Maka netralitas, dalam pandangan Bung Karno, bukanlah tanda ketidakpedulian, melainkan suatu strategi bijaksana untuk menjaga integritas dan kemerdekaan bangsa di tengah dinamika hubungan internasional.
Kini, dalam menghadapi tantangan global dan regional, politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif memberikan sejumlah manfaat signifikan.
Dari menjaga stabilitas kawasan hingga mendapatkan dukungan global untuk isu-isu penting, Indonesia memainkan peran konstruktif dalam membentuk dunia yang lebih aman dan adil.
Dengan terus mengamalkan prinsip bebas aktif, Indonesia dapat terus menjadi pemain kunci dalam upaya membangun hubungan yang bermanfaat di tingkat regional dan global.
Maka politik luar negeri Indonesia yang diwujudkan melalui prinsip bebas aktif, telah menjadi ciri khas penting dalam menjalin hubungan dengan negara-negara di kawasan dan tingkat global.
Sejak kemerdekaan pada 1945, Indonesia telah mengamalkan pendekatan ini. Demi untuk mengoptimalkan potensi dan memperkuat posisinya di panggung internasional, di mana pendekatan bebas aktif memungkinkan Indonesia menjaga stabilitas kawasan.
Dengan berperan sebagai mediator dalam konflik regional, seperti dalam penyelesaian konflik antara Filipina dan Malaysia atas sengketa wilayah di Sabah pada 1960-an, Indonesia membangun citra sebagai kekuatan regional yang berperan dalam menjaga perdamaian.
Kebijakan ini juga memungkinkan Indonesia untuk memimpin kerja sama ekonomi di kawasan.
Keanggotaannya dalam ASEAN, memberikan platform bahwa Indonesia memainkan peran aktif dalam membentuk arah ekonomi dan keamanan kawasan.
Keberhasilan ASEAN dalam menciptakan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), sejalan dengan kepentingan Indonesia dalam mengembangkan potensi ekonomi regional.
Sementara itu, dalam perspektif global, pentingnya politik luar negeri bebas aktif juga dapat dilihat Indonesia memperoleh dukungan internasional dalam isu-isu krusial.
Di mana dukungan Indonesia terhadap prinsip-prinsip perdamaian, penyelesaian konflik berbasis hukum, serta mendukung keterlibatan global dalam menanggapi konflik di berbagai belahan dunia, mendapat respons positif dalam kancah internasional.
Posisi bebas aktif memungkinkan Indonesia memainkan peran sebagai jembatan antara negara-negara maju dan berkembang.
Dengan memiliki hubungan baik dengan berbagai pihak, termasuk melalui forum-forum internasional seperti G20, Indonesia dapat mengadvokasi kepentingan negara-negara berkembang dan berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan.
Dalam perspektif geopolitik, pemikiran Bung Karno terhadap politik luar negeri mencerminkan upaya untuk menjaga keseimbangan dan menghindari ketergantungan pada kekuatan besar yang dapat mengancam kedaulatan nasional. Salah satu aspek utama dari pendekatan ini adalah netralitas yang dijunjung tinggi.
Bung Karno melihat netralitas sebagai instrumen strategis untuk melindungi Indonesia dari konflik antarkekuatan besar yang dapat merugikan stabilitas regional.
Di tengah gejolak Perang Dingin, Indonesia berusaha untuk tidak terjebak dalam dinamika konfrontatif antara blok kapitalis dan blok komunis.
Pemikiran Bung Karno terhadap geopolitik tidak lepas dari realitas regional pada masanya. Ancaman-ancaman terhadap keamanan regional, seperti konflik di Semenanjung Korea dan ketegangan di Laut Tiongkok Selatan, turut membentuk kebijakan luar negeri Indonesia.
Bung Karno melihat bahwa menjaga stabilitas di kawasan adalah prasyarat untuk mencapai tujuan nasional. Oleh karena itu, Indonesia berusaha untuk menjadi kekuatan yang mendorong kerjasama dan perdamaian di Asia Tenggara.
Penting untuk memahami bahwa pemikiran geopolitik Bung Karno muncul dalam periode ketika banyak negara baru merdeka, dan sedang mencari peran mereka dalam dunia pasca-perang.
Bung Karno, sebagai pemimpin nasionalis yang karismatik, ingin Indonesia menjadi model bagi negara-negara berkembang lainnya.
Pemikirannya mencerminkan aspirasi untuk membangun tatanan dunia yang lebih adil dan setara, di mana negara-negara kecil dapat memiliki suara yang sebanding dengan kekuatan besar.