Bahkan kadang terkesan kocak, seperti baru-baru ini Prabowo bercanda di depan awak media dengan berjalan dan menghormat bak prajurit sedang defile, Prabowo kemudian lari kecil meninggalkan kerumunan yang telah menunggunya.
Sebagai bentuk komunikasi politik untuk membangun persepsi dan impresi baru, semua itu menjadi strategis dan prospektif dalam menggarap ceruk pemilih pemula, kalangan Gen Z dan Milenial yang memang pembawaannya lebih santai, easy going, dan condong pada pemimpin yang lebih luwes.
Strategi yang relevan, seperti dijelaskan dalam “The Political Brain: The Role of Emotion in Deciding the Fate of the Nation" oleh Drew Westen (2007), bahwa calon pemimpin yang lebih santai dan penuh canda dapat membuatnya lebih diterima khalayak.
Atau dalam “The Audacity to Win" ditulis David Plouffe (2009) yang mengungkap pentingnya strategi komunikasi politik yang melibatkan keaslian sikap dan gaya yang santai dalam kampanye Barack Obama pada Pilpres Amerika Serikat 2008.
Tampil dengan guyonan segar untuk mencairkan suasana juga kerap ditunjukan oleh capres-cawapres Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin). Keduanya baru-baru ini bahkan viral dengan video main "kepret sarung", gaya santri di pondok pesantren.
Anies juga terlihat hadir di satu acara stand up comedy dan saat tampil ‘santuy’ di panggung ia menyapa audiens dengan “selamat malam orang-orang yang tidak memilih saya”, guyonan itu disambut ‘pecahnya’ seisi ruangan yang tertawa riuh.
Sebelumnya Anies juga terbuka untuk di-roasting oleh komika di televisi, yang selain penuh canda dan menghibur, juga memperlihatkan pemimpin yang tidak antiterhadap kritik publik. Cak Imin pun justru sudah lebih sering tampil jenaka khas "Suroboyoan".
Ganjar Pranowo juga demikian, kerap tampil dengan guyonan dan senyumnya yang khas. Di depan peserta Rakernas LDII 2023 baru-baru ini, Ganjar guyon kalau tidak akan bagi-bagi sepeda kepada para hadirin, menyentil gaya Jokowi, yang disambut tertawa hadirin.
Begitu pula Mahfud MD, di balik gayanya yang serius, ia pun kerap menyelipkan guyonan. Seperti saat berpidato jelang pendaftar capres-cawapres ke KPU, 19 Oktober 2023, Mahfud MD berseloroh “Saya pakai baju putih yang 5 tahun lalu disiapkan daftar ke KPU”.
Meski bisa jadi itu benar adanya, tapi menjadi semacam me-roasting diri sendiri, sejenak mengingatkan hadirin pada peristiwa (lucu) batalnya Mahfud MD jadi cawapres Jokowi, padahal sudah jahit baju putih untuk daftar ke KPU 5 tahun lalu.
Tampilnya para calon pemimpin bangsa jelang pilpres dengan guyonan atau candaan yang ‘renyah’ tentu saja membuat panggung politik yang biasanya tegang, kerap kaku, jadi lebih cair dan hangat, sesuatu yang positif dalam satu kontestasi politik.
Sebenarnya dalam konteks guyon, para politisi mestinya perlu banyak belajar dari Jokowi, yang dalam berbagai kesempatan, bisa membuat suasana lebih rileks dan santai, di acara formal maupun informal.
Sisi ini juga yang mungkin menjadi salah satu alasan kuat Jokowi dua kali mengalahkan Prabowo dalam dua kali perhelatan pilpres.
Jokowi memang pandai melempar celetukan atau guyonan yang mudah diterima oleh semua kalangan, wajar kalau seisi ruangan bisa tertawa, yang nonton di secara digital pun bisa senyum-senyum sendiri.
Hanya saja, pada tahun politik ini, guyonan Jokowi ada yang terasa sudah masuk ranah politik. Sentilan ‘receh’ memang tetap jadi guyon biasa kalau motif-nya ‘clear’ dari ‘cawe-cawe’, maupun situasinya tepat.