Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Kepala PPATK Ungkap Modus Janggal Jelang Pemilu, Termasuk Memecah-mecah Transaksi

Kompas.com - 18/12/2023, 17:14 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein menyebut, transaksi keuangan janggal cenderung meningkat jelang penyelenggaraan pemilu. Katanya, bukan sekali ini saja hasil analisis PPATK menemukan dugaan transaksi mencurigakan jelang pemilihan umum.

“Kalau kecenderungan transaksi keuangan mencurigakan itu meningkat, itu jelas,” kata Yunus dalam program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Senin (18/12/2023).

Yunus menjelaskan, ada sejumlah hal yang mengindikasikan sebuah transaksi dinilai mencurigakan. Pertama, jika transaksi tersebut menyimpang dari kebiasaan dan pola transaksi nasabah.

Misalnya, apabila penghasilan nasabah per bulan biasanya berkisar di angka puluhan juta, tetapi mendadak menjadi miliaran rupiah.

Kedua, jika nasabah melakukan transaksi dengan nominal besar, tetapi enggan mengisi formulir administrasi. Yunus menyebut, mengisi formulir administrasi dalam transaksi yang nominalnya besar diwajibkan menurut undang-undang.

Baca juga: PPATK Enggan Ikut Campur Urusan Politik soal Laporan Kejanggalan Dana Kampanye

Ketiga, apabila nasabah melakukan transaksi dengan nominal besar, tetapi dipecah-pecah secara bertahap dalam kurun waktu berdekatan atau disebut sebagai structuring.

“Misalnya, transaksi tunai itu dibatasi Rp 500 juta. Dua pecah, pagi setor Rp 300 juta, yang Rp 300 itu siang. Memecah ini masuk pidana,” jelas Yunus.

Sebuah transaksi juga terindikasi janggal jika PPATK turun tangan melakukan penelusuran.

Indikasi kejanggalan lainnya, apabila pihak perbankan meragukan informasi data diri nasbah, seperti dugaan penggunaan KTP palsu.

Transaksi juga bisa disebut mencurigkan apabila nasabah menolak memenuhi data diri secara lengkap dan akurat.

“Namanya know your customer, ini biasanya sering menolak orang-orang penyelenggara negara biasanya, orang-orang terhormat itu yang biasanya menolak. Kalau orang-orang biasa tidak berani,” kata Yunus.

Yunus mengatakan, dalam hal temuan transaksi janggal jelang pemilu, PPATK bertindak seperti pemain gelandang pada permainan sepak bola. Artinya, hasil analisis PPATK akan disampaikan sebagai umpan ke penyidik kepolisian, kejaksaan, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Selanjutnya, kepolisian, kejaksaan, dan Bawaslu harus bertindak lebih lanjut untuk mengusut, termasuk menjatuhkan sanksi terhadap pihak-pihak yang melanggar.

“Ada kepolisian, kejaksaan. Maka dari itu, penegak hukum jalan dan ada koordinasi antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu dengan penegakan hukum, jadi hasilnya saling menguatkan, saling bermanfaat,” tutur Yunus.

Sebelumnya, PPATK menemukan transaksi mencurigakan dari tambang ilegal dan aktivitas kejahatan lingkungan lainnya yang mengalir buat kegiatan kampanye Pemilu 2024.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com