Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagi-bagi Bansos di Musim Kampanye, Berbau Politis hingga Diduga Menyandera Rakyat

Kompas.com - 26/01/2024, 07:15 WIB
Achmad Nasrudin Yahya

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyaluran bantuan sosial (bansos) oleh pemerintah di tengah musim kampanye dinilai bermuatan politis.

Indikasi tersebut terlihat dari ditemukannya stiker bergambar calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada kantong beras bansos yang disalurkan pemerintah.

Meski mendapat sorotan, pemerintah tetap menggenjot penyaluran bansos. Bahkan, pemerintah berjanji akan terus menyalurkan bansos hingga Juni 2024.

Jokowi "turun gunung"

Dalam realisasi program bansos, Presiden Joko Widodo bahkan sampai "turun gunung" dengan mengecek penyaluran bansos di Salatiga, Jawa Tengah, Senin (22/1/2024).

Jokowi mengatakan, pemerintah akan berupaya melanjutkan penyaluran bansos beras hingga Juni 2024. Dia berharap, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetap kuat agar bansos tetap tersalurkan.

"Kita berdoa bersama semoga APBN kita kuat sehingga bisa terus dilakukan," kata Jokowi.

Selain Jokowi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga turun langsung membagikan bansos. Ia membagikan bantuan cadangan beras pemerintah di Indramayu, Jawa Barat, Rabu (24/1/2024).

Baca juga: Viral Beras Bulog Berstiker Prabowo-Gibran, Airlangga: Semua Bansos Program Pemerintah

Airlangga menyebut bantuan pangan ini dimaksudkan untuk percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di Indonesia. Ia juga memastikan bahwa pemerintah akan melanjutkan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) El Nino yang kini masih dalam tahap pencairan.

"Bantuan langsung tunai yang El Nino besarnya Rp 200.000 per hulan sekarang dalam proses diharapkan di akhir bulan atau di awal bulan depan sudah bisa diluncurkan," ujarnya.

Berstiker Prabowo-Gibran

Dalam penyaluran bansos yang dilakukan pemerintah ternyata ditemukan adanya stiker bergambar Prabowo-Gibran. Stiker tersebut tertempel di kantong-kantong beras bansos.

Temuan ini sebagaimana laporan Tim Kampanye Nasional (TKN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD. TKN Ganjar-Mahfud mengingatkan bahwa beras bansos tidak boleh diklaim sebagai program Prabowo-Gibran.

"Itu satu penyimpangan karena bansos itu bukan milik satu paslon begitu. Bansos itu milik semua paslon kalau mau dikatakan demikian," kata Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis di Media Center TPN, Jakarta, Kamis (25/1/2024).

Baca juga: Rakyat Disebut Bebas Memilih dan Tak Boleh Tersandera Bansos

Todung mengingatkan, bansos adalah program pemerintah yang sudah dianggarkan dalam APBN. Dengan demikian, program tersebut sudah seharusnya atas nama pemerintah, bukan pasangan calon.

Atas temuan ini, TPN Ganjar-Mahfud tengah mempertimbangkan untuk melaporkan pemasangan stiker Prabowo-Gibran itu sebagai dugaan pelanggaran ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Kami membutuhkan beberapa waktu untuk melakukan penelisikan atau investigasi mengenai hal ini," ujar Todung.

Sementara Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Ahmad Muzani berkilah pemasangan stiker bergambar Prabowo-Gibran di kemasan beras merupakan hal yang lumrah terjadi.

"Itu bisa saja, tetapi saya belum melihat, karena di beberapa tempat juga yang seperti itu terjadi, beras Bulog," kata Muzani.

Bermuatan politis

Di sisi lain, penyaluran bansos di musim kampanye dinilai kentara akan muatan politis. Kecurigaan ini semakin terlihat ketika Jokowi dan jajaran menteri pendukung Prabowo-Gibran sampai turun tangan membagikan bansos di tengah masyarakat.

Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Erry Riyana Hardjapamekas menyebut penyaluran bansos yang langsung dilakukan Jokowi dan menterinya bukanlah hal lazim.

"Seperti biasanya kan dilakukan oleh paling tinggi bupati/walikota atau bahkan kepala desa, kepala RT RW malah di tempat saya. Tidak harus oleh presiden. Terlalu kentara menurut saya (bahwa) ada maksudnya," kata Erry.

Erry menilai penyaluran bansos di musim kampanye justru menyandera dan bahkan menjadi alat intervensi bagi warga.

Baca juga: Mahfud Tegaskan Bansos Diberikan oleh Negara, Bukan Milik Pejabat Tertentu

Pernyataan Erry senapas dengan temuan Lembaga Survei dan Konsultkan Indopol ketika melakukan penelitian elektabilitas capres-cawapres dan partai politik pada 8-15 Januari 2024 dengan melibatkan 1.240 responden di 38 provinsi.

Dalam risetnya, peneliti Indopol mendapat penolakan dari warga akan kehadiran mereka. Penolakan ini diduga menyebabkan munculnya anomali undecided voters atau pemilih bimbang yang terbilang tinggi.

Hal ini seperti yang terjadi di beberapa wilayah di tiga provinsi, yakni Jawa Timur, Jawa Barat, dan Banten.

Di Jawa Timur, penolakan kehadiran peneliti Indopol terjadi di Surabaya, Kota Malang, Kota Blitar, dan Kabupaten Banyuwangi.

Indopol mengungkapkan, di empat wilayah tersebut, pihak kelurahan menolak memberikan stempel di lembar kartu keluarga (KK) warga yang menjadi responden Indopol.

Selain penolakan, pihak RT juga menyatakan tidak menerima kehadiran lembaga survei dengan dalih penelitian berlangsung ketika waktu semakin mendekati hari pencoblosan pada 14 Februari 2024. Penolakan ini disinyalir sebagai imbas program bansos.

"Alasannya karena survei dilaksanakan ketika waktu sudah mendekati pemilu agar wilayahnya tidak terpetakan. Terpetakan apa? Ini kaitannya hampir seluruhnya mengatakan takut ada imbas bantuan sosial," kata Direktur Eksekutif Indopol Ratno Sulistiyanto.

Indopol juga menemukan fenomena pemilih bimbang di Jawa Timur, khususnya di wilayah yang menjadi lumbung suara PDI Perjuangan maupun Ganjar. Tingkat pemilih bimbang bervariasi namun terbilang tinggi.

Wilayah tersebut meliputi, Blitar (85 persen), Kediri (40 persen), Kota Madiun (43,3 persen), Pacitan (24 persen), Kota Malang (22,9 persen), Kota Batu (32,5 persen), Mojokerto (55 persen), Jombang (67,5 persen), Bondowoso (70 persen), dan Probolinggo (43,8 persen).

Secara umum dengan tidak hanya mengacu wilayah basis PDI-P tersebut, Indopol telah menemukan sejumlah faktor yang menyebabkan pemilih bimbang tinggi. Di antaranya karena faktor penerimaan bansos hingga intervensi aparat.

Ratno mengatakan, responden pemilih bimbang yang menyatakan diberi bansos berkisar 1,05 persen. Sedangkan responden yang mengaku ditekan aparat Polisi dan pejabat pemerintahan mencapai 0,35 persen.

Dengan adanya fenomena ini, Indopol memutuskan untuk tak merilis peta elektabilitas capres-cawapres dan partai politik. Alasannya, respons dari responden dalam survei ini tidak menggambarkan realita elektabilitas yang sesungguhnya.

"Karena itu, kami tidak merilis temuan kami terkait elektabilitas capres dan cawapres maupun partai politik. Kami mengkhwatirkan jawaban itu tidak menggambarkan realita sesungguhnya," tegas Ratno.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com