Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Lawan Kerakusan Penguasa!

Kompas.com - 08/11/2023, 06:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Nearly all men can stand adversity, but if you want to test a man’s character, give him a power.

KUTIPAN yang diucapkan seorang politikus Amerika, Robert G. Ingersoll, untuk memberikan kredit kepada Presiden Amerika ke-16, Abraham Lincoln, ini menarik untuk direfleksikan dalam kaitannya dengan kekuasaan (Reuters, 4/08/2021).

Setiap manusia bisa saja tahan dari kesengsaraan, namun karakter ‘asli’ seseorang akan terlihat jika ia diberi kekuasaan. Artinya seorang pemimpin akan benar-benar diuji kualitasnya ketika ia sedang menduduki jabatan tertinggi.

Kekuasaan yang ia miliki akan memperlihatkan apakah ia seorang figur yang baik dan bertanggung jawab atau justru malah menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi atau golongannya sendiri.

Apa itu kekuasaan?

Menurut C. Wright Mills, kekuasaan adalah dominasi, yaitu kemampuan untuk melaksanakan kemauan kendatipun orang lain menentangnya (T. Liang Gie, 1986).

Sementara, Max Weber, mengatakan bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial, melakukan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan dan apa-pun dasar kemampuan ini (M. Budiardjo, 1983)

Mengapa orang memburu kekuasaan?

Sepanjang sejarah peradaban manusia kekuasaan memang memiliki daya pikat yang luar biasa bagi pemiliknya. Dengan memiliki kekuasaan, ia punya kebebasan untuk melakukan sesuatu yang ia kehendaki dan memiliki kemampuan untuk mengubah banyak hal sesuai dengan kehendaknya.

Selain itu, kekuasaan juga memberikan kehormatan, wewenang, hak membuat kebijakan, popularitas, otoritas memerintah, dan banyak privilese lainnya sehingga sebagai besar orang berpandangan memiliki kekuasaan akan mempermulus karier dan mempermudah hidup mereka.

Namun, kekuasaan ibarat dua sisi mata uang. Jika berada di tangan yang tepat, maka kekuasaan akan memberikan dampak dan manfaat baik untuk orang lain serta lingkungannya. Namun apabila kekuasaan disalahgunakan, maka bahaya dan masalah adalah konsekuensinya.

Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) merujuk pada tindakan yang dilakukan oleh pejabat publik atau penguasa dengan agenda kepentingan tertentu, demi kepentingan individu maupun kelompok atau korporasi (Hafis & Yogia, 2017).

Lalu apa saja bahaya dari penyalahgunaan kekuasaan?

Pertama, penguasa berpotensi melakukan kekuasaan terpusat dan mengupayakan berbagai strategi memperpanjang masa kekuasaannya. Banyak penguasa mengejar privilese yang didapatkan dari kekuasaan sehingga membuat mereka enggan mundur.

Oleh karena itu, potensi terjadinya politik dinasti dan praktik nepotisme sangat dimungkinkan dan bukan tidak mungkin sang penguasa akan mempersiapkan penerusnya yang masih kerabatnya untuk berkuasa demi menjamin dirinya ketika tidak lagi berkuasa.

Untuk memuluskan hal ini tidak jarang demokrasi direkayasa demi mewujudkan hasrat kuasa atas dasar kekerabatan.

Faktanya, politik dinasti dan praktik nepotisme semacam ini pernah terjadi pada masa Orde Baru. Posisi-posisi penting dan strategis diduduki oleh orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan sang penguasa.

Tidak hanya itu, praktik rekayasa demokrasi juga terjadi secara konsisten selama kurun waktu 32 tahun untuk memenangkan satu partai politik tertentu dan pembungkaman kebebasan pers dan kebebasan berpendapat.

Kedua, penyalahgunaan kekuasaan sangat rentan terhadap maraknya praktik korupsi dan kolusi karena motif ekonomi sulit dipisahkan dari motif kekuasaan.

Sang penguasa membutuhkan modal sangat besar untuk mempertahankan kekuasaannya sehingga potensi praktik korupsi sangat dimungkinkan.

Kekuasaan yang tidak terkendali akan menjadi sewenang-wenang dan bermuara pada penyimpangan. Semakin besar kekuasaan yang dimiliki, semakin besar pula potensi untuk melakukan korupsi.

Kekuasaan yang seharusnya digunakan untuk menjalankan tugas secara bertanggung jawab malah dianggap sebagai kekuasaan milik pribadi.

Sama halnya dengan praktik korupsi, potensi terjadinya kolusi juga sangat besar, seperti yang baru-baru saja terjadi mengenai putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memperbolehkan kandidat capres-cawapres di bawah umur 40 tahun untuk bisa maju pilpres dengan syarat berpengalaman menjadi kepala daerah.

Putusan MK di atas, diduga sarat dengan praktik kolusi dan kepentingan politik karena adanya hubungan kekerabatan keluarga dalam pengambilan keputusan sehingga memunculkan kecurigaan publik terhadap MKRI, bahkan terhadap pemerintah.

Dari fakta ini kita boleh saja berasumsi bahwa orang paling mengerti tentang regulasi bisa jadi adalah orang yang paling berpotensi untuk melakukan penyalahgunaan kekuasaan.

Ketiga, penyalahgunaan kekuasaan bisa memicu pemegangnya untuk mengupayakan cara dan strategi apapun untuk mempertahankan tampuk kekuasaannya, bahkan tidak jarang menggunakan cara-cara yang identik dengan kekerasan.

Contohnya adalah Adolf Hitler, pemimpin NAZI, yang dikenal dengan tragedi Holocaust (1941-1945).

Hitler terbukti telah melakukan genosida dan pembunuhan terstruktur terhadap kurang lebih 6 juta masyarakat Yahudi dan kelompok minoritas lainnya untuk mempertahankan kekuasaannya yang dilandasi dengan politik identitas.

Mari kita lawan segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan! Berbagai praktik penyalahgunaan kekuasaan telah menimbulkan bahaya dan permasalahan besar bagi masyarakat dan negara.

Ini terjadi karena adanya ketidakberesan dalam proses perpindahan kekuasaan yang kerap terjadi di wilayah politik maupun di wilayah lainnya yang berkenaan dengan kenaikan jabatan strategis seperti di institusi atau lembaga sejenis.

Merujuk pada banyaknya fakta penyelewengan kekuasaan, praktik KKN, dan politik kepentingan yang kerap terjadi di negeri ini, sudah saatnya kita sebagai warga negara wajib waspada dan berhati-hati untuk memilih calon pemimpin ‘ideal’ untuk masa depan bangsa.

Praktik KKN biasanya ‘subur’ dan tidak terkendali dalam suatu keadaan yang masyarakatnya lemah akan literasi hukum, administrasi, dan politik karena kekuasaan yang sewenang-wenang memang menghendaki hal tersebut supaya tindakannya tidak terbongkar.

Oleh karena itu, dengan belajar dari sejarah politik masa lalu, sudah saatnya kita sama-sama meningkatkan kewaspadaan untuk melawan dan lantang menyuarakan penolakan segala bentuk tindakan penyalahgunaan kekuasaan.

Masa depan negeri ini adalah tanggung jawab kita bersama dan kita adalah satu-satunya harapan yang dimiliki bangsa ini untuk melawan segala bentuk kerakusan penguasa.

Jika kita salah memilih pemimpin, hal itu sama saja dengan menyerahkan kekuasaan pada tangan yang salah dan membiarkan sejarah politik yang buruk dan kejahatan yang sama di masa lalu terulang kembali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Nasional
Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Nasional
Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Nasional
Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com