JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi menduga ada keterlibatan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selaku regulator dalam peredaran obat yang menyebabkan kasus gagal ginjal akut, yang menewaskan ratusan anak di Indonesia.
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigjen Nunung Syaifuddin mengungkapkan, pihaknya saat ini masih terus mengusut keterlibatan BPOM.
Nunung pun menyebut saat ini kasus tersebut sudah naik ke tahap penyidikan.
"Sudah proses sidik (penyidikan) kalau itu," ujar Nunung saat ditemui di Menara Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (18/12/2023).
Baca juga: Korban Gagal Ginjal Akut Kecewa 4 Terdakwa Afi Farma Hanya Divonis 2 Tahun Penjara
Namun, terkait apa dugaan pidana yang ditemukan polisi, Nunung enggan membeberkannya.
Dia juga tidak menyebut secara pasti berapa jumlah saksi yang sudah diperiksa sejauh ini dalam proses penyidikan BPOM.
"Sudah ada beberapa saksi yang kita periksa. Kita tunggu saja (tanggal) main," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Public Interest for Police Trust sekaligus mantan Komisioner Kompolnas M Nasser mengkhawatirkan telah terjadi intervensi baik dari pihak internal kepolisian maupun eksternal selama pengusutan kasus gagal ginjal akut anak.
Nasser menegaskan tidak boleh ada intervensi dalam penegakan hukum.
"Intervensi bisa dari mana-mana, intervensi internal, bisa intervensi eksternal. Kita berharap intervensi internal jangan ada," kata Nasser.
Baca juga: Belajar dari Kasus Gagal Ginjal Akut, Ombudsman Usul RUU Kesehatan Atur Tugas Fungsi Surveilans
Nasser lantas memastikan bahwa internal kepolisian tidak melakukan intervensi di kasus gagal ginjal akut ini.
Nunung memastikan Bareskrim tidak melakukan intervensi sedikit pun.
"Kita jamin tidak ada. Bapak bisa buktikan," kata Nunung.
"Kalau tidak ada intervensi internal, bisa saja intervensi eksternal. Itu harus dilawan, Pak," ucap Nasser.
Kemensos mencatat ada 326 orang penderita gagal ginjal akut akibat keracunan obat sirup.