Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
M. Ikhsan Tualeka
Pegiat Perubahan Sosial

Direktur Indonesian Society Network (ISN), sebelumnya adalah Koordinator Moluccas Democratization Watch (MDW) yang didirikan tahun 2006, kemudian aktif di BPP HIPMI (2011-2014), Chairman Empower Youth Indonesia (sejak 2017), Direktur Maluku Crisis Center (sejak 2018), Founder IndoEast Network (2019), Anggota Dewan Pakar Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional (sejak 2019) dan Executive Committee National Olympic Academy (NOA) of Indonesia (sejak 2023). Alumni FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (2006), IVLP Amerika Serikat (2009) dan Political Communication Paramadina Graduate School (2016) berkat scholarship finalis ‘The Next Leaders’ di Metro TV (2009). Saat ini sedang menyelesaikan studi Kajian Ketahanan Nasional (Riset) Universitas Indonesia, juga aktif mengisi berbagai kegiatan seminar dan diskusi. Dapat dihubungi melalui email: ikhsan_tualeka@yahoo.com - Instagram: @ikhsan_tualeka

"Gemoy, Santuy" hingga Guyon Rasa "Endorse" Capres

Kompas.com - 14/11/2023, 06:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Namun kalau guyon itu kemudian dipahami atau ditanggapi berbeda sebagai ‘kode keras’ oleh aparat dan perangkat pemerintahan di bawah kendali presiden, dampaknya bisa kontraproduktif, meminjam guyon Cak Imin “loh loh nda bahaya ta”.

Misalnya, saat pidato di Rakernas LDII 2023 di Jakarta, Presiden Jokowi pun berguyon, membahas sajian seni pencak silat di pembukaan acara, dengan menyinggung posisi Prabowo sebagai Ketua Umum Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia.

"Sekali lagi, dibutuhkan kepemimpinan yang kuat, yang ditampilkan tadi pencak silat tadi benar karena ketuanya Pak Prabowo," kata Jokowi yang sontak disambut tepuk tangan dan tawa hadirin pada Selasa, 7 November 2023.

Tahun lalu, secara kebetulan, pada tanggal dan bulan yang sama, Senin 7 November 2022 di puncak peringatan ulang tahun Perindo di Jakarta, Presiden Jokowi juga meng-endorse Prabowo.

“Dua kali di pilpres juga menang. Mohon maaf, Pak Prabowo. Kelihatannya setelah ini jatahnya Pak Prabowo," kata Jokowi di puncak peringatan ulang tahun Perindo di INews Tower Jakarta.

Seloroh dengan mimik dan gestur yang santai dan boleh saja dianggap sebagai guyonan, meski kesan ‘endorse’ terasa begitu kuat. Apalagi belakangan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka resmi mendaftar sebagai cawapres Prabowo.

Sehingga bila kemudian ada guyonan yang kembali memberi kesan Presiden Jokowi meng-endorse Prabowo, maka wajar bila ada yang memaknainya bukan lagi sekadar guyon mencairkan suasana.

Karena bila endorse disampaikan kepala negara dan kepala pemerintahan, di tengah kontestasi pilpres, sehingga kemudian dipahami sebagai ‘arahan politik’ oleh sejumlah pihak, terutama aparatur negara tentu saja dapat berpengaruh pada netralitas pemilu.

Apalagi ‘kode keras’ dibalut guyonan di atas panggung (on stage), kemudian diikuti dengan semacam operasi ‘senyap’ di belakang panggung (backstage) politik, tentu menjadi alamat buruk.

Karena yang bisa terjadi kemudian adalah terlibatnya aparat negara, seperti kementerian, BUMN, birokrasi, hingga TNI/Polri, baik sengaja dan terstruktur, maupun atas inisiatif orang per orang.

Apalagi pemerintah memiliki berbagai fasilitas dan sejumlah kebijakan, seperti alokasi bantuan sosial (bansos), dan ada 271 penjabat kepala daerah yang diangkat pemerintah pusat jelang pilpres nanti, terdiri dari 24 gubernur, 56 wali kota, dan 191 bupati.

Terkait penjabat kepala daerah ini, Presiden Jokowi pada 30 Oktober 2023 lalu, bahkan menyebut akan mengawasi mereka hari-per hari.

Semua merupakan potensi politik, yang kalau salah kelola, kemudian bergerak mendukung satu kandidat atau menghambat kontestan lain, tentu yang menjadi adalah abuse of power.

Jika terjadi, maka merupakan pelanggaran berat terhadap demokrasi dan konstitusi. Ini yang mesti diwaspadai bersama.

Namun, bila ada capres yang mau tampil atau mencitrakan diri ‘gemoy’, tentu boleh-boleh saja, apalagi dengan goyun dan santuy yang memang diperlukan dalam kondisi politik yang kerap kali ‘menegangkan’ ini. Pesta rakyat harus riang gembira.

Sehingga siapapun, terutama yang memiliki kendali terhadap kekuasaan, harus tetap menjaga sikap, konten dan pilihan diksi yang tepat. Apalagi oleh seorang presiden yang bahkan kedipan matanya pun pengaruhnya bisa sama ‘kuatnya’ dengan perintah lewat selembar surat.

Bisa dibayangkan, bila guyon rasa endorse dari presiden kepada capres tertentu kadar-nya overdosis secara politik, masuk ranah intervensi, dan ikut memengaruhi netralitas dari ‘‘presidential tools’, tentu menjadi berbahaya bagi politik-demokrasi, dan bakal membawa pemilu 2024 menjauh dari jurdil.

Jika begitu konflik politik hanya tinggal menunggu waktu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Nasional
Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Nasional
Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Nasional
Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Nasional
KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

Nasional
Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Nasional
Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Nasional
Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Nasional
Demokrat Tak Khawatir Jatah Kursi Menteri, Sebut Prabowo Kerap Diskusi dengan SBY

Demokrat Tak Khawatir Jatah Kursi Menteri, Sebut Prabowo Kerap Diskusi dengan SBY

Nasional
PAN Lempar Kode soal Jatah Menteri, Demokrat: Prabowo yang Punya Hak Prerogatif

PAN Lempar Kode soal Jatah Menteri, Demokrat: Prabowo yang Punya Hak Prerogatif

Nasional
Zulhas Bawa 38 DPW PAN Temui Jokowi: Orang Daerah Belum Pernah ke Istana, Pengen Foto

Zulhas Bawa 38 DPW PAN Temui Jokowi: Orang Daerah Belum Pernah ke Istana, Pengen Foto

Nasional
Golkar, PAN dan Demokrat Sepakat Koalisi di Pilkada Kabupaten Bogor

Golkar, PAN dan Demokrat Sepakat Koalisi di Pilkada Kabupaten Bogor

Nasional
Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Nasional
Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com