BALIKPAPAN, KOMPAS.com - Calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, menghadiri dialog bersama tokoh masyarakat adat Dayak dan lintas agama dalam lawatannya ke Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (5/11/2023) malam.
Dalam dialog itu, Ganjar menerima sejumlah keluhan dan aspirasi soal nasib masyarakat adat dan lingkungan.
Seorang tokoh adat Dayak mengeluhkan nasib masyarakat adat yang menjadi korban "oleh oligarki", berbekal hukum dan kebijakan sebagai alat yang menindas mereka.
Baca juga: Hari Ini, Ganjar ke Samarinda, Mahfud Hadiri Pelantikan Guru Besar UI
Ia juga mempersoalkan hak-hak ulayat yang hanya diakui negara di atas kertas tanpa dibarengi dengan langkah nyata di lapangan, misalnya terkait pelepasan hutan adat dan lain-lain.
Sementara itu, seorang tokoh adat lain menanyakan langkah Ganjar untuk mengatasi kerusakan lingkungan di Kalimantan Timur yang semakin parah. Menurutnya, tak ada lagi sungai yang jernih dan hutan-hutan semakin gundul.
Ganjar memaparkan keberpihakannya kepada isu lingkungan itu, namun mengakui ada dilema yang mesti dihadapi.
Baca juga: Hary Tanoe Sebut Parpol Pengusung Ganjar-Mahfud Tak Pernah Bahas Bagi-bagi Kekuasaan
"Sungai rusak apakah akan diperbaiki? Harus, Pak. Tapi kan penduduk kita tambah, Pak. Butuh ruang, butuh energi, ya nggak, butuh perumahan, maka semakin tertekan kondisi lingkungan," kata Ganjar.
"Maka apa yang harus dilakukan betul-betul pembangunan harus berkelanjutan. Berkelanjutan apa? Mesti bertahap. Yah kemarin berkeliling ke beberapa daerah disampaikan cerita serupa," tambahnya.
Ia menitikberatkan pada pengelolaan sumber daya alam yang tidak berkelanjutan sebagai sebab kerusakan lingkungan ini.
Sementara itu, di sisi lain, sumber daya alam itu menawarkan nilai ekonomi yang baik.
Baca juga: Laporan Perusakan Baliho Ganjar-Mahfud di Jembrana Bali Dicabut
"Ini ada semacam dilema. Ada potensi bagus, butuh investasi dan bisa mengolah sumber daya alam. Pilihannya kita kelola atau tidak kita kelola? Contoh saja, kalau yang di sini ada apa, minyak, gas, batubara. Pertanyaannya batubaranya mau kita ambil atau nggak, Pak?" kata Ganjar.
Tokoh adat itu menjawab bahwa sumber daya alam itu harus tetap diambil dengan syarat.
"Ambil dengan syarat? Setuju. Saya ikut Anda," ujar Ganjar.
Eks Gubernur Jawa Tengah itu menjelaskan, selama ini ekses dari eksplorasi sumber daya alam lebih banyak unsur negatifnya.
Tak sedikit kejadian bahwa eksplorasi sumber daya alam melebar dari kawasan yang ditentukan dan dengan sendirinya berstatus ilegal.
Baca juga: Ganjar Janji Permudah Akses Pendidikan untuk Disabilitas
"Maka inilah kenapa saya dengan Pak Mahfud kencang bicaranya. Kalau ini kita tertibkan, kaitannya kan dengan kolusi, korupsi, karena tidak sesuai dengan aturan," kata Ganjar.
Ia kemudian mengungkit situasi-situasi di lapangan yang juga kerap dijumpai ketika menindak bisnis ilegal itu.
"Mau ditegakkan apa tidak? Harus? Pas kita tegakkan teman kita. Nggak masalah? 'Pak saya pendukung Pak Ganjar lho', gimana?" tanya Ganjar.
Para tokoh adat kemudian sontak menjawab, "Gaspol!". Ganjar lalu menjawab seakan menantang balik mereka, karena merasa tahu bahwa hal-hal semacam itu tidak segampang itu diputuskan.
"Gaspol? Ini Anda lho yang ngomong ya awas ya. Kalau nanti kita gaspol begitu, saya berharap dari sini akan bisa teriak kita dukung Pak Ganjar dan Pak Mahfud," kata dia.
Baca juga: Kampanye di Kaltim, Ganjar Berencana Sambangi IKN
"Bener lho Pak kalo ternyata nanti kita tegakkan ternyata saudaranya Bapak, tanggung jawab. Lho saya kan tidak bohong. Ada yang bohong tapi kan? Saya nggak. Gitu ya? Tapi nanti kalau Bapak mau minta jalan, saya tanya juga lho pak, ini enggak bisa dibuat karena punyanya adat," ungkap Ganjar.
Ia lalu menyinggung perlunya mengakomodasi suara masyarakat adat dengan kearifan masing-masing agar dapat memberikan kontrol atas eksplorasi sumber daya alam yang terjadi di kawasan adat.
Ia juga bercerita pengalamannya ketika melawat ke Fujian, Cina, dan mendapati hunian bertingkat yang menjulang tinggi padahal di sekitarnya terdapat lahan luas yang masih ditumbuhi hutan.
Ganjar mengaku menyampaikan keheranannya itu kepada gubernur, dan gubernur itu menjawab bahwa hunian warga dibuat bertingkat demi menjaga hutan.
Baca juga: Istri Ganjar Silaturahmi ke Nahdliyin Ciamis: Di Tangan Perempuan, Nasib Indonesia Ditentukan
"Itu yang namanya kompromi. Itu yang namanya kita bisa memitigasi agar kemudian tidak terjadi kerusakan," kata politikus PDI-P itu.
"Pertanyaannya, mau nggak rumahnya ke atas, Pak? Mau nggak lahannya tidak berpindah? Mau nggak, nggak membakar hutan? Ini pertanyaan yang sebenarnya gampang saja. Maka kalau hari ini ada tokoh-tokoh adat kita bertemu rasa-rasanya kita perlu memikirkan itu dan Bapak/Ibu bisa berkontribusi dengan caranya," pungkas Ganjar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.