Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Digugat ke PTUN, Istana: Kita Serahkan Saja Apakah Murni atau Bermuatan Politis

Kompas.com - 15/01/2024, 19:21 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana menanggapi soal Presiden Joko Widodo dan keluarganya yang saat ini digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas dugaan nepotisme.

Menurut Ari, pihaknya menyerahkan kepada PTUN untuk menilai apakah gugatan itu murni persoalan tata usaha negara atau karena ada muatan politis.

"Kita serahkan saja ke PTUN untuk menilai apakah ini murni gugatan tata usaha negara, atau gugatan yang bermuatan politis menjelang Pemilu 2024," ujar Ari saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (15/1/2024).

Baca juga: Jokowi dan Keluarganya Digugat ke PTUN atas Dugaan Nepotisme

Ari juga mengungkapkan, saat ini Kementerian Sekretariat Negara (Kemenseteg) belum menerima salinan gugatan itu.

"Jadi belum bisa mengomentari lebih lanjut mengenai substansi gugatan tersebut," tuturnya.

Diberitakan sebelumnya, Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara menggugat Presiden Jokowi dan keluarganya ke PTUN Jakarta, Jumat (12/1/2024).

Gugatan TPDI dan Perekat Nusantara yang dilayangkan dengan klasifikasi perkara Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ini teregister di Kepaniteraan PTUN Jakarta dengan nomor 11/G/TF/2024/PTUN.JKT.

Baca juga: Prabowo Sebut Persahabatan dengan Jokowi Tak Putus, Ganjar: Hubungan Baik Mesti Terjaga

Perwakilan penggugat, Petrus Selestinus, menjelaskan, gugatan ini diajukan lantaran Presiden Jokowi dinilai telah melakukan nepotisme untuk membangun dinasti politik yang bertentangan dengan TAP MPR No.XI/1998, Undang-Undang (UU) dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik.

“TPDI dan Perekat Nusantara melihat nepotisme dinasti politik Presiden Jokowi telah berkembang sangat cepat, sehingga telah menjadi ancaman serius terhadap pembangunan demokrasi,” kata Petrus kepada Kompas.com, Senin (15/1/2024).

“Secara absolut akan menggeser posisi kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan nepotisme dinasti politik Jokowi yang berpuncak di Mahkamah Konstitusi dan Lembaga Kepresidenan,” ucapnya.

Petrus menilai, reformasi yang dibangun selama 25 tahun telah diruntuhkan oleh nepotisme dinasti politik Jokowi hanya dalam waktu satu tahun terakhir yang dapat dilihat dari sikap dan perilaku presiden.

Baca juga: Soal Pemakzulan Jokowi, Yusril: Itu Bukan Urusan Menko Polhukam, tapi DPR

Hal ini, menurut dia, merupakan bentuk pengkhianatan terhadap reformasi yang belum maksimal diwujudkan setelah 25 tahun berjalan.

Bahkan, nepotisme ini tidak hanya menguasai suprastruktur politik di eksekutif dan legislatif, tetapi juga menguasai, bahkan menyandera lembaga yudikatif dalam hal ini, Mahkamah Konstitusi (MK) selaku Pelaksana Kekuasaan Kehakiman.

“Ketika Anwar Usman Ketua MK saat itu menjadi ipar Presiden Jokowi. Inilah yang membuat MK kehilangan kemerdekaan dan kemandiriannya,” kata Petrus. “Apa yang terjadi dengan MK selama Anwar Usman menjabat Ketua MK, telah meruntuhkan wibawa dan mahkota MK,” ucapnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Nasional
Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Nasional
Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Nasional
Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Nasional
Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

Nasional
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Nasional
WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

Nasional
Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Nasional
Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, lalu Dihitung Ulang

Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, lalu Dihitung Ulang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com