Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
SOROT POLITIK

Soal Pemakzulan Jokowi, Yusril Ihza: Inkonstitusional, Prosesnya Panjang dan Memakan Waktu

Kompas.com - 14/01/2024, 21:24 WIB
A P Sari

Penulis

KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra menilai, petisi yang meminta pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan hal yang inkonstitusional. Pasalnya, hal ini tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 7B Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

"(Pemakzulan) itu inkonstitusional. Mustahil prosesnya dilakukan dalam waktu kurang dari satu bulan. Sebab, pemakzulan itu prosesnya panjang dan memakan waktu," ujar Yusril yang merupakan Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu melalui keterangan persnya, Minggu (14/1/2024).

Ia menjelaskan, pemakzulan harus dimulai dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mengeluarkan pendapat bahwa presiden telah melanggar Pasal 7B UUD 1945, yakni melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, melakukan perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai presiden.

Baca juga: PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Unggul dalam Emosi dan Intimidasi, TKN: Enggak Usah Ditanggapi

Tanpa uraian jelas mengenai aspek mana dari Pasal 7B UUD 1945 yang dilanggar presiden, sebut dia, maka pemakzulan adalah langkah inkonstitusional.

"Perlu waktu berbulan-bulan untuk mempersiapkan DPR mengambil kesimpulan presiden telah melakukan pelanggaran di atas. Andai DPR setuju, pendapat DPR itu harus diperiksa dan diputus benar tidaknya oleh Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Yusril.

Tak hanya itu, dia melanjutkan, jika MK memutuskan pendapat DPR itu terbukti secara sah dan meyakinkan, DPR menyampaikan usulan pemakzulan itu kepada MPR. Selanjutnya, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) akan memutuskan apakah presiden akan dimakzulkan atau tidak.

"Perkiraan saya, proses pemakzulan itu paling singkat akan memakan waktu enam bulan. Kalau proses itu dimulai sekarang, baru sekitar Agustus 2024 proses itu akan selesai. Pemilu 14 Februari sudah usai. Sementara kegaduhan politik akibat rencana pemakzulan itu tidak tertahankan lagi," tegasnya.

Baca juga: TKN Prabowo-Gibran Ungkap Menu Makan Siang Gratis: Dari Telur hingga Daging

Pria yang menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran tersebut menilai, pemilu bisa gagal dilaksanakan jika pemakzulan dimulai sekarang.

"Akibatnya, 20 Oktober 2024 ketika jabatan Presiden Jokowi habis, belum ada Presiden terpilih yang baru. Negara ini akan tergiring ke keadaan chaos karena kevakuman kekuasaan," sebutnya.

Yusril mengaku heran dengan tokoh-tokoh yang berusaha memakzulkan presiden lewat Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).

Sebab, menurutnya, rencana pemakzulan harus disampaikan kepada fraksi-fraksi DPR, agar lembaga ini bisa segera menindaklanjutinya.

Lebih lanjut, dia menilai, pemakzulan adalah aksi yang dilakukan untuk memperkeruh pelaksanaan Pemilu 2024.

Baca juga: Kubu Anies dan Ganjar Bangun Komunikasi, TKN Yakin Dukungan Rakyat ke Prabowo Justru Makin Kuat

Ia pun mengimbau segenap lapisan masyarakat untuk memusatkan perhatian pada penyelenggaraan pemilu.

"Marilah kita membangun tradisi peralihan jabatan presiden berlangsung secara damai dan demokratis sesuai UUD 1945," tutup Yusril.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com