Tentu saja ini bukan hanya merusak sistem, bahkan lebih jauh menghancurkan pola kaderisasi serta sistem demokrasi itu sendiri.
Mereka yang disorongkan untuk mengisi sistem yang rusak ini bisa disebut sebagai “generasi tanpa tapak”.
Generasi tanpa tapak mengacu pada individu yang mendapatkan pengakuan dan keuntungan hanya karena hubungan keluarga atau kedekatan dengan kekuasaan politik, bukan berdasarkan bakat atau prestasi pribadi.
Beberapa penyebab munculnya generasi tanpa tapak antara lain: pertama, ketidakmerataan peluang. Terjadinya ketidak merataan peluang karena sistem yang tidak adil dalam mengakses kesempatan.
Misalnya dalam pendidikan, pekerjaan, serta modal sosial-kultural, sehingga memberi ruang bagi ketidakberpihakan dan nepotisme.
Kedua, budaya nepotisme. Di mana nepotisme merupakan tantangan tersendiri, karena budaya keluarga yang kuat atau kultur politik yang korup mendorong praktik perekrutan berdasarkan hubungan keluarga atau persahabatan.
Nepotisme adalah benteng penutup yang menghalangi sistem demokrasi yang didasarkan pada merit sistem tadi.
Ketiga, ketidaktahuan dan kesadaran. Masih banyak dari kita yang tidak menyadari akan pentingnya meritokrasi dalam membangun masyarakat yang adil dan maju.
Dengan model meritokrasi, maka siapapun akan diposisikan setara dan memiliki kesempatan yang sama juga.
Konsekuensi dari eksisnya generasi tanpa tapak pada masa mendatang akan muncul ketidakpuasan publik—terutama kepada siapapun yang kemudian mendaki kekuasaan.
Bahkan bisa jadi masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap sistem yang ada, karena dalam persepsi mereka, semua raihan yang mereka capai diperoleh melalui tata cara dan mekanisme yang tidak adil.
Di sisi lain, Generasi tanpa tapak mungkin tidak mampu menciptakan inovasi dan ketahanan ekonomi yang diperlukan untuk pertumbuhan berkelanjutan.
Sebab kehadiran mereka tidak jarang bukan karena terasah oleh suatu ekosistem yang bisa membuat seseorang menjadi tangguh, tetapi karena dikatrol oleh kekuasan.
Secara sosiologis, masalah generasi tanpa tapak bisa mengakibatkan pengkaderan yang tidak kompeten di dalam pemerintahan, yang berimbas pada penurunan kualitas dan efisiensi dalam penyelengaraan pemerintahan dan pembangunan negara.
Harus disadari bahwa penting untuk menciptakan generasi yang mampu berprestasi dengan kemampuan dan kompetensi mereka sendiri.
Oleh karena itu, sistem pembangunan sejatinya diarahkan secara terfokus pada pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, melalui proses dan mekanisme yang berkeadilan.
Para pemangku kebijakan harus mendesain sistem kokoh, yang menutup celah dan ruang generasi tanpa tapak menggeser proses yang elegan dan adil serta berkeadaban.
Sehingga jikapun seseorang yang merupakan bagian dari suatu lingkaran keluarga tertentu, kemudian menapaki jenjang karier kepemimpinan tertentu, seperti politik misalnya, mereka bisa dipastikan sebagai "generasi bertapak".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.