Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
M. Ikhsan Tualeka
Pegiat Perubahan Sosial

Direktur Indonesian Society Network (ISN), sebelumnya adalah Koordinator Moluccas Democratization Watch (MDW) yang didirikan tahun 2006, kemudian aktif di BPP HIPMI (2011-2014), Chairman Empower Youth Indonesia (sejak 2017), Direktur Maluku Crisis Center (sejak 2018), Founder IndoEast Network (2019), Anggota Dewan Pakar Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional (sejak 2019) dan Executive Committee National Olympic Academy (NOA) of Indonesia (sejak 2023). Alumni FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (2006), IVLP Amerika Serikat (2009) dan Political Communication Paramadina Graduate School (2016) berkat scholarship finalis ‘The Next Leaders’ di Metro TV (2009). Saat ini sedang menyelesaikan studi Kajian Ketahanan Nasional (Riset) Universitas Indonesia, juga aktif mengisi berbagai kegiatan seminar dan diskusi. Dapat dihubungi melalui email: ikhsan_tualeka@yahoo.com - Instagram: @ikhsan_tualeka

Bedah Visi-Misi Capres-Cawapres 2024

Kompas.com - 01/12/2023, 13:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

RUMAH Politik Kesejahteraan dengan Kelompok Riset Kemiskinan, Ketimpangan dan Perlindungan Sosial (PISP) Pusat Riset Kependudukan BRIN mengadakan bedah visi-misi kontestan Pilpres 2024.

Bersama sejumlah peneliti, pengamat dan jurnalis, saya turut diundang untuk memberikan tanggapan, dalam kegiatan yang berlangsung di Hotel Luwansa, Jakarta, Jumat, 24 November 2023.

Visi-misi capres-cawapres yang dibedah adalah dokumen resmi yang telah diserahkan ke KPU sebagai bagian dari kelengkapan persyaratan pencalonan.

Oleh BRIN, dokumen visi-misi pasangan capres-cawapres itu dianalisis dan diperbandingkan, khususnya terhadap tiga isu penting; kemiskinan, ketimpangan, dan perlindungan sosial di Indonesia.

Sehingga dapat memberikan gambaran kepada khalayak terutama terkait keberpihakan, orientasi, dan strategi yang ditawarkan capres-cawapres mengenai isu-isu yang dianalisis tersebut.

Sekalipun ada kesulitan dalam menimbang visi misi capres-cawapres melalui dokumen yang standar penyajiannya tak sama. Karena tidak ada format penulisan dari KPU, semisal jenis huruf, spasi dan ketebalan atau jumlah halaman tiap-tiap dokumen.

Namun dari hasil bedah dokumen visi-misi melalui analisis teks dan wacana, seperti yang dikemukakan peneliti BRIN, Yanu Endar Prasetyo, menunjukkan semua kontestan capres-cawapres menawarkan solusi dan pendekatan yang beragam serta berbeda.

Pasangan Anies-Muhaimin, misalnya, mereka menyebut kata kemiskinan hingga 30 kali, sementara Prabowo-Gibran menyebut sebanyak 17 kali, dan Ganjar-Mahfud hanya menyebut 12 kali.

Sedangkan untuk kata ketimpangan pasangan Anies-Muhaimin menyebut sebanyak 17 kali, Prabowo-Gibran 2 kali, dan Ganjar-Mahfud 1 kali.

Dari sisi frekuensi kata, yang menunjukkan fokus serta prioritas program capres-cawapres, terlihat Anies-Muhaimin lebih unggul dalam menekankan pentingnya isu kemiskinan dan ketimpangan.

Anies-Muhaimin secara umum memberikan penekanan signifikan terhadap bidang kesehatan, ekonomi, pendidikan dan desa dengan bobot yang merata dalam dokumen visi-misi mereka.

Misalnya, dalam visi pasangan ini terlihat lebih spesifik, bertekad menurunkan tingkat kemiskinan dari 9,36 persen (Maret, 2023) menjadi 4,0 persen-5,0 persen (2029) dan kemiskinan ekstrem nol persen (2026), dengan jargon “satu Indonesia, satu kemakmuran”.

Dalam mencapai itu, ada sejumlah program yang menjadi senjata andalan Anies-Muhaimin, antara lain menciptakan lapangan kerja dan upah berkeadilan, mendukung korporasi Indonesia, “Jas Merah Putih” (jaringan pasar penyedia kebutuhan pokok murah).

Ada pula APBN pro kemiskinan dan reformasi birokrasi tematik. Sedangkan dalam hal data dan administrasi, Anies-Muhaimin menawarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang saat ini ada di Kemensos, dan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) di BPS, menjadi basis data tunggal layanan publik.

Berbeda dengan Anies-Muhaimin yang menawarkan sejumlah menu baru, Prabowo-Gibran terbaca lebih nyaman melanjutkan program perlindungan sosial pada era pemerintahan Joko Widodo.

Hal tersebut tercermin dari visi-misi mereka secara keseluruhan nampak memberikan porsi sangat besar terhadap program-program pembangunan ekonomi.

Senjata andalan Prabowo-Gibran adalah melanjutkan dan menambahkan program kartu kesejahteraan sosial serta kartu usaha. Hal ini turut mengonfirmasi pidato perdana Gibran 25 Oktober 2023 dalam kapasitas sebagai cawapres.

Saat itu Gibran menunjukkan beberapa kartu Bansos (KIS Lansia dan Kartu Anak) yang tak lain merupakan perubahan nama atau pengembangan dari sejumlah program yang sejatinya telah ada saat ini.

Prabowo-Gibran memiliki jargon “membangun dari desa dan dari bawah” dan menjanjikan pemerataan ekonomi serta penggunaan Basis Data Terpadu (BDT).

Tidak dijelaskan apakah BDT adalah bentuk yang sama dengan DTKS, atau berbeda sama sekali. Target mereka, kemiskinan ekstrem menuju nol persen, ketimpangan berkurang serta kemiskinan relatif di bawah 6 persen pada akhir 2029.

Sementara tawaran dari pasangan Ganjar-Mahfud untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan adalah dengan lebih mendorong akses pendidikan dan kelembagaan. Jargon pasangan ini adalah “Satu keluarga miskin, Satu sarjana”.

Terlihat pasangan ini percaya bahwa pendidikan adalah senjata ampuh mengatasi kemiskinan dan ketimpangan.

Optimalisasi dana non APBN, konvergensi program pusat dan daerah, redistribusi sumber daya, hingga dukungan khusus bagi Papua menjadi pendekatan institusional yang dijanjikan.

Sekalipun pendekatan melalui jalan semacam ini tentu membutuhkan upaya yang tidak ringan dan panjang, sebab melibatkan berbagai lembaga dan kepentingan yang kompleks, baik di pusat maupun daerah.

Ganjar-Mahfud juga berjanji menjadikan NIK sebagai identitas tunggal untuk Perlinsos dan layanan pemerintah lainnya. Dengan pendekatan tersebut, ditargetkan penurunan kemiskinan hingga 2,5 persen pada 2029 dan kemiskinan ekstrem nol persen.

Nir Perspektif Indonesia Timur

Sekalipun yang dibedah atau yang hendak diteropong adalah soal kemiskinan, ketimpangan dan perlindungan sosial, sayangnya isu kawasan Indonesia timur tidak muncul secara signifikan.

Dalam 20 kata yang paling yang sering disebutkan dalam semua dokumen visi-misi kandidat capres-cawapres, tak ada kata timur atau setidaknya merujuk pada kawasan timur Indonesia.

Padahal seperti diketahui, oleh Kementerian Bappenas RI tahun 2019 lalu, menyebut ketimpangan antarwilayah di Indonesia sangat tinggi.

Kemiskinan di kawasan timur Indonesia sebesar 18,01 persen, sedangkan kawasan barat Indonesia 10,33 persen.

Faktanya kawasan timur (Papua Raya, Maluku dan Nusa Tenggara) adalah paling miskin versi Badan Pusat Statistik (BPS), namun dalam ‘algoritma’ teks visi-misi capres-cawapres belum menjadi orientasi.

Memang pasangan Anies-Muhaimin menyebut pengelolaan wilayah maritim di Maluku, serta Ganjar-Mahfud menyebut isu Papua, tapi itu tentu saja belum mewakili persoalan kawasan yang belakangan ini turut memicu ‘political discontent’, yang pada titik tertentu bisa menjadi ancaman integrasi nasional.

Nir perspektif kawasan timur Indonesia dalam dokumen capres-cawapres ini sebenarnya dapat dimaklumi, mengingat sistem politik kita menganut sistem popular vote. Sehingga jumlah pemilih yang kurang signifikan tentu tak seksi secara elektoral.

Sebagai kawasan yang rendah atau minim insentif elektoralnya, kawasan timur Indonesia tak begitu penting untuk dipersuasi lebih jauh, sehingga kemudian oleh tim penerbangan perlu dielaborasi dalam visi misi capres-cawapres.

Mungkin saja dalam pandangan capres-cawapres dan tim pemenangannya, berbaik-baik pada wilayah dengan populasi yang besar jauh lebih worth it mengenjot elektabilitas, ketimbang wilayah dengan polulasi kecil.

Dengan demografi pemilih yang tak signifikan, memang selama ini pembangunan kawasan timur belum begitu dilihat secara proporsional dan objektif.

Selain terkonfirmasi melalui berbagi data ketertinggalan yang dikeluarkan oleh BPS, dalam rangkaian penyelenggaraan Proyek Strategis Nasional yang dilakukan pemerintah saat ini misalnya, menimbang kawasan barat dan timur; timpang atau berat sebelah.

Ini tentu perlu menjadi catatan penting bagi capres-cawapres beserta tim pemenang. Mengelola negara besar dengan intensitas persentuhan negara dengan warga negara yang tak sama, berbeda pada setiap kawasan, tentu tidak bijak hanya dilihat dengan optik elektoral, dan meminggirkan rasa keadilan.

Negara ini, adalah negara yang telah men-declar-kan dirinya sebagai negara kesatuan, namun itu tak punya arti penting bila tak ada kesatuan dalam berbagai konteks (pembangunan).

Kemiskinan dan ketimpangan antarkawasan adalah pangkal semakin menguatkan kekecewaan politik yang bila terus dibiarkan, tentu saja akan menjadi ancaman bagi integrasi dan persatuan nasional.

Masih ada waktu, terutama pada masa kampanye ini, untuk semua pasangan capres-cawapres dapat memberikan proporsi yang lebih memadai bagi kawasan timur Indonesia. Tidak saja slogan atau simbolik, tapi dalam perspektif dan orientasi. Semoga!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

124.782 Jemaah Calon Haji RI Sudah Tiba di Tanah Suci, 24 Orang Wafat

124.782 Jemaah Calon Haji RI Sudah Tiba di Tanah Suci, 24 Orang Wafat

Nasional
Istana Mulai Bahas Peserta Upacara 17 Agustus di IKN

Istana Mulai Bahas Peserta Upacara 17 Agustus di IKN

Nasional
Kejagung Tetapkan 6 Eks GM PT Antam Jadi Tersangka Korupsi Emas 109 Ton

Kejagung Tetapkan 6 Eks GM PT Antam Jadi Tersangka Korupsi Emas 109 Ton

Nasional
Terima Aduan Keluarga Vina, Komnas HAM Upayakan 'Trauma Healing' dan Restitusi

Terima Aduan Keluarga Vina, Komnas HAM Upayakan "Trauma Healing" dan Restitusi

Nasional
SYL Beri Kado Kalung Emas Buat Penyanyi Dangdut Nayunda Nabila

SYL Beri Kado Kalung Emas Buat Penyanyi Dangdut Nayunda Nabila

Nasional
Febri Diansyah Jadi Saksi di Sidang SYL Senin Pekan Depan

Febri Diansyah Jadi Saksi di Sidang SYL Senin Pekan Depan

Nasional
SYL Pesan 'Wine' saat Makan Siang, Dibayar Pakai Uang Kementan

SYL Pesan "Wine" saat Makan Siang, Dibayar Pakai Uang Kementan

Nasional
Kementan Kerap Tanggung Biaya Makan Bersama SYL dan Eselon I

Kementan Kerap Tanggung Biaya Makan Bersama SYL dan Eselon I

Nasional
Draf Revisi UU Polri: Perpanjangan Usia Pensiun Jenderal Polisi Ditetapkan dengan Keputusan Presiden

Draf Revisi UU Polri: Perpanjangan Usia Pensiun Jenderal Polisi Ditetapkan dengan Keputusan Presiden

Nasional
Bayar Cicilan Apartemen Biduanita Nayunda, SYL: Saya Merasa Berutang Budi

Bayar Cicilan Apartemen Biduanita Nayunda, SYL: Saya Merasa Berutang Budi

Nasional
Kehadirannya Sempat Buat Ricuh di MK, Seorang Saksi Mengaku Tambah Ratusan Suara PAN di Kalsel

Kehadirannya Sempat Buat Ricuh di MK, Seorang Saksi Mengaku Tambah Ratusan Suara PAN di Kalsel

Nasional
Gerindra: Negara Rugi jika TNI-Polri Pensiun di Usia 58 Tahun

Gerindra: Negara Rugi jika TNI-Polri Pensiun di Usia 58 Tahun

Nasional
Kemenkominfo Galang Kolaborasi di Pekanbaru, Jawab Tantangan Keberagaman untuk Kemajuan Bangsa

Kemenkominfo Galang Kolaborasi di Pekanbaru, Jawab Tantangan Keberagaman untuk Kemajuan Bangsa

Nasional
Pegawai Setjen DPR Antusias Donor Darah, 250 Kantong Darah Berhasil Dikumpulkan

Pegawai Setjen DPR Antusias Donor Darah, 250 Kantong Darah Berhasil Dikumpulkan

Nasional
Kasus Timah, Kejagung Tahan Eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM

Kasus Timah, Kejagung Tahan Eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com