Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Duga Eks Wamenkumham Eddy Hiariej Terima Suap dan Gratifikasi Rp 8 Miliar dari Pengusaha

Kompas.com - 07/12/2023, 21:00 WIB
Syakirun Ni'am,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga eks Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy menerima uang sebesar Rp 8 miliar dari pengusaha bernama Helmut Hermawan.

Helmut kini berstatus tersangka penyuap. 

Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, sebagian uang diserahkan Helmut kepada Eddy sebagai biaya fee jasa konsultasi hukum terkait administrasi hukum umum (AHU). 

"Besaran fee yang disepakati untuk diberikan Helmut Hermawan pada Eddy sejumlah sekitar Rp 4 miliar," kata Alex dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (7/12/2023).

Lalu, Rp 1 miliar lagi untuk keperluan pribadi Eddy, dan Rp 3 miliar lain setelah Eddy menjanjikan bisa menghentikan kasus hukum yang membelit Helmut di Bareskrim Polri. 

Adapun Helmut merupakan Direktur PT Citra Lampia Mandiri (CLM) yang bergerak di bidang tambang nikel.

Ia tengah menghadapi sengketa dan perselisihan di PT CLM sejak 2019-2022 terkait status kepemilikan perusahaan.

Baca juga: KPK Jadwalkan Ulang Pemeriksaan Wamenkumham sebagai Tersangka

Alex mengungkapkan, Helmut yang tengah menghadapi perselisihan itu bernisiatif mencari konsultasi hukum.

Ia kemudian mendapatkan rekomendasi untuk berkonsultasi dengan Eddy yang menjabat Wamenkumham. Guru besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada itu pun kemudian menyatakan siap membantu Helmut.

Eddy menugaskan dua orang dekatnya yakni Yogi Arie Rukmana yang diketahui merupakan asisten pribadinya dan seorang pengacara bernama Yosi Andika Mulyadi.

"Eddy kemudian menugaskan Yogi dan Yosi sebagai representasi dirinya," ujar ALex.

Baca juga: Sakit, Wamenkumham Eddy Hiariej Tak Hadir Pemeriksaan di KPK

Selain itu, Alex juga menyebut Eddy membantu Helmut ketika hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT CLM terblokir dalam sistem administrasi badan hukum (SABH).

Pemblokiran itu dilakukan setelah adanya sengketa di internal PT CLM.

Berkat bantuan dan atas kewenangan Eddy selaku Wamenkumham, pemblokiran itu pun dibuka.


"Proses buka blokir akhirnya terlaksana. Informasi buka blokir disampaikan langsung Eddy pada Helmut," tutur Alex.

Helmut kemudian kembali memberi uang Rp 1 miliar untuk keperluan pribadi Eddy guna mencalonkan diri sebagai ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).

Selain itu, Eddy juga diduga menerima uang Rp 3 miliar karena menjanjikan kasus hukum yang membelit Helmut di Bareskrim Polri bisa disetop melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

KPK menyebut eks Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 8 miliar dari pengusaha tambang, Kamis (7/12/2023).Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga eks Wakil Menteri Hukum dan Hak ASasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy menerima uang sebesar Rp 4 miliar dari pengusaha bernama Helmut Hermawan. KPK menyebut eks Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 8 miliar dari pengusaha tambang, Kamis (7/12/2023).
"Menjanjikan proses hukumnya dapat dihentikan melalui SP3 dengan adanya penyerahan uang sejumlah sekitar Rp 3 miliar," tutur Alex.

Uang Rp 8 miliar itu diduga diterima Eddy melalui Yogi dan Yosi. Belum diketahui, apakah ada aliran dana kepada Yogi dan Yosi. 

Baca juga: KPK Tetapkan Penyuap Eks Wamenkumham sebagai Tersangka

"KPK menjadikan pemberian uang sejumlah sekitar Rp 8 miliar dari Helmut pada Eddy melalui Yogi dan Yosi sebagai bukti permulaan awal untuk terus ditelusuri dan didalami hingga dikembangkan," kata Alex.

KPK kemudian menetapkan Helmut sebagai tersangka dugaan pemberi suap. Sementara, Eddy, Yogi, dan Yosi sebagai tersangka dugaan penerima suap dan gratifikasi.

KPK kemudian menahan Helmut mulai malam ini hingga 20 hari ke depan.

Helmut dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Profil Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta 'Reimburse' Biaya Renovasi Kamar, Mobil sampai Ultah Anak ke Kementan

Profil Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta "Reimburse" Biaya Renovasi Kamar, Mobil sampai Ultah Anak ke Kementan

Nasional
KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

Nasional
Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Nasional
Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Nasional
Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Nasional
KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

Nasional
Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Nasional
Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Nasional
Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Nasional
Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Nasional
Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Nasional
Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Nasional
Mengganggu Pemerintahan

Mengganggu Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com