Yusril membernarkan bahwa KPU memang belum dapat mengubah peraturannya sendiri karena terbentur dengan jadwal tahapan Pemilu yang harus dipatuhi. Selain itu, perubahan PKPU memerlukan konsultasi dengan DPR. Sedangkan, ketika keputusan MK tersebut dikeluarkan, DPR sedang masa reses.
“Dalam situasi seperti itu, KPU tidak punya pilihan kecuali melaksanakan Putusan MK dan mengabaikan PKPU yang dibuatnya sendiri. Putusan MK mempunyai kedudukan yang setara dengan UU sehingga kedudukannya lebih tinggi dari PKPU,” papar Yusril.
Dalam konteks seperti itu, KPU memilih untuk memilih untuk menaati Putusan MK yang kedudukannya lebih tinggi dari PKPU.
Menurut Yusril, jika KPU menaati peraturannya sendiri yang belum diubah dan mengabaikan Putusan MK, KPU justru bertindak melanggar prinsip kepastian hukum sebagaimana diperintahkan oleh Pasal 11 huruf a Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 serta mengacaukan tahapan-tahapan pelaksanaan Pemilu.
Bagi Yusril, tindakan seperti itu justru dapat dikategorikan sebagai pelanggaran etik dan bisa ditjatuhi sanksi pemecatan oleh DKPP.
Maka dari itu, Yusril berkeyakinan bahwa DKPP akan menolak laporan Demas Brian Wicaksono, Imam Munandar, dan Rumondang Damanik karena tidak beralasan hukum dan etik sama sekali.
Baca juga: Besok, DKPP Periksa Semua Pimpinan KPU RI karena Biarkan Gibran Daftar Cawapres
“KPU telah melaksanakan proses pencalonan Gibran berdasarkan Putusan MK dan itu telah sesuai dengan prinsip kepastian hukum. Seluruh komusioner KPU tidak melakukan pelanggaran etik apa pun sebagaimana didalilkan oleh para Pelapor,” ujarnya.
Yusril juga menegaskan bahwa Tim Pembela Prahowo-Gibran tidak akan maju sebagai pihak dalam perkara etik yang sedang diperiksa DKPP itu.
“Kami maju sebagai Tergugat Intervensi dalam gugatan Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat perihal yang hampir sama dengan apa yang sedang diperiksa oleh DKPP,” imbuhnya.
Namun, menurut Yusril, Prabowo dan Gibran tidak akan menjadi pihak dalam perkara etik itu. Demikian pula dengan tim pembela yang ditunjuk pasangan calon (paslon) tersebut.
Yusril menambahkan bahwa perkara etik beda dengan perkara hukum. Menurutnya, perkara etik mengadili pelanggaran etik yang diduga dikakukan oleh Komisioner KPU sebagai pribadi-pribadi. Oleh karena itu, sanksi yang dijatuhkan hanya mengenai orang yang diadili dan tidak berimplikasi kepada pihak lain.
“Beda dengan perkara hukum yang mengadili pelanggaran hukum dan bisa berimplikasi kepada pihak lain yang tidak diadili. Lagi pulaPeraturan DKPP Nomor 2/2017 tidak membuka peluang pihak ketiga untuk masuk ke dalam proses pemeriksaan perkara pelanggaran etik,” ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.