Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Afif
Hakim PTUN Palembang

Lulusan Program Doktor Fakultas Hukum Universitas Andalas.

Urgensi Pengakuan Hak atas Tanah Masyarakat Hukum Adat

Kompas.com - 30/01/2024, 11:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Masyarakat sudah hidup mengakar di wilayahnya, di sana mereka dilahirkan, tumbuh dan berkembang menjadi masyarakat hukum adat yang kuat.

Di sana juga mereka hidup dan mati serta dikuburkan, tentu ini menjadi ikatan yang tidak dapat dilepaskan dengan mudah. Oleh sebab itu, seharusnya, pemerintah memberikan hak pengakuan tanah adat, bukan sertipikat hak milik.

Terhadap tanah adat atau tanah ulayat, seharusnya cukup pencatatan secara adminsitrasi tanpa sertipikat. Hal ini bertujuan agar tanah yang menjadi budaya leluhur bangsa Indonesia tetap ada.

Penerbitan sertipikat hak milik atas tanah adat hanya akan menyebabkan hilangnya keberadaan masyarakat hukum adat yang selama ini selalu terjaga karena adanya tanah ulayat.

Untuk pencatatan secara administrasi, konsep desa adat di Bali, seharusnya dapat menjadi contoh, di mana desa adat bisa jadi subyek milik tanah adat.

Meski tak ada cantolan hukum, KATR/BPN masa kepemimpinan Sofyan Djalil membuat peraturan yang memungkinan desa adat bisa menjadi subyek milik.

Saat ini, skema yang sama juga tengah diupayakan untuk diterapkan terhadap Suku Baduy. Skema seperti itu seharusnya lebih masif diterapkan dalam upaya untuk melindungi masyarakat hukum adat di daerah lain.

Dalam hal ini, yang diperlukan oleh masyarakat hukum adat adalah pengakuan atas wilayah adatnya, bukan pengakuan sektoral sebagai hak milik individu.

Tanah dalam konteks masyarakat hukum adat adalah milik komunal, sementara individu hanya memiliki hak untuk mengelola.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Nico Wamafma dari Greenpeace Indonesia dalam tulisan berjudul “Terbitkan Sertifikat HPL di Wilayah Adat, Menteri ATR/BPN Tuai Kritik” (2/11/23), bahwa yang dibutuhkan masyarakat adat adalah pengakuan atas eksistensi dan wilayah adat mereka.

Nico menambahkan bahwa wilayah adat tak boleh dilihat sepotong-sepotong. Kampung, hutan, kebun, air yang mengalir, sumber daya alam semua terintegrasi dalam satu kesatuan wilayah adat.

Terkait dengan kewajiban pembayaran pajak, pencatatan administrasi dalam bentuk tanah komunal/kaum/suku tidak bisa dijualbelikan. Hal ini erat kaitannya dengan status tanah adat yang tidak dapat dikomersialisasikan.

Selain itu, tanah adat tidak seharusnya dibebankan kewajiban membayar pajak, sebab pencatatan administrasi yang dilakukan bertujuan mempertahankan budaya dan mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat hukum adat.

Namun demikian, bukan berarti status tanah adat sepenuhnya meniadakan pembayaran pajak. Hanya saja konsepnya yang berbeda.

Dalam kontek tanah ulayat atau tanah adat, kewajiban pembayaran pajak bumi dan bangunannya melekat pada pengelola, dalam artian siapa yang menggarap dia yang bertanggung jawab membayar kewajiban pajaknya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

Nasional
KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

Nasional
Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Nasional
Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Nasional
Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Nasional
Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com