Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Diputus Bersalah Tak Penuhi Kuota Caleg Perempuan, DCT Didesak Direvisi

Kompas.com - 30/11/2023, 17:30 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI didesak untuk memberi kesempatan partai politik merevisi Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPR RI pada daerah pemilihan (dapil) yang tak memenuhi syarat 30 persen caleg perempuan, sebagai tindak lanjut putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI.

Sebelumnya, Bawaslu RI menyatakan KPU RI melakukan pelanggaran administrasi atas tidak tercapainya target afirmasi 30 persen caleg perempuan dalam 267 DCT anggota DPR RI 2024-2029 dari 17 partai politik.

"Putusan Bawaslu memang tidak tersurat memerintahkan koreksi atas 267 DCT Pemilu DPR Tahun 2024. Namun, prinsipnya ada pelanggaran prosedur soal pencalonan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen," kata salah satu pemohon, Titi Anggraini, kepada Kompas.com pada Kamis (30/11/2023).


Baca juga: Bawaslu: KPU Langgar Administrasi karena Keterwakilan Caleg Perempuan Tak Capai 30 Persen

Ia menegaskan, syarat afirmasi itu merupakan syarat pengajuan bakal caleg oleh partai politik, sebagaimana termuat dalam Pasal 245 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).

Analoginya mirip dengan ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen.

Jika calon presiden dan wakil presiden diusung partai politik yang tak memenuhi ambang batas, maka pengajuannya ditolak dan kandidat itu tak bisa berkontestasi.

"Karena prosedur terbukti melanggar Pasal 245 UU 7/2017, maka menetapkan hasil yang melanggar adalah tindakan melawan hukum dan tidak sah," ujar Titi.

Baca juga: Komnas HAM Sebut Pemerintah Langgar HAM jika Kuota Caleg Perempuan Tak 30 Persen

"Sesuatu yang melanggar prosedur pengajuan daftar calon artinya tidak bisa dilanjutkan penetapannya karena melanggar basis fundamental untuk bisa ditetapkan sebagai daftar calon di pemilu, yaitu memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen," jelasnya.

Titi menjelaskan, jika DCT yang bermasalah itu tak direvisi KPU, maka hasil Pileg 2024 bisa dipersoalkan konstitusionalitasnya.

Doktor hukum pemilu Universitas Indonesia itu menyampaikan, metode revisi DCT yang kekurangan jumlah caleg perempuan itu bisa dilakukan dengan mengurangi caleg, sehingga terpenuhi keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.

Apapun risiko dan kemungkinan buruk yang dihadapi karena langkah revisi itu, seperti pengajuan sengketa dari caleg yang terpaksa ditendang demi memenuhi porsi keterwakilan perempuan, menurut Titi, KPU harus menghadapinya.

"Ini kan konsekuensi karena KPU memaksa menetapkan DCT yang melanggar undang-undang," kata dia.

Tanpa revisi, masalah di kemudian hari akan membayang setelah pemilu beres, yaitu peluang munculnya banjir sengketa.

"Keterpilihan caleg dari DCT yang melanggar ketentuan persyaratan pengajuan calon, punya potensi digugat. Di Pilkada kan MK juga sangat tegas pada pemenuhan persyaratan," ujar Titi.

" Misalnya saja Pilkada Sabu Raijua dimana hasil pilkada dibatalkan karena calon melanggar persyaratan kewarganegaraan. Demikian pula di Boven Digoel, pilkada diulang karena calon belum menuntaskan masa jeda sebagai mantan terpidana," jelasnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com