Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agus Rahardjo Sebut Hubungan KPK-Jokowi Renggang Usai Tolak Setop Kasus Setnov

Kompas.com - 01/12/2023, 17:49 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo memaparkan hubungan lembaganya dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi renggang, setelah menolak menghentikan penyidikan setelah menetapkan mantan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka korupsi e-KTP.

Menurut Agus dalam program Rosi di Kompas TV, Kamis (30/11/2023) malam, pada saat itu KPK tidak punya wewenang menghentikan atau menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) karena mekanisme itu tidak tercantum dalam undang-undang.

Agus mengatakan sempat dipanggil ke Istana Kepresidenan dan mengaku dimarahi oleh Presiden Jokowi atas penetapan Setya Novanto sebagai tersangka korupsi e-KTP.

Setelah itu, Agus merasakan hubungan KPK dengan Presiden Jokowi merenggang. Tak lama kemudian bergulir proses revisi UU KPK.

Baca juga: Alex dan Saut Juga Mendengar Cerita Agus Dimarahi dan Diperintah Jokowi Hentikan Kasus Setnov

Selama proses revisi itu, Agus menyatakan kesulitan menemui Presiden Jokowi. Bahkan para pimpinan KPK juga tak diizinkan menemui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly untuk meminta rancangan revisi UU KPK.

“Bahkan bukan ingin ketemu Presiden, ketemu Menteri Kumham saja tidak diizinkan. Jadi itu yang kami rasakan,” kata Agus yang merupakan Ketua KPK periode 2015-2019.

Agus melanjutkan, salah satu Wakil Ketua KPK saat itu yakni Laode Muhammad Syarif juga mengajaknya kembali berupaya menemui Menkumham Yasonna.

Akan tetapi, kata Agus, Yasonna tetap tidak mau menunjukkan draf revisi UU KPK.

“Jadi sampai akhir kami enggak tahu sebetulnya yang direvisi ini apa itu enggak tahu. Itu kejadian yang kami alami, terakhir-akhir kami di KPK,” ujar Agus.

Baca juga: Agus Rahardjo Sebut Semestinya yang Direvisi UU Tipikor, Bukan UU KPK

Agus juga mengatakan, pada saat itu bermunculan tuduhan yang menyebut KPK disusupi oleh paham radikal atau diistilahkan dengan "Taliban". Isu itu, kata dia, bergulir kencang di ranah dunia maya oleh para pendengung (buzzer).

Akibat tuduhan itu, kata Agus, membuat sejumlah kelompok masyarakat sipil menjauh dan enggan membela KPK.

Agus juga menyampaikan dia pernah dipanggil ke Presiden Jokowi ke Istana Kepresidenan dan dimarahi karena KPK menetapkan mantan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

“Saya terus terang, waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara),” ucap Agus.

Baca juga: Flashback Saut Situmorang soal Agus Rahardjo Dimarahi Jokowi gara-gara Kasus Setnov


Saat itu, Agus merasa heran karena biasanya presiden memanggil lima pimpinan KPK sekaligus.

Namun, kala itu dipanggil seorang diri. Ia juga diminta masuk ke Istana tidak melalui ruang wartawan melainkan jalur masjid.

Halaman:


Terkini Lainnya

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Shalat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Shalat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com