Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

Pemilu Harus Menyehatkan Demokrasi

Kompas.com - 01/02/2024, 08:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Maka tak mengherankan muncul gerakan anti-intelektualisme, di mana keahlian dan pengetahuan dipandang tak relevan.

Ketidakpercayaan terhadap pakar merajalela. Siapa pun berhak menyatakan diri ahli, asalkan mampu menggalang massa.

Fakta terdistorsi, dipelintir, dan disesuaikan dengan kepentingan kelompok. "Bubble" informasi mengisolasi individu dari realitas objektif.

Medsos hanyalah cermin. Ia tentu tak serta merta menciptakan histeria dan perpecahan, tapi memperbesar apa yang sudah ada di masyarakat.

Demokrasi dalam wujud ideologi populisme egalitarian telah melemahkan akal sehat, meredam dialog konstruktif, dan menumbuhkan mentalitas “preman dan gerombolan”.

Pemilu 2024 akan menjadi ajang pembuktian apakah demokrasi di Indonesia masih sehat atau sudah terjangkit populisme egalitarian.

Jika demokrasi masih sehat, maka pemilu akan menjadi ajang dialog dan pertukaran gagasan yang sehat, di mana semua suara didengar, dihormati, dan dipertimbangkan, tanpa memandang jumlah pengikut atau kemenjeritan suaranya.

Namun, jika demokrasi sudah terjangkit populisme egalitarian, maka pemilu akan menjadi ajang histeria dan perpecahan, di mana suara mayoritas akan mendominasi dan suara minoritas akan dibungkam.

Populisme egalitarian, di satu sisi mendukung kesetaraan, namun di sisi lain dapat menciptakan dinamika di mana suara mayoritas mendominasi.

Kekhawatiran ini muncul jika pengaruh mayoritas menghambat perlindungan hak individu dan kepentingan minoritas.

Populisme egalitarian, jika tidak dielaborasi dengan baik atau jika terlalu diterapkan tanpa mempertimbangkan mekanisme perlindungan hak-hak individu, dapat membuka pintu bagi bentuk-bentuk otoritarianisme. Pengaruh mayoritas yang kuat bisa merugikan kebebasan dan hak-hak individu.

Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah pemilu 2024 menjadi ajang histeria dan perpecahan.

Pertama, pendidikan kritis dan literasi digital. Masyarakat perlu dibekali dengan kemampuan untuk berpikir kritis dan memilah informasi secara akurat, agar tidak mudah terprovokasi oleh konten-konten sensasional di media sosial.

Kedua, penguatan wacana publik yang sehat. Media massa dan lembaga swadaya masyarakat perlu aktif mendorong dialog dan pertukaran gagasan yang sehat, di mana semua suara didengar dan dihormati.

Ketiga, penegakan hukum yang tegas tak bisa ditawar lagi. Negara perlu tegas menindak penyebaran disinformasi dan ujaran kebencian, agar tidak memperburuk suasana menjelang pemilu.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com