JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koorodinator Bidang Politik, Hukum, dan Kemanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyoroti sejumlah kasus penegakan hukum yang menjadi perhatian publik dalam siaran langsung refleksi akhir tahun lewat akun media sosialnya, Minggu (31/12/2023).
Lewat live di akun TikTok @mohmahfudmdofficial dan Instagram @mohmahfudmd, Mahfud mengungkapkan setidaknya tiga kasus besar yang berhasil diungkap oleh dirinya pada tahun 2023.
"Tugas saya kan menteri bidang politik, hukum, dan keamanan, saya mau bicara tentang penegakan hukum," kata Mahfud dalam live di akun media sosialnya. Minggu malam.
Baca juga: Sentil Program Makan Siang Prabowo-Gibran, Mahfud Prospeknya Apa?
Mahfud menyinggung kasus mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy sambo.
Kasus pembunuhan berencana yang dilakukan oleh Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, terhadap ajudannya Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J membetot perhatian publik.
"Kasus sambo itu adalah kasus yang sangat dramatik yang bisa kita bongkar dengan baik, karena kasus sambo itu sejatinya seperti terbukti di pengadilan itu adalah kasus pembunuhan berencana oleh Sambo dan istrinya yang melibatkan banyak orang," kata Mahfud.
Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu lantas menjelaskan sedikit konstruksi perkara yang membuat kasus itu bisa terbongkar.
Mahfud menuturkan, setelah Sambo membunuh Yosua, eks Kapolres Brebes itu meminta ajudannya yang lain, Richard Eliezer atau Bharada E mengaku sebagai pihak yang membunuh.
Saat itu, Sambo merencanakan skenario terjadi peristiwa tembak-menembak setelah Putri Candrawathi diduga dilecehkan. Sambo menjamin, Richard Eliezer tidak akan dihukum lantaran membela diri saat melihat istrinya diduga dilecehkan.
"Semula ini disembunyikan Sambo dan kawan-kawan, mereka mengatakan bahwa yang terjadi adalah saling tembak dan Eliezer ini yang membunuh karena terpaksa," ungkap Mahfud.
Ketika pertama terungkap, tidak sedikit yang percaya dengan kronologi yang disampaikan oleh pihak Kepolisian. Mahfud sendiri sebagai Menko Polhukam merasa janggal dengan penjelasan yang disampaikan Polisi.
"Akhirnya, ya timbul berbagai teriakan-teriakan dari masyarakat, keluarga Yosua ke sana ke sini, saya sendiri merasa ragu ada tembak-menembak seperti itu, karena konstruksi perkaranya tidak jelas, jumpa persnya juga sebenarnya sudah diacak-acak," ucapnya.
Mahfud lantas meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menginvestigasi perkara tersebut.
Baca juga: Mahfud Cium Gerakan Bawah Tanah yang Sengaja Pengaruhi Vonis Sambo
Kapolri juga diminta melakukan "bedol desa" untuk mengganti sejumlah seluruh pegawai di Propam Polri. Tindakan ini membawa titik terang. Sejumlah eks anak buah Sambo akhirnya mengungkap peristiwa tersebut.
"Seluruh pejabat dan pegawai di kantor Sambo itu dipindahkan ke satu tempat sehingga pada akhirnya sudah mulai bisa dilacak, dan Eliezer kemudian diberi keyakinan bahwa anda mengaku yang sebenarnya maka anda akan lebih nyaman dari tekanan," kata Mahfud.
"Kemudian Eliezer mengaku, besoknya Sambo pun mengaku dan terbukalah perkara itu," ungkapnya.
Namun demikian, Mahfud menyampaikan keberhasilan untuk membongkar perkara ini juga melibatkan banyak pihak.
Mulai dari masyarakat yang bersuara, lembaga swadaya masyarakat yang melakukan aksi-aksi, keluarga yang terus berteriak hingga peran media yang menyiarkan.
"Saya di situ ikut bermain di antara semua teriakan itu, sehingga saya mengatakan pelakunya tidak mungkin kalau Eliezer dan itulah kemudian, ternyata bahwa Sambo tidak bisa mengelak," papar Mahfud. "Dia (Sambo) akhirnya dibawa ke Pengadilan, dipecat dari dinas Kepolisian, dijatuhi hukuman mati meskipun kemudian di tingkat Mahkamah Agung dinyatakan diubah hukumannya menjadi seumur hidup," tuturnya.
Baca juga: Penjelasan Mahfud Soal Kerajaan Sambo dan Sumber Informasi Tersebut
Mahfud berpandangan, kasus Sambo merupakan kasus besar yang bisa menjadi refleksi bagaimana penegakan hukum dapat diwujudkan terhadap pejabat tinggi.
Bahkan kasus pembunuhan berencana ini bisa dibongkar meski sempat ditutup-tutupi dan dilindungi oleh sejumlah pihak.
Tidak hanya kasus Sambo, Mahfud juga menyinggung berbagai kasus tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian negara.
"Ada juga kasus korupsi yang terjadi pada tahun 2023, ada kasus yang saya tangani di Kemenko Polhukam senilai Rp 400 triliun," kata Mahfud.
"Sehingga saya berfikir, secara moral itu tidak boleh ada permakluman terhadap koruptor sehingga harus ditindak secara tegas," ucapnya.
Dalam kesempatan ini, Mahfud juga mengungkap perannya membongkar kasus judi online yang sempat mencekik masyarakat. Kasus ini, kata Mahfud, juga sulit diungkap lantaran penyedia pinjaman tersebut tidak terdaftar di lembaga keuangan.
"Ada kasus pinjaman online, dimana orang ditawari minjam uang dengan cara mudah tapi punya hitungannya mencekik, polanya menggunakan kesepakatan keperdataan," ungkap calon Wakil Presiden (cawapres) nomor urut 3 itu.
Baca juga: Apresiasi Kapolri, Mahfud Sebut Tak Mudah Tangkap Bandar Judi Online yang Kabur ke Luar Negeri
"Orang ditawari, kamu perlu uang berapa, ini saya pinjami, bunganya sekian kalau jauh tempo kamu ndak bayar nanti bunganya naik, saya bayari lagi, naik lagi, saya bayari lagi, naik lagi, sampai banyak yang terjerat, banyak yang bunuh diri," paparnya.
Mahfud lantas mencari cara untuk menyelesaikan permasalahan judi online tersebut. Bahkan Kemenko Polhukam dua kali memanggil Polri untuk bisa menuntaskan permasalahan itu.
"Polri mengatakan ini tidak bisa (diusut) Pak, 'ini kasus perdata karena yang bersangkutan (peminjam) menyatakan setuju dengan pinjaman itu dan syarat-syarat yang ditentukan'," kata Mahfud menceritakan komunikasinya dengan pihak Kepolisian.
"Saya bilang betul juga polisi, karena polisi itu kan tugasnya penindakan kriminal, tidak berani lalu melakukan tindakan karena itu semua perdata dan itu banyak sekali," ucapnya.
Hal yang sama juga dilakukan Kemenko Polhukam kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal yang sama juga disampaikan OJK kepada Mahfud.
"OJK mengatakan lho saya tidak bertanggung jawab dan tidak bisa menghapus karena dia tidak mendaftar, tidak dapat izin, dia ilegal," terang Mahfud lagi.
Untuk menyelesaikan persoalan ini, kata Mahfud, akhirnya Kemenko Polhukam mengundang sejumlah lembaga negara terkait untuk dapat diselesaikan melalui proses hukum. Mahfud mengundang Kejaksaan Agung, Polri, Badan Intelijen Negara (BIN), Bank Indonesia (BI) dan sejumlah lembaga negara terkait.
"Maka kemudian diputuskan bahwa itu adalah tindak pidana, tindakan melawan hukum dan oleh sebab itu waktu itu saya mengumumnkan supaya dilakukan tindakan secepatnya," kata Mahfud. "Hari itu juga, sesudah rapat, sorenya dilakukan penangkapan-penangkapan dan penggerebekan sampai ribuan orang yang ditangkap," ucapnya.
Baca juga: Polri Tangani Ribuan Perkara Judi Online Sepanjang 2023
Menurut Mahfud, langkah penegakan hukum dapat dilakukan terhadap persoalan-persoalan yang menjadi masalah di tengah-tengah masyarakat.
Meskipun terasa sulit, kata dia, namun ketika itu merupakan persoalan maka negara wajib mecari solusi pernyelesaiannya.
"Itu berhasil mengubah situasi, dimana pinjol semula merajalela membuat orang takut, membuat orang menghilang bunuh diri dan sebagainya, bercerai dengan suaminya, menceraikan istrinya dan sebagainya," kata Mahfud.
"Banyak sekali karena pinjaman ilegal itu orang-orang yang tidak tahu, orang-orang yang punya kebutuhan uang, sangat mendesak kemudian diberi pinjaman dengan cara menipu dan itu kemudian agak mereda soal pinjaman ilegal itu dan itulah, banyak masalah-masalah hukum yang bisa kita tangani," ucapnya.
Kasus itu sempat berpolemik setelah pendiri Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, Henry Surya divonis lepas oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat.
Tidak terima putusan itu, pemerintah lantas mencari rencana pemidanaan lain lantaran penipuan dan penggelapan di KSP Indosurya terjadi di banyak tempat.
"Kami kasasi, mencari lagi rencana pemidanaan dari kasus-kasus berbagai daerah lain, pada akhirnya Mahkamah Agung menyadari dan mengubah keputusannya sehingga dihukum 18 tahun dengan denda sekian miliar dan penyitaan harta yang sudah dikuasai secara ilegal," ungkap Mahfud.
Baca juga: Mahfud: Kasus Korupsi Indosurya Tak Boleh Berlanjut, Akan Terus Kita Kejar dan Lawan
Dari berbagai kasus yang berhasil diungkap dan diupayakan penyelesaiannya, Mahfud mengingatkan pentingnya peran negara dalam proses penegakan hukum.
Menurutnya, negara harus hadir untuk menyelesaikan selurh persoalan yang ada di tengah-tengah masyarakat.
"Sehingga nantinya kita akan terus ke depan ini melangkah lebih maju dalam penegakan bidang hukum, bagaimana nantinya negara dapat melindungi rakyat kecil, dan menindak para penguasa yang berlaku sewenang-wenang," kata Mahfud.
"Tugas negara itu sebenarnya menindak tegas para penguasa yang berlaku tidak adil dan melindungi rakyat kecil yang bisa jadi korban dari kesewenang-wenangan ," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.