JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo memaparkan hubungan lembaganya dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi renggang, setelah menolak menghentikan penyidikan setelah menetapkan mantan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka korupsi e-KTP.
Menurut Agus dalam program Rosi di Kompas TV, Kamis (30/11/2023) malam, pada saat itu KPK tidak punya wewenang menghentikan atau menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) karena mekanisme itu tidak tercantum dalam undang-undang.
Agus mengatakan sempat dipanggil ke Istana Kepresidenan dan mengaku dimarahi oleh Presiden Jokowi atas penetapan Setya Novanto sebagai tersangka korupsi e-KTP.
Setelah itu, Agus merasakan hubungan KPK dengan Presiden Jokowi merenggang. Tak lama kemudian bergulir proses revisi UU KPK.
Selama proses revisi itu, Agus menyatakan kesulitan menemui Presiden Jokowi. Bahkan para pimpinan KPK juga tak diizinkan menemui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly untuk meminta rancangan revisi UU KPK.
“Bahkan bukan ingin ketemu Presiden, ketemu Menteri Kumham saja tidak diizinkan. Jadi itu yang kami rasakan,” kata Agus yang merupakan Ketua KPK periode 2015-2019.
Agus melanjutkan, salah satu Wakil Ketua KPK saat itu yakni Laode Muhammad Syarif juga mengajaknya kembali berupaya menemui Menkumham Yasonna.
Akan tetapi, kata Agus, Yasonna tetap tidak mau menunjukkan draf revisi UU KPK.
“Jadi sampai akhir kami enggak tahu sebetulnya yang direvisi ini apa itu enggak tahu. Itu kejadian yang kami alami, terakhir-akhir kami di KPK,” ujar Agus.
Agus juga mengatakan, pada saat itu bermunculan tuduhan yang menyebut KPK disusupi oleh paham radikal atau diistilahkan dengan "Taliban". Isu itu, kata dia, bergulir kencang di ranah dunia maya oleh para pendengung (buzzer).
Akibat tuduhan itu, kata Agus, membuat sejumlah kelompok masyarakat sipil menjauh dan enggan membela KPK.
Agus juga menyampaikan dia pernah dipanggil ke Presiden Jokowi ke Istana Kepresidenan dan dimarahi karena KPK menetapkan mantan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
“Saya terus terang, waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara),” ucap Agus.
Namun, kala itu dipanggil seorang diri. Ia juga diminta masuk ke Istana tidak melalui ruang wartawan melainkan jalur masjid.
Ketika memasuki ruang pertemuan, Agus mendapati Jokowi sudah marah.
Ia pun heran dan tidak mengerti maksud Jokowi. Setelah duduk ia baru memahami bahwa Jokowi meminta kasus yang menjerat Setnov disetop KPK.
“Presiden sudah marah menginginkan, karena baru masuk itu beliau sudah ngomong, ‘hentikan!’,” tutur Agus.
"Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov,” ujar Agus.
Secara terpisah, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana membantah terjadi pertemuan khusus antara Presiden Jokowi dan Agus dan membahas Setya Novanto serta kasus e-KTP.
"Terkait dengan pernyataan Bapak Agus Rahadjo yang disampaikan di sebuah media, saya ingin menyampaikan beberapa hal. Yang pertama, setelah dicek tidak ada pertemuan yang disebut-sebut dalam agenda Presiden," kata Ari di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Jumat (1/12/2023).
Ari menyampaikan, pada kenyataannya, kasus korupsi megaproyek e-KTP itu tetap berjalan sesuai proses hukum yang berlaku. Eks Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto tetap dinyatakan berjalan dan mendekam di jeruji besi.
"Pada tahun 2017 (kasus hukumnya) berjalan dengan baik dan sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap pada saat itu," ucap Ari.
Di sisi lain, menurut Ari, Presiden Jokowi secara resmi menegaskan agar Setya Novanto mengikuti proses hukum yang berlaku.
Pernyataan itu dilayangkan sang presiden pada 17 November 2017.
Presiden, kata Ari, yakin proses hukum akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu, ia menampik terjadi pertemuan antara Jokowi dan Agus kala itu.
"Bahwa Bapak Presiden yakin bahwa proses hukum itu akan berjalan dengan baik. Saya ingin sampaikan juga bahwa revisi UU KPK itu adalah inisiatif DPR pada tahun 2019 dan bukan inisiatif dari pemerintah," kata dia.
(Penulis: Fika Nurul Ulya | Editor: Icha Rastika)
https://nasional.kompas.com/read/2023/12/01/17494031/agus-rahardjo-sebut-hubungan-kpk-jokowi-renggang-usai-tolak-setop-kasus