“Saya terus terang, waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara),” ungkap Agus.
Kala itu, Agus mendapati Presiden Jokowi sudah marah saat tiba. Namun, ia tak mengetahui penyebab kemarahan Presiden.
“Presiden sudah marah, menginginkan, karena baru masuk itu beliau sudah ngomong, ‘hentikan!’,” tutur Agus.
“Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov,” ujarnya.
Pratikno yang namanya turut disebut Agus Rahardjo, mengaku tidak ingat dengan adanya pertemuan antara Presiden dan eks Ketua KPK itu.
Baca juga: Jawab Agus Rahardjo, Jokowi: Untuk Kepentingan Apa Kasus Setya Novanto Diramaikan?
"Perihal pernyataan Pak Agus Rahardjo, mantan Ketua KPK, tentang pertemuan dengan Bapak Presiden Jokowi perihal kasus hukum Pak Setnov (Setya Novanto), saya sama sekali tidak merasa/tidak ingat ada pertemuan tersebut" ujar Pratikno sebagaimana dilansir dari Kompas.id.
Usai mengaku mendapat permintaan dari Presiden, Agus menolak hal itu.
Sebab, Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) kasus e-KTP dengan tersangka Setya Novanto sudah terbit tiga minggu sebelumnya.
Sementara, ketika itu, dalam aturan hukum di KPK tidak ada mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
“Saya bicara apa adanya saja bahwa Sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu di KPK itu enggak ada SP3, enggak mungkin saya memberhentikan itu,” kata Agus.
Baca juga: Soal Pertemuan dengan Agus Rahardjo, Jokowi: Saya Suruh Cek di Setneg Enggak Ada
Adapun kasus korupsi e-KTP berawal saat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di tahun 2009 merencanakan mengajukan anggaran untuk penyelesaian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAP), salah satu komponennya adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Pemerintah pun menargetkan pembuatan e-KTP bisa selesai di tahun 2013. Proyek e-KTP sendiri merupakan program nasional dalam rangka memperbaiki sistem data kependudukan di Indonesia.
Lelang e-KTP dimulai sejak tahun 2011, dan banyak bermasalah karena diindikasikan banyak terjadi penggelembungan dana.
KPK kemudian mengungkap adanya kongkalingkong secara sistemik yang dilakukan oleh birokrat, wakil rakyat, pejabat BUMN, hingga pengusaha dalam proyek pengadaan e-KTP pada 2011-2012.
Akibat korupsi berjamaah ini, negara mengalami kerugian mencapai Rp 2,3 triliun.
Baca juga: Agus Rahardjo Anggap Jokowi Punya Andil Atas Kemunduran Pemberantasan Korupsi
Dalam perkara pokok kasus korupsi e-KTP, ada 8 orang yang sudah diproses dan divonis bersalah.
Mereka adalah Setya Novanto, dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, pengusaha Made Oka Masagung dan mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo (keponakan Novanto).
Kemudian pengusaha Andi Naragong, Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo, dan mantan anggota DPR Markus Nari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.