“Saya tenang kok, dan kami ini tenang semuanya, karena kami sangat yakin ada rakyat Indonesia bersama kami untuk menjaga demokrasi di negeri ini,” ujarnya.
Ganjar bilang, perjalanan demokrasi memang terkadang lurus, kadang berliku, seperti aliran air. Namun, ia yakin, air yang mengalir itu akan mengikuti arah batin.
“Dia tidak akan bisa dibendung dengan cara apa pun. Dan kalau bendungan itu dia paksakan, dia akan tetap mencari jalannya. Muara itulah muara demokrasi yang hari ini kita idam-idamkan, dan tentu saja inilah, kesepakatan hari ini yang mesti kita jaga bersama,” ucapnya.
Ganjar mengajak semua pihak untuk memastikan reformasi berjalan ke arah yang benar dan sesuai rel. Pemilu, katanya, harus diselenggarakan dengan integritas yang jauh dari unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Ia mengingatkan bahwa amanat reformasi dan konstitusi harus menjadi pegangan demi menyelamatkan seluruh golongan, kelompok masyarakat, dan menjaga NKRI.
“Diam itu bukanlah pilihan, bicara, ungkapkan, dan laporkan praktik-praktik tidak baik yang mencederai demokrasi,” tutur Ganjar.
“Saya berterima kasih karena pasangan nomor 1 dan pasangan nomor 2 punya komitmen yang sama, kami sangat senang. Mari kita tunjukkan integritas dan kejujuran itu sampai dengan pikiran, batin, dan perkataan kita,” ucap politikus PDI Perjuangan itu.
Terkait ini, analis komunikasi politik dari Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo, menilai, penggunaan istilah “drakor” oleh Ganjar maupun elite politik lainnya merupakan bagian dari strategi politik. Situasi politik yang belakangan memanas digunakan oleh para elite untuk menyerang kubu lawan.
“Dalam kampanye kan pasti ada saling serang dan ini sudah mulai saling serang,” kata Kunto kepada Kompas.com, Rabu (15/11/2023).
Baca juga: Soal Politik Belakangan Ini, Jokowi: Terlalu Banyak Dramanya, Drakor-nya, Sinetronnya...
Menurut Kunto, tak ada kubu yang ingin dianggap menciptakan drama politik. Sebaliknya, masing-masing pihak berupaya menempatkan diri sebagai korban dari drama.
Sebab, mereka yang dianggap menjadi korban berpeluang mendapat keuntungan elektoral lebih besar. Sebaliknya, yang dipandang sebagai pencipta drama mungkin kehilangan simpati.
“Jadi, kenapa mereka saling serang, ya karena mereka ingin efek drama ini berkurang,” ucap Kunto.
Sementara, peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP BRIN) Firman Noor mengatakan, sudah saatnya para peserta Pilpres 2024 adu gagasan. Apalagi, waktu kampanye pemilu tinggal menghitung hari.
Memang, terjadi eskalasi politik jelang tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden kemarin. Namun, bagaimanapun KPU telah menetapkan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebagai capres-cawapres sebagai peserta Pemilu Presiden 2024.
“Idealnya move on, kita mulai bertanding ide, menjual gagasan, bukan menjual mimpi, secara terbuka dan berani untuk dikritik,” kata Firman kepada Kompas.com, Senin (13/11/2023).
Baca juga: Profil Capres-Cawapres Nomor Urut 3 Ganjar-Mahfud, Parpol Pendukung, dan Timses
Dengan panasnya iklim politik saat ini, Firman menduga, situasi politik ke depan akan tetap diwarnai kampanye negatif, bahkan kampanye hitam. Oleh karenanya, elite politik diminta untuk menahan diri.
Para elite diingatkan untuk berpolitik secara dewasa dan matang. Ketimbang memanaskan panggung pemilu dengan kampanye hitam, kata Firman, lebih baik masing-masing kubu saling perang gagasan.
“Di sinilah kemudian letak pentingnya elite politik untuk menjaga proporsinya agar tidak berlebihan, sehingga bisa mengundang satu situasi yang kontraproduktif dari makna pemilu yang sehat itu,” ucap Firman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.