbeda jauh dengan Pemilu perdana pada 1955 yang tercatat sebagai paling demokratis, Pemilu kali ini diwarnai begitu banyak peristiwa dan praktik mencengangkan—yang terpampang secara gamblang dan sulit terpahami secara lugas, entah karena apa.

Lucunya, melihat kehebohan dan kemusykilan yang berlangsung itu, bangsa kita nyaris tak bisa berbuat apa-apa, kecuali menelan ludah bolak-balik.

Semua piranti yang ada, seolah tak sadar dan digerakkan untuk melanggengkan drama fenomenal hasrat dan melibas asumsi, sakwasangka dan pemikiran siapa pun yang mengamatinya.

Terkait itu, sejatinya kita sudah punya preseden yang bagus. Pada 1 Desember 1956, Bung Hatta meletakkan jabatannya sebagai wakil presiden—setelah dua kali melayangkan surat pengunduran diri kepada Ketua DPR, Sartono.

Apa pasal? Ia mengaku tak lagi seiring jalan dengan Bung Karno selaku presiden—yang kala itu hanya berpusat pada dirinya sendiri (egosentris).

Sayangnya, teladan sebagus itu tak lagi jadi pedoman dan seakan tak digubris para putra terbaik yang menjadi kontestan dan pengusungnya saat ini.

Mereka seolah menganggap posisi strategisnya, diyakini dengan iman yang kuat, tidak akan menimbulkan konflik kepentingan.

Meskipun kenyataan yang terjadi, justru sebaliknya... Ehm, fenomena pelangi yang luar biasa dan para penidur yang tersadar pun hanya kaget dan tergagap dengan bergumam—memang boleh?

Pemilu paling kiwari yang sedang kita gelar tahun ini, tentu menjadi momen krusial dalam perjalanan demokrasi bangsa, menyongsong Indonesia Emas 2045.

Pemilihan presiden tidak hanya sekadar ajang pemilahan pemimpin, tetapi juga menentukan arah kebijakan dan masa depan negara.

Semua pihak, baik Capres-Cawapres maupun pemilih, memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa hajatan ini bakal berlangsung secara adil, transparan, dan demokratis.

Kita harus sama-sama menopang panggung akbar kontestasi Pemilu tidak rubuh. Karena ada begitu banyak kepentingan yang sedang beradu tegang di atasnya.

Masing-masing pihak ingin tampil sebagai pemenang dan kampiun negeri tanpa tanding. Tapi mereka seolah lupa akan kewajibannya untuk menguatkan fondasi yang akan menopang jabatannya lima tahun ke depan.

Upaya penguatan fondasi tersebut, mestinya perlu dilakukan secara berkelanjutan, agar kesadaran berbangsa Indonesia dapat terus dijaga dan ditingkatkan.

Kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia yang kuat, merupakan kunci menjaga keutuhan bangsa dan negara Indonesia.

Semoga sesar politik yang kemungkinannya bisa saja terjadi, tak berdampak besar pada kemaslahatan ratusan juta rakyat Indonesia.

Sebagai pungkasan dari risalah ini, kami panjatkan doa dari khazanah kebudayaan Negeri Matahari;

Mugo gusti paringi kulo sedoyo berkah selamat lan ademe ati, rahayu sagung dumadi.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com