JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) punya sejarah hubungan panjang.
Pertalian keduanya dimulai sejak sama-sama menjadi prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), puluhan tahun silam.
Di panggung politik, Prabowo dan SBY memang tak bernaung dalam satu partai. Bahkan, keduanya pernah bersaing pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2009.
Namun, jejak persaingan itu tak meghentikan langkah SBY untuk memberikan dukungan ke Prabowo pada Pilpres 2024. Di bawah bendera Demokrat, SBY turun gunung, bertekad memenangkan Prabowo sebagai presiden RI selanjutnya.
Prabowo dan SBY sama-sama berlatar belakang militer. Keduanya saling mengenal saat menempuh pendidikan di Akademi Angkatan Bersenjata RI (Akabri) Darat, Magelang, Jawa Tengah.
Secara usia, Prabowo dan SBY hanya terpaut dua tahun. Prabowo merupakan lulusan Akabri Darat tahun 1974, sedangkan SBY lulus setahun sebelumnya pada 1973.
Baca juga: SBY Kenang Masa-masa Bersama Prabowo saat Masih Jadi Prajurit TNI
Kisah perkenalan dan pertemanan keduanya diungkap oleh SBY baru-baru ini. SBY mengatakan, dirinya dan Prabowo sama-sama memiliki tekad bulat untuk menjadi prajurit pembela Tanah Air.
"Saya bertemu dan mengenal Bapak Prabowo Subianto pada tahun 1970, bulan Januari tahun 1970, 53 tahun yang lalu. Bertemu di Kampus Akabri Darat, sekarang Akademi Militer di Lembah Tidar," kata SBY dalam acara konsolidasi pemenangan Partai Demokrat di Hotel Aston Madiun, Jawa Timur, Senin (20/11/2023),
Setelah menyelesaikan pendidikan Akabri, Prabowo bergabung dengan Komando Pasukan Khusus (Kopassus), sementara SBY masuk Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad).
"Di situ lah kami sering berinteraksi, berpikir bersama, bekerja bersama. Karena kami ingin memajukan profesionalitas TNI menjadi tentara modern, itu yang sering kami diskusikan, dan dalam porsi kami masing-masing kami lakukan," tuturnya.
SBY dan Prabowo juga kerap dipertemukan ketika mengemban tugas di medan pertempuran. Misalnya, ketika keduanya sama-sama bertugas di Timor-Timur.
"Sebagai perwira baret merah, Pak Prabowo sering bertugas di sana, saya juga mengemban tugas hampir lima tahun di Timor-Timur dalam tiga kali penugasan," jelas SBY.
Baca juga: SBY: Saya Dukung Penuh Pak Prabowo Jadi Presiden Ke-8, Inilah Endorsement Saya
Pada tahun 1994, Prabowo dan SBY kembali dipertemukan dalam penugasan kunjungan ke Singapura. Ketika itu, keduanya masih sama-sama berpangkat kolonel.
Di sela-sela kegiatan resmi, Prabowo dan SBY kerap joging bersama. Pada kesempatan itu, kata SBY, dirinya dan Prabowo kerap berdiskusi mengenai bagaimana supaya TNI bisa semakin maju, kuat, dan tangguh dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI.
"Tekad dan pikiran dua kolonel waktu itu. Itulah antara lain kebersamaan kami, kebersamaan Prabowo-SBY selama lebih 20 tahun sebagai prajurit. Sejarah mencatat," kata SBY.
Ketimbang Prabowo, SBY lebih dulu terjun ke politik. Pada Oktober 1999, ia ditunjuk sebagai Menteri Pertambangan dan Energi oleh Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
SBY mengemban jabatan tersebut selama setahun. Kemudian, pada tahun 2000-2001, ia dipercaya Gus Dur sebagai Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam).
Pada era pemerintahan Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri, SBY didapuk sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Kabinet Gotong Royong.
Namun, jelang Pemilu Presiden 2004, SBY mengundurkan diri dari kursi menteri. Sebab, ia mencalonkan diri sebagai presiden (capres) dengan diusung Partai Demokrat, menggandeng Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Baca juga: Prabowo Merasa Terhormat Didukung SBY dan Jokowi: Berarti Ada Pengalaman 20 Tahun Pemerintahan
Pada saat bersamaan, nama Prabowo sempat masuk dalam bursa capres Partai Golkar. Namun, ia kalah suara dari Wiranto.
SBY dan Jusuf Kalla pun berhasil keluar sebagai pemenang Pilpres 2004. Lima tahun menjabat sebagai RI-1, SBY kembali mencalonkan diri sebagai presiden pada Pilpres 2009, menggandeng Budiono sebagai calon RI-2.
Saat itulah, SBY dan Prabowo berhadapan. Pada Pilpres 2009, Prabowo yang telah bergabung bersama Partai Gerindra mencalonkan diri sebagai wakil presiden pendamping Megawati Soekarnoputri yang maju sebagai capres.
Namun, kala itu, pasangan Megawati-Prabowo kalah suara dari SBY-Boediono. Megawati-Prabowo mengantongi 26,79 persen suara, sedangkan SBY-Boediono mendulang 60,80 persen suara rakyat Indonesia.
Pasangan capres-cawapres lainnya, Jusuf Kalla-Wiranto, mengekor di urutan ketiga dengan perolehan suara 12,41 persen.
Menang telak, SBY-Boediono pun mengemban jabatan sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2009-2014.
Pada Pilpres 2014, Prabowo maju sebagai capres berpasangan dengan Hatta Rajasa yang kala itu menjabat sebagai Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN). Keduanya bersaing dengan pasangan capres-cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Saat itu, SBY tak terang-terangan menyatakan dukungannya ke calon tertentu. Namun, Prabowo mengeklaim, pencalonannya bersama Hatta telah mengantongi restu dari SBY yang ketika itu masih menjabat sebagai Presiden.
Baca juga: Pede Prabowo-Gibran Menang 1 Putaran, AHY: SBY Siap Turun Gunung
Ini disampaikan Prabowo usai dirinya dan Hatta bertemu dengan SBY di Istana Kepresidenan, Jakarta, Mei 2014.
"Beliau terima kami dengan baik dan memberi izin dan mendoakan agar perjuangan kami berhasil," kata Prabowo dalam jumpa pers seusai pertemuan dengan SBY, Selasa (13/5/2014).
Sebulan setelah pertemuan itu, Demokrat menyatakan dukungan buat Prabowo-Hatta. Ketua Harian DPP Partai Demokrat saat itu, Syarief Hasan, mengatakan, mulanya, Demokrat hendak bersikap netral sesuai dengan keputusan rapat pimpinan nasional pada 18 Mei 2014.
Namun, setelah mendengarkan visi-misi yang dipaparkan oleh Prabowo-Hatta, Demokrat memutuskan untuk mendukung pasangan capres-cawapres itu.
"DPP Partai Demokrat memutuskan dan menginstruksikan kepada pimpinan DPD, DPC, dan kader Demokrat, dan simpatisan Demokrat, termasuk organisasi sayap Demokrat untuk memberikan dukungan penuh sekaligus suaranya kepada Prabowo-Hatta dalam Pilpres 9 Juli mendatang," kata Syarief saat jumpa pers di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin (30/6/2014).
Akan tetapi, Prabowo-Hatta kalah dari Jokowi-Jusuf Kalla. Selama lima tahun kepemimpinan Jokowi-JK, Prabowo dan Gerindra serta SBY dan Demokrat sama-sama menjadi oposisi pemerintah.
Prabowo kembali menjajal peruntungan sebagai capres pada Pilpres 2019. Ia menggandeng Sandiaga Uno yang saat itu menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta, sebagai cawapres.
Sebelum ditetapkan nama Sandiaga, sosok putra sulung SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), santer dikabarkan menjadi kandidat cawapres Prabowo.
Sehari sebelum penutupan pendaftaran Pilpres 2019 atau Kamis, 9 Agustus 2018, Prabowo dan SBY bertemu untuk membahas ihwal cawapres. Dalam pertemuan itu, SBY yang masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, bersikukuh mengajukan nama AHY sebagai calon RI-2.
Namun, pada akhirnya Prabowo dan dua partai koalisi lainnya yakni Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sepakat menunjuk Sandiaga sebagai cawapres.
Meski mengaku kecewa karena AHY urung jadi cawapres, Demokrat akhirnya mendukung Prabowo-Sandiaga pada Pilpres 2019. Akan tetapi, Prabowo-Sandi kalah dari pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Kini, pada Pilpres 2024, SBY kembali mendukung Prabowo. Sebelumnya, Demokrat bersama Partai Nasdem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sempat mendukung pencapresan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Namun, pada akhir Agustus 2023, partai bintang mercy itu memutuskan mencabut dukungan untuk Anies dan hengkang dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Sebabnya, Nasdem secara sepihak menunjuk Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar sebagai cawapres pendamping Anies.
Padahal, klaim Demokrat, Anies sebelumnya telah berulang kali meminta AHY, yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, untuk menjadi rekan duetnya.
SBY mengatakan, dirinya dan Demokrat akan mendukung penuh pemenangan Prabowo yang kini berpasangan dengan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.
"Maka pada kesempatan yang amat penting ini, dengan memohon ridho Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, saya memberikan dukungan penuh kepada Bapak Prabowo Subianto untuk menjadi calon presiden dan insya Allah menjadi Presiden ke-8 Indonesia," kata SBY dalam acara konsolidasi pemenangan Partai Demokrat di Hotel Aston Madiun, Jawa Timur, Senin (20/11/2023).
Menurut SBY, Prabowo memiliki kecakapan dan kemampuan untuk memimpin bangsa sebesar Indonesia. Selain itu, Presiden keenam RI itu menyebut, Prabowo sudah siap untuk menjadi Presiden RI selanjutnya.
"Inilah dukungan saya, my endorsement kepada beliau," ucapnya.
Baca juga: SBY Turun Gunung, Perintahkan Kader Demokrat Menangkan Prabowo-Gibran
SBY mengatakan, Demokrat memiliki dua tujuan pada Pemilu 2024, yakni, memenangkan pasangan capres dan cawapres Prabowo-Gibran, lalu mengembalikan kejayaan Demokrat pada pemilihan legislatif, seperti periode 2004 dan 2009.
Terkait pilpres, SBY menilai, tiga pasangan capres-cawapres yang bakal berlaga merupakan tokoh bangsa. Menurutnya, tiga pasang kandidat punya tujuan mulia memajukan Indonesia.
Namun, Demokrat telah menjatuhkan dukungan untuk Prabowo-Gibran. Oleh karenanya, Demokrat bakal turut memperjuangkan kemenangan pasangan capres-cawapres itu.
”Sanggup memenangkan Pak Prabowo?” tanya SBY di hadapan ratusan calon anggota legislatif (caleg) Demokrat tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dalam acara pengarahan dan pembekalan di Kota Cirebon, Jawa Barat, Kamis (30/11/2023).
“Siap!” seru ratusan caleg yang hadir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.